Selamat
pagi, sahabatku. Pagi ku dengar suara-suara gemuruh namun rasanya begitu sepi. Tak
sengaja ku merenungi apa yang telah terjadi dalam hidup selama ini. Malu
sebenarnya aku menulis kalimat ini untuk kalian, sahabatku, karena kalimat yang
masih saja belum memberikan estitika bahasa. Tapi biarlah, aku tetap ingin
menyampaikan salam dan ucapan rinduku pada sahabat-sahabatku.
Hidup
itu sederhana dan seimbang. Ada terang ada gelap, ada panas ada dingin, ada
ramai ada sepi, juga ada datang dan tentu akan ada pergi. Kala itu ku ingat aku
bersama salah seorang temanku, Mia namanya. Kami sadang bercakap-cakap namun ku
lihat sebenarnya dia begitu gelisah. Awal aku sempat terpikir untuk menanyakan
kepadanya, namun urung ku lakukan. Lalu datang Mbak Dita, seorang kakak
angkatan yang memang dekat dengan kami. Kami ucapkan salam dan dia membalasnya.
“Mbak,
boleh aku bertanya?”, ucap Mia selanjutnya. Firasatku, dia ingin menanyakan apa
sedang membuatnya gelisah. Dan aku gusar, apa aku harus tetap disini.
“Mbak,
aku pergi dulu”, akhirnya ku putuskan untuk pergi dari sana. Tapi Mia
melarangku, dan dia mulai bertanya.
“Tanya
apa, Mia?”, tanya Mbak Dita.
“Mbak,
apakah aku salah kalau aku sedikit
tidak suka saat ada temanku yang berubah dan terus saja menjauh, padahal aku sudah
bersabar dan berusaha agar dia tidak menjauh?”, tanya Mia. Ah, ternyata itu, batinku.
“Kenapa
kamu tidak suka?” tanya Mbak Dita
“Ya...
karena dia terus saja pergi. Padahal sejak awal kami sudah menjadi teman dekat,
tapi lama-lama dia seperti tidak menghiraukanku”, ucapnya terbata.
Mbak
Dita tersenyum, kemudian memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegap dan
terlihat begitu serius.
“Mia,
kalau ternyata seperti itu yang kamu rasakan. Maka pasti ada yang salah
diantara kalian. Kenapa kamu harus marah ketika temanmu menjauh darimu?
Siapapun boleh berteman dengan semua orang. Apalagi jika dia masih memegang
teguh Islam, itu tidak jadi masalah.. kalau seperti itu, mbak takutnya kamu
berteman bukan karena Allah. Jangan sampai ada penyakit hati. Meskipun dia
menjauh, dia tetap temanmu. Mungkin memang dia sedang ada amanah yang lebih
menuntut dia untuk sedikit lebih jauh darimu, entah sebentar ataupun lama.
Tetaplah berpikir positif dan menjadi teman yang baik untuknya. Teman, ataupun
sahabat itu tidak pernah menuntut untuk mendapat perlakuan yang sama. Kamu
menyapa dia harus menyapa. Kamu mentraktir makan, dia harus mentraktir makan,
bukan seperti itu. Teman atau sahabat itu yang selalu ada kapanpun. Dan
bertemanlah karena Allah. Itu akan terasa lebih manis. Selalu menginngatkan
ketika lupa, bahkan mengingatkan meskipun sebenarnya ingat. Ketika dia mulai
butuh charge iman, meskipun dia jauh
bukan berarti kamu juga menjauhi temanmu. Seperti itulah berteman karena Allah”
Kami
berdua terdiam. Angin sepoi pun menyentuh kami seolah berusaha memberikan hawa
sejuk saat percakapan kami mulai tegang.
Seketika,
aku teringatt kalian, sahabatku. Aku cinta kalian karena Allah. Bagaimanapun,
kalian adalah sahabatku. Mohon maaf kusampaikan apabila selama ini ada saja
sikapku yang belum bisa membuatmu merasakan manisnya sebuah persahabatan. Semoga
dengan perjuangan kita selama ini, Allah berkenan mempertemukan kita di surga
Nya.
0 komentar:
Posting Komentar