Orang Tua, Kebanggaanku



Awalnya aku iri padamu kawan. Aku iri pada semua anak di dunia yang memiki orang tua yang menyangi anaknya dan selalu ada waktu untuk keluarganya. Bisa mengobrol dangan ayah itu pasti asyik. Atau bisa curhat pada ibu juga pasti lebih melegakan daripada curhat kepada teman.
Tetapi tidak dengan orangtuaku. Ya, orangtuaku. Mereka adalah manusia super sibuk. Kedua orang tuaku sudah terbangun jauh sebelum fajar terbangun, kira-kira sekitar pukul 02.00. mereka bangun di waktu itu untuk memulai mencari harta dunia. Memang aku bangga dengan semangat kedua orang tuaku dalam mencari materi untuk menafkai keluarga, namun yang tak aku sukai yaitu, karena mereka keasyikan dalam mencari materi, mereka menjadi akan tugas dan kewajiban lain mereka sebagai orang tua. Mereka melupakan aku dan adikku, seharusnya aku dan adikku sebagai anak tak cukup dengan terpenuhinya materi, namun kami juga butuh yang lan. Ya…, kami juga butuh rasa kasih sanyang serta simpati dari kedua sosok orang tua.
Tahukah kamu kawan?? Kedua orang tuaku pergi pukul 2 malam dan pulang ke rumah paling awal pukul 04.30 sore. Tak jarang juga mereka pulang sampai larut malam, dan kejadian ini berulang setiap harinya. Sesampainya mereka di rumah, waktu yang ada mereka gunakan untuk beristirahat. Dan jika dipikir-pikir hanya di waktu itulah aku dan adikku dapat menatap wajah kedua orang tuaku. Pernah suatu hari aku tidak sempat melihat sosok kedua orang tuaku dikarenakan pada waktu itu kedua orang tua belum pulang sedangkan aku yang merasa kelelahan terpaksa tidur sedikit lebih awal. Dan hingga aku terbangun di pagi harinya kedua orang tuaku juga sudah tidak ada lagi di rumah. Hal itu tidak terjadi sekali ataupun dua kali namun kerap sekali.
Kawan, sakali lagi kukatakan padamu, aku ini remaja labil. Aku butuh seorang yang bisa membuat aku tertawa dan melupakan tumpukkan tugas dan pr dari sekolahku untuk beberapa saat. Namun pada waktu itu aku tidak bisa merasakan moment-moment seperti itu. Yang paling aku khawatirkan adalah adikku. Adikku yang pada saat itu baru berumur 9 tahun harusnya selalu mendapatkan rasa kasih sayang serta perhatian dari sosok ibu maupun ayah. Dan itu pasti akan mempengaruhi perkembangan terhadap psikologinya.

Ow ya, waktu itu juga ada kejadian yang sangat membuat adikku sedih sekali. Tepatnya ketika ujian telah selesai dan hari itu adalah hari di mana pembagian nilai raport. Di sekolah adikku, pagi itu cukup ramai karena para orang tua diundang untuk mengambil raport anak-anaknya. Dan di saat itu hanya adikku yang masih sendiri menanti kedatangan sosok dari salah satu orang tuaku. Jauh-jauh hari adikku sudah sempat memberi kepada ayahku akan undangan itu, dan ayah pun telah berjanji untuk hadir mengambilkan raport adikku. Setelah lama menunggu, akhirnya tibalah waktunya nama adukku yang dipanggil oleh gurunya untuk menerima raport, dan sambil menahan rasa sedih di mukanya ia berlari menuju meja guru dan mengambil raportnya sendiri. Gurunya pun terkejut karena semua dari raport murid-muridnya diambilkan oleh orang tuanya dan hanya adikku yang mengambil sendiri. Sesampainya di rumah yang kebetulan pada hari itu aku sudah libur sekolah, terlihat muka murung adikku. Lalu aku pun melihat nilai yang ada di raport adikku, aku pun terheran karena nilai-nilai adikku lumayan memuaskan namun dalam hatiku bertanya “apa yang sedang terjadi dengan adikku?”. Dan setelah aku Tanya, ternyata adikku sedih bukan masalah dengan nilai ataupun lainnya, namun karena ia merasa apa yang ia dapat dari sosok orang tua berbeda dengan teman-teman lainnya. Ya.., ia berbeda karena kurang mendapatkan perhatian dari sosok orang tua.
Ya, aku iri padamu kawan. Sampai suatu saat ketika sebentar lagi umurku akan merubah statusku. Dari remaja menjadi dewasa. Sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesis. Kira kira berapa umurku saat itu? Yap. 16 tahun kawan.
Saat itu, saat aku berusia 16 tahun. aku bicara dengan ayah dan ibuku. Kali ini kami saling menatap wajah, aku mengobrol banyak hal pada mereka. Aku tanyakan semua pertanyaan yang selalu kupendam selama ini. Rasanya nyaman kawan. Nyaman sekali rasanya bisa mengobrol dengan ayah dan ibu, tetapi, walaupun aku senang, saat itu aku melihat wajah ayah dan ibuku dengan seksama. Kau tau kawan? Mata mereka kini tidak lagi cerah seperti dulu, matanya menyiratkan kelelahan, kulit mereka tidak lagi segar, kini mulai tumbuh keriput keriput kecil di sisi mata kanan dan kirinya.
Ya Allah, saat itu aku berpikir… apakah wajah kelelahan itu untukku? Ya kawan, semuanya untukku. Setiap hari mereka berjuang untukku, berjuang agar aku bisa sekolah dan menabung untuk uang kuliahku. Dan karena aku tidak menyadari semua itu, aku biarkan ayahku mengambil rapor sekolahku dengan nilaiku yang tidak memuaskan. Tapi apa katanya kawan? “tak apa apa nak, masih ada semester depan, belajarlah yang rajin ya” ya, itulah yang ia katakan. Ia selalu memotivasiku.
Maka pantaskah aku berharap untuk dibuat tertawa oleh mereka? Pantaskah aku jejali hari hari melelahkan mereka dengan cerita ceritaku yang membosankan? Seharusnya aku yang membuat mereka bahagia dan membuat mereka tertawa. Ya, aku seharusnya berpikir lebih dewasa. Ayah, ibu, maafkan aku.
Dan detik itu juga kawan, aku tidak berpikir bahwa aku iri padamu, tapi aku bangga karena aku punya orangtua terbaik di dunia ini.
Sekarang, mungkin kedua orang tuaku tidak mengetahui apa yang sedang aku lakukan di kota yang tak setempat dengan mereka ini. Namun ketika aku pulang kampung kedua orang tuaku hanya sering berpesan bahwa aku harus menjadi anak yang dapat membanggakan orang tua. Kini tinggal aku yang harus membalas jerih payah kedua orang tuaku. Dan pesan orang tuaku itu pun selalu akan aku ingat. Aku harus berprestasi, baik di bidang akademik maupun non akademik, karena suatu saat nanti aku ingin mendengar kalimat, “Nak…, Ayah dan ibu bangga padamu.” dari lisan kedua orang tuaku.

BY: LUTFI

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih