Ayah, Ibu, Kaulah Semangatku



Mahasiswa, akhirnya aku mendapatkan julukan itu setelah sekian lama aku menantikannya dan UNY lah kampusku saat ini untuk mencapai impianku, menjadi seorang guru.
Suasana baru, teman baru, pergaulan baru, dan semua hal menjadi serba baru ketika aku mulai hidup kos di Jogja. Yah, awalnya sulit memang hidup jauh dari orangtua, tapi apa boleh buat, memang ini harus aku lakukan demi masa depan.
Berbagai tawaran, ada di Jogja. Mulai dari pergaulan bebas, gaya hidup hura-hura, hedonisme, sampai tawaran kerja part-time. Tentunya itu menjadi sesuatu yang baru bagiku. Tawaran-tawaran seperti ini memang cukup menggiurkan, apalagi tidak ada pengawasan dari orang tua tentu tawaran ini sangat mudah mempengaruhiku.
Ketika aku memulai hidupku di Jogja, orangtuaku memberikan uang saku yang bisa dibilang cukup banyak, Rp3.000.000,00. Uang itu memang aku simpan di bank sebagai uang simpanan, uang untuk hal-hal yang sifatnya mendadak. Awalnya aku berjanji untuk tidak memakai uang itu sedikitpun, apalagi untuk sesuatu hal yang sifatnya tidak penting.
Awal tinggal di Jogja, kesan pertama yaitu “gak enak”. Semua serba sendiri, mulai dari nyuci, makan, bersih-bersih. Hidupku berubah 180 derajat, dari yang awalnya segala sesuatu sudah dipersiapkan, tapi sekarang???? Tragis kalau boleh aku menyebutnya.. Tapi kalau memang sudah tuntutan semuanya bisa berjalan lancar, walau terpaksa.
Beberapa minggu setelah aku hidup di Jogja, aku mulai kenal dengan seorang teman yang cukup klop denganku. Sebut saja Mawar (nama samaran). Aku cukup akrab dengannya, ngerjain tugas bareng, maen bareng, makan bareng, sampai-sampai ngerjain ujian pun bareng-bareng. Yang terakhir memang gak patut di contoh, tapi memang begitu adanya. hehe..

Suatu hari, Mawar menawarkan kerja parttime padaku. Awalnya aku penasaran seperti apa cara kerjanya. Setelah dia menjelaskan begini begitu aku pun tergiur. Siapa yang tak mau mendapat uang dengan cara mudah dan halal tanpa harus kita meninggalkan kewajiban kita sebagai seorang pelajar? Dengan pekerjaan ini tentunya aku bisa membantu orangtuaku dalam hal keuangan. Aku bisa bayar kos, stop kiriman dari orangtua. Tentu sesuatu yang menggiurkan bukan???
Saat itu, keuangan orangtuaku memang sedang tidak baik. Mereka harus berusaha kesana kemari mencari uang guna memenuhi kebutuhan hidup kami sekeluarga. Ditambah lagi dengan biaya kuliah dan hidupku di Jogja yang cukup menguras kantong orangtuaku. Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Aku mempunyai dua orang adik, yang pertama duduk di bangku SMP dan yang kedua masih duduk di bangku TK. Sebagai anak pertama, aku merasa mempunyai beban yang sangat berat. Kelak, aku pasti akan menjadi tulang punggung keluarga, membantu kedua orangtuaku dan membiayai kedua adikku bersekolah.
Ada keinginan dariku untuk membantu meringankan beban orangtuaku dari sekarang. Sempat terbesit aku ingin bekerja paruh waktu untuk membiayai hidupku sendiri di Jogja. Tapi aku masih punya kekhawatiran akan kuliahku. Kuliahku pasti akan terganggu, ditambah lagi otakku yang pas-pasan dalam pelajaran. Tentu kerja paruh waktu hanya akan membuat hidupku semakin kacau sana-sini.
Ketika itu, aku kembali memikirkan tentang pekerjaan yang Mawar tawarkan. Tidak sulit katanya. Kita hanya butuh semangat. Aku mulai bertanya-tanya tentang pekerjaan ini pada Mawar. Sampai suatu hari Mawar mengajakku ke suatu tempat yang serupa dengan gedung pertemuan. Disana aku memahami bagaimana melakukan pekerjaan ini. Pekerjaan ini biasa disebut dengan MLM (Multi Level Marketing). Awalnya aku memang tidak begitu memahami tentang usaha ini. Tapi, berhubung aku ingin membantu kesulitan orangtuaku, aku langsung menerima tawaran ini.
Bermodal uang sebesar Rp2.600.000,00 aku berhasil menjadi seorang member dari usaha ini. Mungkin tidak perlu disebut produknya. Uang ini berasal dari uang yang orangtuaku berikan kepadaku saat aku pertama kali hidup di Jogja. Angan-anganku besar. Tak apalah aku pergunakan uang ini sebentar, toh beberapa bulan aku akan menggantinya, bahkan aku akan mendapatkan lebih.
Sebulan hingga beranjak dua bulan, aku merasakan hal yang aku kerjakan ini sama sekali tidak membuahkan hasil. Uang sakuku justru habis untuk membeli pulsa guna menelpon semua teman-temanku agar mau ikut jejakku menjalankan usaha ini. Aku mulai putus asa, aku merasa usahaku ini justru semakin menyusahkan orangtuaku. Aku pun merasa tertipu. Aku merasa sangat bodoh ketika itu.
Orangtuaku tak pernah tahu apa yang aku kerjakan ini, mereka juga tak tahu kalau uang simpanan yang telah mereka berikan justru habis untuk modal usahaku yang sia-sia ini. Aku merasa bersalah karena telah membuang hasil jerih payah kedua orangtuaku untuk hal-hal yang tak berguna. Ya Tuhan, aku benar-benar telah mengecewakan orangtuaku. Apalagi jika mereka tahu, aku pasti akan dimarahi habis-habisan.
Sejak saat itu, aku mulai mengumpulkan sedikit dari uang sakuku untuk mengganti uang simpanan itu. Hidupku sangat berat, uang 600ribu perbulan harus aku kurangi sebanyak 300ribu per bulan. Amatlah sulit hidup di Jogja hanya dengan uang 300ribu per bulan. Untuk makan, pembelian buku kuliah, tugas, tentu sangatlah minim bagiku. Aku siasati dengan memasak tiap hari guna memperkecil biaya makan. Untuk makan, aku hanya mengeluarkan tak lebih dari 5000 rupiah jika memasak. Lumayan bukan?
Meski begitu, aku merasa belum cukup untuk mengganti uang itu. Terlalu lama mengumpulkan uang sebanyak itu. Aku berusaha mendapatkan beasiswa yang ditawarkan oleh kampusku. Aku berharap banyak dari beasiswa ini. Aku berusaha kesana kemari guna melengkapi surat-surat persyaratan pengajuan beasiswa. Tapi apalah daya, beasiswa itu tak juga aku dapatkan. Aku merasa sangat kecewa, aku tak bisa menambah uang sakuku guna mengumpulkan uang dan mengganti uang simpanan yang ayah telah berikan.
 Suatu hari, ayahku menanyakan uang simpananku dan ingin meminjamnya sebentar untuk biaya sekolah adikku yang kedua. Saat itu ayahku sama sekali tak mempunyai simpanan guna membayar biaya sekolah adikku. Aku kaget dan tak tahu lagi harus berkata apa kepada ayahku karena uang itu sudah tak ada lagi di buku tabunganku. Dengan terpaksa aku berbohong kepada ayahku, aku berkata padanya bahwa uang itu sudah aku gunakan untuk biaya praktikum di kampusku dan membeli barang-barang kos. Aku merasa sangat berdosa saat itu. Aku telah mengecewakannya, aku tahu itu. Terdengar dari suara ayahku di telepon ia sangat terpukul mendengar perkataanku. Aku minta maaf ayah, aku telah menyusahkanmu. Aku tak bisa dipercaya. Aku telah menyalahgunakan uang pemberianmu.
Sesaat setelah ayahku menutup teleponnya aku menangis. Aku sangat sangat merasa bersalah pada ayah, aku sudah menyalahgunakan uang yang diberinya, ditambah lagi aku tak bisa berkata jujur padanya. Aku memang sangat egois saat itu. Bagaimana ayah mendapatkan uang guna membayar biaya adikku? Semnentara aku, satu-satunya harapan ayah ketika itu sama sekali tak bisa membantunya. Ayah pasti kebingungan saat itu karena tak punya uang sama sekali. Ayah pasti hutang sana sini untuk mendapatkan sejumlah uang. Malam itu aku menangis deras.
Rasa bersalah itu terus ada dipikiranku. Aku menangis tiap malam atas rasa bersalahku ini pada keluargaku. Aku hanya ingin berniat membantu orangtuaku, tapi apa yang aku lakukan justru membuat mereka semakin kesulitan dalam hal keuangan. Aku ingat bagaimana ayahku bekerja keras di Wonosobo sana sampai-sampai pulang ke rumah dan berkumpul bersama kami hanya 5 hari sekali. Aku juga ingat bagaimana ibuku membantu mencarikan kami uang walau ia tak bekerja untuk menghidupi kami sekeluarga. Aku merasa sangat bersalah.
Mulai saat itu aku mulai berjanji pada diriku sendiri untuk selalu menghemat hidupku di Jogja, juga menabung guna mengganti uang simpananku yang telah aku buang sia-sia tanpa hasil. Hal ini pula yang membuatku semakin giat untuk belajar agar bisa mendapatkan beasiswa sehingga aku tak perlu lagi meminta biaya kuliah kepada orangtuaku. Aku tahu mungkin hal ini tak bisa menebus kesalahanku pada orangtuaku, tapi setidaknya aku bisa meringankan beban mereka, suatu saat.
Saat ini, aku memiliki keinginan banyak. Baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek aku berharap dan sedang berusaha mendapatkan IP bagus untuk mendapatkan beasiswa dari kampusku ini. Aku berusaha untuk giat dalam belajar, walaupun aku merasa masih belum maksimal aku akan tetap berusaha. Orangtuaku, inilah yang memotivasiku untuk tetap giat dalam belajar dan lulus dengan baik. Amin.
Aku ingin membahagiakan orangtuaku, aku ingin bisa membiayai adik-adikku sekolah setinggi-tingginya. Hanya itu yang saat ini aku harapkan. Selama ini aku merasa menjadi beban kedua orangtuaku tanpa bisa memberikan apa-apa kepada mereka. Aku sangat berterima kasih. Aku mungkin tak bisa membalas semua pengorbanan dan kasih sayang yang orangtuaku berikan kepadaku selama ini. Tapi apapun itu aku akan tetap berusaha dan giat dalam belajar. Dan untuk kebohonganku tentang uang simpanan itu, aku belum tahu kapan akan jujur kepada kedua orangtuaku. Mungkin suatu saat, ketika aku telah berhasil mengganti uang itu. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu lagi, ayah… ibu…kaulah semangatku…
Itulah sepenggal kisahku, semoga kisahku ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa kepercayaan yang telah orangtua kita berikan hendaknya kita jaga dengan baik. Tak lupa pula, orangtua kita, merekalah yang senantiasa menyayangi kita entah bagaimanapun keadaan kita. Untuk itu, jadikanlah orangtua kita sebagai semangat membara untuk segala sesuatu yang kita jalani dalam kehidupan ini. Ingatlah mereka, orangtuamu…
Ayah… ibu… kaulah semangatku….

BY: SANDRA

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih