Lambaian
dedaun yang rumpun mengiringi kicauan burung nan merdu. Tidak terpatri lelah
dari sang surya menyebakkan keharmonian
nada dunia. Matahari merona kemerahan bag gadis mendapat pinangan lelaki
yang didambakan, makin menghilang meninggalkan ku di kebingungan sendiri yang
menyesakkan dada. Hingga butiran kecil muncul di kegelapan langit yang
menunjukkan Kebesaran Sang Pemilik Yang
Esa. Tinta pena yang telah terhenti sejak siang
hari menambah surut hasrat
untuk melakukan apa yang telah diberikan kepadaku. Siang itu seusai
sekolah, saya dipanggil oleh seorang guru matematika,Pak Paijo namanya,aku
diminta untuk mengikuti sebuah lomba
olimpiade Kimia tingkat kabupaten di Kabupaten
Tulang Bawang Provinsi Lampung.
Aku merasa tidak yakin akan kemampuanku dan merasa marah
pada Dinas Pendidikan Kabupaten
Tulang Bawang. Tertatih-tatih ku berjalan dalam perjalanan pulang kerumah
memikirkan penawaran tersebut, yang sebenarnya itu bukan sebuah penawaran,
tetapi perintah dari sekolah untuk mewakili Sma Negeri 1 Tumijajar dalam ajang
olimpiade yang dilaksanakan setiap satu kali dalam setahun di seluruh
Indonesia. Masih terbayang kenangan masa lalu, jika hal itu terjadi kembali
“apakah aku akan menyukai Kimia?” seperti semangat ku yang luntur akan belajar komputer.
Ketidakpercayaan diri muncul, banyak sekali pertanyaan yang terpendam “apakah
aku bisa”, “bukankah kimia itu sulit”, “pasti nanti banyak perhitungan yang
menyulitka”, “kenapa harus aku?”.
Bantal
guling selalu menemaniku dalam akan ketidakpercayaan diri. Ibundaku pun
mengetahui atas kegundahan sang buah hatinya, bunda sangat berharap kepadaku
untuk mengikuti olimpiade tersebut. Benarlah jika bunda sangat berharap karena
bunda pun seorang guru kinia di SMA Negeri 1 Tumijajar tempatku menuntut ilmu.
Banyak sekali isu yang berkembang mengenai kami, “jelaslah jika nilai kimianya
besar, ibunya kan guru kimia”, “hah,, gx salah jika dia mendapat juara kelas,
dia kan gampang untuk menyogok guru”. Isu-isu itu pun tak hilang meskipun ku
telah menjelaskan kepada mereka. Akupun memang kerap bersama ibunda dan
kedekatan itupun terjadi ketika berangkat bersama dari rumah dan saat akan
pulang karena aku membawa motor dan menggoncengkan Ibu, terkadang aku pun
menungguinya jika beliau rapat.
Kisah
ini merupakan cerita lama karena terjadi juga saat kakak masih di SMA dan kakak
juga ditunjuk mengikuti olimpiade kimia tingkat kabupaten karena prestasinya
yang gemilang. Sejak SMP kakak ku selalu mendapatkan juara umum di sekolah,
begitu juga saat SMA ia selalu mendapat juara umum dengan nilai yang
membanggakan. Dari kecil kakak terbilang anak yang cerdas, ia jarang terlihat
belajar di rumah namun prestasinya disekolah selalu unggul. Menghempas isu itu,
kakak belajar keras, ia sangat semangat dalam belajar dan sangat menghargai
ilmu yang ia dapat dari gurunya, bahkan ia tidak malu untuk meminta bimbingan
oleh teman yang pintar dalam pelajaran fisika dan matematika karena ia merasa
lemah dibidang tersebut meski nilai matematika dan fisikanya termasuk tinggi,
ia menghargai ilmu yang dimiliki temannya tersebut. Isu itu pun menghilang
sampai pada saatnya kakak membuktikan prestasinya menjadi juara 1 olimpiade
kimia tingkat kabupaten dan disusul lagi dengan kegemilangannya yang mendapat
juara 1 olimpiade tingkat Provinsi Lampung serta dikirim menjadi peserta
olimpiade kimia tingkat nasional sebagai wakil dari Provinsi Lampung yang
diselenggarakan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kini ia pun telah menjadi
seorang dokter.
Kenyataannya aku tidak pernah menjadi murid
Ibuku di sekolah, hanya sahabat-sahabat dekatku lah yang mengerti dan kebetulan
sahabat-sahabatku pun sering mendapat juara kelas dan diikutkan dalam
lomba-lomba seperti itu. Ketika dirumah pun aku jarang bertanya perihal kimia
kepada ibu, jika aku menemukan soal yang sulit barulah ku meminta untuk
dijelaskan olehnya. Ketidakpercayaan diri muncul bukan hanya karena pembicaraan
teman, tetapi juga karena melihat prestasi kakak yang gemilang membuatku
berfikir ulang “apakah ku bisa
melakukannya?”. Aku pun mencari kepercayaan diri dengan berbagai cara karena
kepercayaan diri itu tidak muncul dengan sendirinya tanpa kita yakinkan hati
kita bahwa kita bisa. Kepercayaan diri juga bisa berasal dari orang-orang di
sekitar kita. Semangat-semangat itu pun datang dari ibu, kakak dan
sahabat-sahabat ku serta guru yang notabene nya lebih tahu dibanding yang lain
tentang belajarku di dalam kelas.
Percaya
diri dan semangat tersebut dapat runtuh ketika orang lain mengejek dan memutuskan
semua yang telah kita peroleh. Pemilihan untuk menjadi peserta olimpiade bukan
kali pertama yang saya dapatkan. Olimpiade yang saya terima ini merupakan
olimpiade kedua setelah tahun pertama di kelas X SMA Negeri 1 Tumijajar. Saat
kelas X saya pun pernah diikutkan dalam
olimpiade komputer, padahal untuk siswa kelas X mengikuti olimpiade tersebut
kurang mungkin berhasil. Saya sangat bersemangat ketika ditunjuk sebagai salah
satu dari tiga orang yang diminta mewakili sekolah. Kedua orang lainnya yaitu Septa
Cahya Dinia kelas X.2 dan Astri dari kelas XI. Pendapat tersebut tidak
menyurutkan semangat belajarku untuk meraih juara dan akhirnya saya mendapat
juara ketiga sedangkan juara pertama diperoleh SMA Negeri 2 Menggala dan juara
kedua diperoleh teman saya sendiri yaitu Septa Cahya Dinia. Kita telah
membuktikan bahwa meskipun masih kelas X, kita bisa menjadi juara.
Semanagt
belajar terus membara hingga akhirnya runtuh oleh sebuah keputusan. Dinas
Pendidikan setempat memutuskan bahwa mengirim tiga juara teratas tetapi hanya
mengambil satu peserta dari satu sekolah meskipun sekolah tersebut mendominasi
ketiga tingkatan juara. Harapan menjadi peserta olimpiade tingkat provinsi
menghilang, Septa lah yang di kirim untuk menjadi peserta olimpiade tersebut
bersama peserta yang mendapatkan juara pertama karena ia mendapat juara yang
lebih tinggi dibandingkan aku. Kabupaten Tulang Bawang mengirimkan tiga peserta
ke tingkat provinsi, namun mirisnya aku tidak ada dalam barisan pejuang
tersebut. Peserta yang mendapat juara lima lah yang maju untuk mewakili
kabupatenku. Seharusnya itu adalah aku bukan dia karena akulah yang mendapatkan
juara ketiga. Aku yang satu sekolah dengan Septa pun harus menerima kenyataan,
“menapa aku harus mengikuti lomba tersebut?”, “mengapa harus aku yang menjadi
korban?”, “mengapa aku sangat berharap?” . Pihak sekolah kami pun memberikan
pendapat, namun tidak dihiraukan kare itu sudah menjadi keputusan.
Sejak
saat itulah semangat ku mulai luntur untuk mengikuti ajang lomba selanjutnya.
Bag elang gagah terbang di sebuah
badai yang membuat ssayapnya lelah
mengepak dan perlahan mulai goyah, namun elang
tidak akan patah untuk terus
menembus badai mancari alam ynag permai di luar sana. Aku
tidak ingin kalah hanya dengan kejadian tersebut seperti elang gagah
yang merajai udara, aku pun menemukan semangat baru untuk terus belajar dan
berusaha mendapatkan yang terbaik meski ku mengetahui bahwa pendidikan di
daerahku tidak sebaik pendidikan di kota.
Persiapan
sudah sedikit matang meski tanpa ada seorang guru yang membimbingku saat
belajar, namun ku yakin ku pasti bisa meraih juara. Guru kimiaku tidak
sedikitpun membimbingku untuk mempersiapkan ajang olimpiade yang terselenggara
setiap tahun. Aku belajar dari lembaran soal-soal olimpiade kimia tahun sebelumnya
yang diberikan oleh ibundaku. Disini ibunda tidak memiliki wewenang untuk
mengajariku karena wewenang diberikan kepada guru kimiaku. Ketika ku
mendapatkan soal yang tidak bisa mengerjakannya, barulah aku bertanya pada
ibunda.
Bulan
akan selalu menemani bintang di malam yang gelap dari
sinar untuk memberikan cahay bagi kehidupan malam. Perumpamaan yang menggambarkan seorang
ibu yang
selalu ada di sekitar buah hati. Ibunda
sangat membantuku dalam
persiapan baik dari mencarikan
cotoh-contoh soal sampai mengajariku.
Seorang
yang yakin akan kemampuannya akn membuatnya selalu semangat dalam belajar dan
bekerja. Aku lupa hari ketika ku menjadi peserta olimpiade kimia tingkat
kabupaten, jelasnya aku berhasil memperoleh juara kedua dengan selisih skor 1
dari juara pertama. Hal yang memuaskan lagi ketika ku mendapatkan kabar bahwa
aku menjadi peserta olimpiade kimia tingkat provinsi mewakili Kabupaten Tulang
Bawang karena dari pihak sekolah hanya mengirimkanku sebagai perwakilan.
Tindakan sekolah tersebut didasari pada pengalaman sebelumnya. Orang tuaku merasa bangga akan prestasi yang
diperoleh anak-anaknya.
Kehidupan
bukanlah sebuah aturan yang tidak bisa ditaklukan, atau sebuah misteri yang
tidak bisa di tebak, tetapi kehidupan adalah hasil torehan yang secara sadar
atau tidak telah kita goreskan, maka goreskanlah suatu kebaikan. Perjalanan
tidak berhenti sampai di sini, masih banyak cerita yang menorehkan fase zigzag
akan semangat, kepercayaan diri, dan belajar dengan giat. Pagi yang dingin
menyelimuti kegelapan menusuk hingga tulang menambah rasa tegang saat mobil
melaju menembus kesunyian. Kami berangkat pukul 04.00 WIB menuju Hotel
Nusantara yang terletak di daerah
Lampung Selatan dengan perjalanan kurang lebih selama 4 jam dari
sekolah. Ac mobil yang selalu hidup membuatku bertambah menggigil karena ku
tidak bisa berada di tempat yang berAC, namun aku kuatkan sampai tujuan.
Hotel
Nusantara telah menanti puluhan manusia perubah
peradaban dari berbagai bidang
ilmu untuk mengikuti olimpiade tingkat provinsi wilayah Lampung. Tidak hany
kimia, tetapi juga dari bidang ilmu lain seperti fisika, matematika, komputer,
biologi, astronomi, dan lainnya. Setibanya disana aku merasa bahwa aku tidak
ada apa-apanya dibandingkan anak-anak kota dengan kacamata yang tebal, gaya
keren, kulit putih, pembimbing yang oke punya, orang tua denag kendaraan yang
mahal. Aku yakinkan hati ini agar seperti elang yang berharap jauh lebih baik,
aku ke sana dengan sebuah tujuan yang jelas.
Semalam
istirahat adalah waktu yang cukup untuk membuat badan ini kembali segar.
Hamburan manusia memenuhi ruang breakfast
yang telah disediakan oleh panitia.
Berbagai hidangan membuat perut menjadi berisi, makanan dicerna secara kimiawi
maupun mekanik di dalam tubuh dan di alirkan ke seluruh tubuh melalui darah
untuk memberikan asupan gizi pada otak agar otak dapat bekerja secara maksimal
saat mengerjakan soal. Peserta memasuki ruangan sesuai dengan bidangnya
masing-masing, begitupuun aku. Soal yang begitu sulit membuat kepalaku seolah
akan meledak bagai bom denagn puing yang akan
membanjiri ruangan.
Aku
tidak yakin aku akan menjadi juara karena usaha yang aku lakukan kurang
maksimal dan ini semua merupakan kesalahanku. Seperti yang telah disebutkan di
awal bahwa kehidupan adalah hasil torehan yang telah kita goreskan. Ketika aku
menggoreskan dengan tinta yang berkualitas kurang, maka torehan tersebut tidak
bisa terbaca. Tinta itu merupakan usaha yang telah kita lakukan. Tidak
selamanya apa ynag kita inginkan menjadi sebuah kenyataan, namun bagaimana
sikap kita untuk merima kenyataan adalah penting adanya. Aku pun menyadari
bahwa kita tidak bisa egois akan harapan kita, karena harapan harus sesuai
dengan kemampuan dan kemampuan itu harus kita bentuuk sedini mungkin. Kita
tidak bisa berjalan sendiri, teman, saudara, guru, keluarga bahkan musuh pun
sangat membantu dalam meraih kesuksesan. Musuh adalah pengkritik yang secara
tidak sengaja ia menginginkan melihat kita mennjadi lebih baik, jadi musuh yang
sebenarnya adalah diri kita sendiri karena kita lah yang membuaut hidup iini
lebih bermakna autau tidak.
Keyakinan
itu dibenarkan oleh sebuah pengumuman hasil olimpiade tingkat provinsi yang ada
di jejaring situs maya. Aku tidak akan menyerah sampai disini. Ketika ada tes
pemilihan peserta untuk ajang lomba bedah UUD 1945 tingkat provinsi dari setiap
kabupaten pun aku mengikutinya. Setidaknya meski aku tidak lolos, tetapi aku
tidak melewatkan sebuah kesempatan yang berharga. Semangat belajar dan
kepercayaan diri itulah yang mengantarkanku pada sebuah kesuksesan, tetapi
tetap Allah SWT yang mentakdirkannya dan kita harus selalu bertawakal kepada-NYa. Kita adalah makhluk Tuhan yang
diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya, dan hanya Allah SWT saja lah yang
secara utuh patut di sembah dan dimintai banyak permohonan melalui kekuatan
doa. Firman Allah SWT:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat:56)
Belajar dan berusaha menjadi lebih baik adalah
sebuah ibadah. Allah SWT mencintai orang yang beriman dan berilmu karena dengan
ilmu kita akan mengetahui jalan dan dengan agama kita kan lurus, hal itu lah
yang selalu di tanamkan oleh kedua orang tua ku untuk selalu bersikap seimbang
(tawazun) terhadap dunia dan akhirat.
Akhirnya
aku lolos dan menjadi salah satu peserta dari 10 peserta dalam satu kelompok
mewakili Kabupaten Tulang Bawang. Kami pun menyempatkan pertemuan sebagai
persiapan dalam intensitas dua kali per pekan. Lomba bedah UUD 1945
diselenggarakan di seluruh provinsi di Indonesia. Juara dari setiap provinsi
akan bertanding kembali di tingkat nasional diselenggarakan di Gedung MPR RI
dengan di hadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla serta Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.
Ketika
bisa mengikuti lomba tersebut aku pun sudah bangga, apalagi jika aku bisa lolos
mewakili Provinsi Lampung ditingkat nasional. Kesempatan tersebut belum hadir
sehingga kita belum bisa menjadi juara, tidak menjadi masalah ketika kita sudah
berusaha karena kami pun mendapatkan teman baru, pengalaman, ilmu, dan masuk TV
(suatu hal yang wajar). Kenangan-kenangan belajar kehidupan bersama teman
adalah hal yang sangat menyenangkan. Dunia pasti berputar dengan roda diperkuat
dalam medan yang tidak menentu.
Melangkah
terseok melewati jalan yang berbatu memperkuat kaki ini menerima kehidupan.
Jauh di dunia lain mereka berharap kedatangan kita, berlari berlomba meraih
dunia mereka dengan segenap kemampuan
tanpa mengharapkan keduniaan yang fatamorgana untuk merubah peradaban
seperti yang telah Allah SWT yakinkan bahwa kitalah khalifah di muka bumi
meskipun tangan ini selalu menumpahkan darah dan untaian keburukan. Setiap
waktu adalah kerugian nyata jika kebangkitan tidak berdiri merentas keburukan.
BY: TRIEA
0 komentar:
Posting Komentar