FROM “KUPER” TO SUPER



Saya adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara, lahir di sebuah desa yang ramai nan permai, di rumah seorang bidan, pada tanggal 18 Oktober 1992 tepatnya di Desa Labuhan Ratu 1 Kecamatan Way Jepara Lampung Timur. Sejak kecil, saya memiliki pengalaman tidak menyenangkan, baik itu dengan orang tua, teman, maupun lingkungan masyarakat. Saya adalah anak yang pendiam ketika kecil, sering sakit-sakitan, dan sering dimanfaatkan teman karena saya terlalu penurut dan tidak tegas. Tetapi krisis terbesar dalam diri saya adlah krisis percaya diri. Perjalanan pencarian jati diri saya dimulai ketika saya menginjak Sekolah Dasar. Semasa SD, saya sering menjadi sasaran empuk dalam permainan olahraga, kasti misalnya. Masa-masa ini tidak bisa dikatakan buruk bagi saya, namun tidak bisa pula dikatakan masa-masa bahagia bagi dunia anak-anak, karena saya juga memiliki masalah keluarga yang cukup pelik.
Di usia 12 tahun, saya belum bisa mengendarai sepeda, sedangkan teman-teman saya yang lain bahkan sudah belajar mengendarai sepeda motor. Akhirnya saya meminta dibelikan sepeda kepada kedua orangtua saya. Setelah memiliki sepeda pun saya masih harus belajar di rumah teman saya, jatuh berkali-kali sampai meninggalkan bekas luka yang masih belum hilang sampai sekarang, maklum pada saat saya berusia 5 tahun saya memiliki pengalaman tidak menyenangkan dengan sepeda, karena kaki kiri saya pernah masuk jeruji sepeda ontel hingga ada “bekas” pengalaman di kaki kiri saya yang lumayan lebar. Saya benar-benar bisa mengendarai sepeda kelas VIII SMP. Sejak saya bisa mengendarai sepeda saya dan teman-teman saya suka mengunjungi tempat-tempat yang jauh, sawah, dan tanah lapang yang saya sebut lapangan golf (yang sebenarnya adalah danau yang kering di musim kemarau). Bila musim penghujan, tempat itu menjadi sangat indah, terlebih ketika senja, saat matahari mulai tenggelam, benar-benar tempat yang cocok  untuk mencari ketenangan. Saya dan teman-teman juga pergi ke tempat-temapat bagus yang belum pernah kami kunjungi sebelumnya, sawah sengkedan di daerah desa Braja Indah, memancing ikan di kolam kecil dekat sawah, serta menyeser di bawah pintu air saat kemarau untuk mencari “krece” atau kerang air tawar.
Saya teringat akan kejadian dimana saya menjadi pembawa acara upacara setiap hari senin, waktu itu kelas saya yang menjadi petugasnya. Pada saat upacara berlangsung, saya melakukan banyak kesalahan, kesalahan pertama yang saya lakukan pada waktu itu adalah lupa membacakan tugas paduan suara  menyanyikan lagu mengheningkan cipta, kemudian kesalahan beruntun  karena saya sering mengucapkan “eh”, “ah”, dan “lho”. Saya sangat malu atas kejadian waktu itu. Namun ketika kelas saya mendapat jadwal untuk menjadi petugas upacara, saya terpilih kembali menjadi pembawa acara, waktu itu saya menolak, tapi akhirnya saya menerima karena teman-teman saya yang lebih mumpuni telah menempati tugas lain yang tak kalah pentingnya. Belajar dari kesalahan pertama, saya berusaha keras agar tidak memalukan pada saat hari H nanti. Saya berlatih di depan kaca, bahkan pada saat jam pelajaran berlangsung, di kantin, dan tempat-tempat lain yang bisa membuat saya fokus. Akhirnya saya mampu sedikit lebih baik  di bidang pembawa acara, saya berlatih di setiap ada kegiatan upacara. Seiring berjalannya waktu, saya yang dulunya pendiam dan tidak cekatan, belajar dari setiap kesalahan, mengembangkan kemampuan saya, hingga akhirnya saya mulai mengenal dan membuka diri pada dunia luar yang lebih luas, menginjak memasuki SMP. 

Saat saya duduk di kelas VII  SMP, saya mulai menjajaki berbagai pengalaman hidup, dimulai dari menjadi ketua kelas, menjadi anggota PMR, dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tari, pengalaman-pengalaman yang belum pernah saya alami sebelumnya. Ditengah peliknya masalah keluarga, saya memilih melakukan banyak kegiatan di luar rumah, bermain, mengejakan PR, les, dan sebagainya. Pada masa-masa ini, saya yang tadinya pendiam dan kuper,  karena dipaksakan keadaan dan tidak ingin mengingat masalah keluarga, saya mengalihkan kesedihan saya di luar rumah, mencoba segala hal, namun masih dalam batasan normal dan wajar.
Sejak kecil, saya terbiasa menghadapi masalah sendiri, baik itu dengan memendam di hati maupun menceritakan kepada teman. Saya pun tumbuh menjadi anak pendiam dan keras kepala. Sifat itu mulai berkurang ketika saya meluapkan emosi saya kepada alam, berteriak di sawah, melakukan banyak kegiatan, berkemah, dan sebagainya. Sewaktu saya menjadi anggota PMR, saya dan teman seorganisasi itu merupakan angkatan pertama PMR MADYA SMPN 1 WAY JEPARA, saya belajar banyak hal: mulai dari melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), tindakan pertama pada patah tulang, pelipis robek, memberikan CPR, menolong korban bencana, membersihkan luka, dan masih banyak lagi. Pengalaman paling mengesankan adalah ketika uji stamina, dimana pada saat itu kami harus berjalan kaki dari sekolah menuju Gunung Sringgit, sekitar 30-35 km. Rasa lelah terobati dengan pemandangan menakjubkan dari atas gunung, karena kami dapat melihat seluruh wilayah Way Jepara dari atas.
Pengalam tak kalah seru lainnya adalah ketika saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tari. Tubuh saya yang kaku dilatih untuk sedikit lemas, karena pelatih tarinya adalah guru matematika sekaligus wali kelas saya. Disini saya belajar budaya Lampung melalui tarian, namun saya juga belajar tari kreasi jawa, saya tidak boleh melupakan dari mana saya berasal. Walaupun saya kelahiran Sumatera, khususnya Lampung, namun orangtua saya tetap mendidik saya agar  tidak melupakan tradisi, budaya, maupun kromo jawa. Tarian yang saya pelajari antara lain: Tari Sigegh Penguten (Lampung), Tari Sesonderan (Jawa), Tari Kijang (Jawa), Tari Melinting (Lampung), dan beberapa tari lainnya. Berkat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut, saya sudah tampil dalam berbagai acara sekolah hingga tingkat kabupaten sebanyak 4 kali, setelah itu saya berhenti dari kegiatan itu. Sejak SD saya diajarkan bahasa Lampung, dan hingga saat ini huruf dan aksen Lampung masih saya ingat, mungkin karena sudah terbiasa. Teman-teman sekelas saya pun beragam, sedikit banyak saya paham bahasa palembang, sunda, dan padang karena lingkungan tempat tinggal saya sangat majemuk. Bukan hal yang aneh jika masyarakat di desa saya fasih dalam beberapa bahasa daerah.
Pengalaman berikutnya yang juga mengesankan bagi saya adalah ketika menjadi anggota marching band SMPN 1 WAY JEPARA. Saat itu saya tidak dipilih berdasarkan sistem gugur atau kualifikasi, namun saya hanya menggantikan teman saya di posisi flag karena ia pindah sekolah ke Bandar Lampung. Pengalaman di grup marching band ini membuat saya mengenal pergaulan luas, lingkungan yang semakin beragam, serta kenalan baru yang lebih banyak pula. Banyak hal yang saya pelajari dari kegiatan ini, antara lain: menggunakan flag marching band, membunyikan senar serta flute. Penampilan marching band sekolah kami dipentaskan pada saat upacara Peringatan HUT RI ke-60. Sayangnya pada saat itu kedua orangtua saya tidak dapat hadir karena sedang berada di Jakarta, memperingati HUT RI ke-60  di Istana Negara bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ayah saya adalah seorang Kepala Desa yang pada saat itu desa saya memenangkan juara 1 Lomba Desa tingkat Provinsi sehingga mendapat kesempatan untuk mempresentasikan karya sekaligus diundang pada upacara peringatan tersebut. Suatu hal yang membuat saya bangga, namun juga sedih karena ayah saya kurang mengetahui kegiatan dan prestasi saya di bidang ekstrakurikuler. Setelah selesai dari kegiatan itu, saya pun memilih untuk berhenti karena saya memilih untuk memakai jilbab, salah satu keputusan besar yang saya lakukan.
Berjilbab awalnya merupakan hal yang sangat sulit bagi saya.  Pada awal masa hijrah saya berjilbab, banyak sekali tantangan, godaan, dan kesulitan yang saya hadapi. Saya merasa semua tingkah laku saya terbatasi oleh aturan agama, khususnya citra seorang muslimah yang belum saya miliki secara utuh, karena walaupun saya sudah berjilbab namun kelakuan saya masih tidak jauh berbeda ketika saya belum berjilbab. Hingga sampai pada satu titik jenuh dimana saya hampir menyesali keputusan besar itu, seorang sahabat saya mengingatkan dengan lembut, “Jilbab bukan untuk membatasi, tetapi untuk melindungi”. Kata-kata itu bagaikan sebuah jawaban dari Allah swt yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada diri saya. Saya pun mulai bangkit kembali dari titik jenuh itu. Namun kesulitan lain datang menghampiri, ketika keluarga saya kurang menyetujui saya berjilbab, karena menganggap saya terpengaruh aliran islam yang ekstrim. Sebelum berjilbab saya memang mengikuti kegiatan liqo’ atau mengaji bersama ditutori oleh seorang akhwat yang bernama Mbak Soleha atau yang biasa saya panggil Mbak Leha. Namun yang saya ambil dari kegiatan itu bukanlah islam ekstrim seperti yang diduga keluarga saya, justru saya belajar tentang keterkaitan alqur’an dan ilmu pengetahuan, film-film Harun Yahya, tajwid,sirah nabawiyah, kaum intelektual islam dimana mengajarkan bahwa semakin kita berilmu, kita akan tahu siapa diri kita, dan siapa Tuhan kita.
Kesulitan lain yang saya hadapi adalah masalah pakaian, orangtua saya membelikan berbagai macam pakaian bagus dan mahal, hampir semuanya terkesan trendy, namun ketika tahu saya sudah berjilbab, ketika saya disuruh untuk mengenakan baju ketat dan jeans namun tetap berjilbab, saya tidak setuju. Bukan karena saya tidak suka bajunya, juga bukan karena saya tidak ingin memakainya, namun karena saya tidak suka atau kurang nyaman bila memakainya. Pinggul saya sering memar karena memakai jeans, serta perut saya lebih tidak nyaman lagi menggunakan jeans pada saat sholat, karena jeans itu menekan perut dan rasanya sakit. Terlebih lagi, saya adalah tipe orang yang suka bergerak bebas. Bila dihadapkan pada pilihan mana yang akan saya pilih antara jeans dan celana training, saya memilih celana training karena membuat saya lebih nyaman untuk bergerak. Saya pernah menegnakan jeans untuk sekedar gaya agar terlihat tidak ketinggalan zaman oleh teman-teman saya, namun akhirnya saya menyerah. Saya tidak ingin mengenakan pakaian yang tidak membuat saya nyaman. Saya ingin menjadi diri saya sendiri. Akhirnya sampai sekarang, jeans-jeans itu hanya menghiasi lemari kamar saya tanpa pernah saya mengenakannya lagi, hingga saya kuliah.
“Siapa bilang berjilbab tak berpola pikir maju, agamis, kuno, dan tak mengenal perkembangan zaman? Kita bisa membuktikannya dengan prestasi”, kalimat itu menjadi cambuk bagi diri saya untuk membuktikan kepada kedua orang tua saya khususnya bahwa jilbab bukanlah penghalang untuk berprestasi dan berpikir maju. Alhasil, saya berhasil dengan menjadi juara 3 untuk lomba Pidato Bahasa Inggris dan juara 2 untuk lomba yang sama tingkat kabupaten, serta kontingen siswa SMP untuk Lomba Pidato Bahasa Inggris untuk tingkat provinsi, menjadi tim nasyid sekolah, serta dirigen kelompok Paduan Suara SMPN 1 Way Jepara memperingati HUT RI ke-61. Akhirnya setelah sekian lama keluarga saya dapat menghormati dan menerima keputusan saya.
Menginjak SMA, pengalaman saya juga mulai bertambah. Kelas X, saya diterima masuk kelas khusus angkatan pertama SMAN 1 Way Jepara, dimana kelas ini dibina oleh guru untuk selanjutnya diarahkan masuk perguruan tinggi tanpa tes. Walaupun terdapat konflik mengenai adanya kelas ini, namun sekolah berkeyakinan bahwa 2 tahun lagi semua kelas akan memiliki fasilitas yang sama dengan kelasku dulu. Benar, lulus tahun 2010, ketika kembali dari perantauan untuk menuntut ilmu, ada perubahan pesat pada sekolah saya. Semua kelas memiliki fasilitas yang sama dengan yang kami dapatkan dulu.
Kegiatan yang saya ikuti pada saat kelas X SMA antara lain: olimpiade Biologi, English Club, Gemara (Gema Paduan Suara), dan ROHIS. Prestasi yang berhasil saya raih adalah menjadi juara 3 Lomba Reading Poetry tingkat Provinsi Lampung, juara 2 LCT TAP MPR & UUD’45 seleksi kabupaten, dan Vokal grup Oryza Sativa  dalam acara PEKSIPEL (Pekan Seni Pelajar Lampung). Menginjak kelas XI SMA, saya berorganisasi di English Club sebagai sekretaris, Sie Keputrian ROHIS, dan bendahara Gemara. Pada saat itu,tidak bayanyak prestasi yang berhasil saya torehkan. Saya keluar dari olimpiade Biologi dan beralih ke KIR. Minat saya berubah pada kegiatan penelitian. Saya mengikuti berbagai ajang Karya Ilmiah tingkat provinsi maupun nasional, tapi karya tulis saya selalu ditolak, gagal dalam berbagai event perlombaan menjadi hal yang banyak saya alami di masa ini, namun teman-teman saya yang lain justru memuncak prestasinya yang membuat saya kagum, rata-rata teman-teman sekelas saya khususnya sudah menyumbangkan banyak piala dan medali. Namun hal itu tidak membuat saya berkecil hati, saya tetap bersemangat untuk terus maju dan berprestasi.
Menginjak semester Genap kelas XI, saya dan 9 rekan saya kembali mengikuti ajang LCT TAP MPR & UUD’45 tingkat provinsi dan berhasil meraih juara 2 tingkat provinsi. Kelas XII SMA awal semester ganjil, saya dan 2 rekan saya, Septiana Triyani dan Laras Rimadhani mengikuti Lomba Karya Ilmiah Populer IPB Pesta Sains Nasional 2009. Proses yang kami lalui dalam pembuatan karya ilmiah ini begitu sulit, rumit, serta mengorbankan banyak hal. Kami sempat menangis bersama karena penelitian kami tidak berhasil, sedangkan batas waktu pengumpulan sekitar 2 minggu lagi, namun kami tetap bertahan hingga akhirnya kami memiliki ide baru menegenai Sosis Daging Keong Mas sebagai Alternatif Sumber Protein. Mulai dari kesulitan mencari bahan, pustaka, hingga metode. Kami sering pulang larut malam karena lembur untuk membuat produk, berkali-kali produk yang kami buat tidak jadi, kami berusaha lebih keras lagi. Akhirnya jerih payah kami membuahkan hasil, karya tulis kami lolos 15 besar untuk dipresentasikan di IPB. Alhamdulillah kami pun berhasil meraih juaraa 2 LKIP pada event tersebut. Sebesar dan seindah apapun rencana kita, masih lebih indah rencana Allah untuk kita. Saya diterima di UNY setelah ditolak oleh Perguruan Tinggi yang saya minati. Serangkaian pengalaman hidup ini bukan untuk saya pamerkan pada khalayak, melainkan lebih pada keajaiban sebuah mimpi, berjalan dari proses yang panjang dan berliku untuk menentukan sikap dan pilihan hidup. Jika suatu hari nanti saya terpuruk, saya akan selalu ingat bahwa satu-satunya cara adalah bangkit, bartahan, dan berusaha untuk lebih baik lagi. 

BY: ASA

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih