Tiba
saatnya aku memasuki dunia kampus yang begitu aku impi – impikan sejak aku di
bangku SMA. Di Kampus nanti, aku akan mempunyai banyak teman baru, dan tentunya
aku akan mempunyai kehidupan yang baru. Mengapa tidak? Aku yang dulunya tidak
pernah menjadi anak kost, kini menjadi anak kost yang semuanya harus dilakukan
dengan sendiri. Mencuci baju sendiri, membeli makan sendiri dan menyiapkan
segala sesuatunya dengan sendiri. Tapi, hal yang begitu membuat aku merasa
kaget dan syok adalah ketika ingin
makan, rasa malas selalu menghantui pikiran aku, karena ketika dirumah aku
selalu disiapkan dalam masalah makan. Sehingga, tidak heran jika aku sekarang
hanya makan dua kali dalam sehari. Sarapan pagi kini bukan jadi kebiasaan lagi
bagiku, awalnya memang perutku agak bermasalah, gara – gara tidak sarapan pagi,
tapi karena aku sekarang sudah terbiasa tidak sarapan sehingga perutku sudah
jarang bermasalah.
Aku masuk UNY lewat jalur Bidikmisi. Aku
mempunyai alasan kenapa aku memilih jalur Bidikmisi dibanding jalur yang lain.
Alasannya Bapakku selalu melarang jika aku kuliah di luar kota, dengan alasan
kehidupan remaja diluar sana itu sangat berbahaya, jadi bapakku bersihkeras
untuk menguliahkan aku di kota asalku yaitu di Tegal. Tapi aku selalu berusaha
mewujudkan keinginanku untuk kuliah di luar kota, meskipun bapakku pernah
bilang beliau tidak akan mau membiayai aku kuliah jika aku kuliah diluar kota.
Ketika aku mendengar hal itu, aku memang sedikit stress memikirkan masa depanku
yang tidak tahu akan seperti apa.
Aku
kadang – kadang sempat berpikir hidup ini tidak adil, kenapa aku yang selalu
berusaha dan akhirnya mendapat prestasi yang bagus di sekolah tidak mendapatkan
sambutan baik dari orang tuaku terutama bapakku. Sedangkan anak – anak yang
lain yang mempunyai prestasi biasa – biasa saja dan bahkan di bawah aku, selalu
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tapi akhirnya aku tahu, Tuhan memberikan
semua ini padaku bukan tanpa maksud dan tujuan. Karena dengan aku diberikan
cobaan, maka aku semakin kuat untuk menghadapinya.
Ketika
pendaftaran berbagai perguruan tinggi dimulai, aku juga mencoba untuk
mendaftar, uang pendaftarannya juga aku tidak meminta pada orang tuaku. Uang
pendaftarannya aku dapatkan dari tabunganku yang aku hasilkan dari berbagai
kejuaraan lomba yang aku raih selama SMA. Pada saat itu, aku memilih untuk
mendaftar di UNNES melalui jalur bidikmisi, karena menurut aku di UNNES aku
akan lebih cepat berdaptasi karena banyak dari alumni sekolahku yang
melanjutkan kuliah disitu, selain itu dengan jalur bidikmisi, kuliahku akan
gratis dan mendapat biaya hidup dari pemerintah, sehingga orang tuaku tidak begitu
berat membiayai aku.
Bapakku
juga mengetahui bahwa aku mendaftar di UNNES dan reaksinya biasa – biasa saja.
Aku tidak mengerti jalan pikiran bapakku, dari segi materi aku yakin bapakku
mampu menguliahkan aku di luar kota, tapi mengapa beliau tidak mau membiayai
aku kuliah, apakah semua ini beliau lakukan agar aku menjadi lebih dewasa dan
lebih berusaha lebih keras lagi?
Setelah
beberapa bulan kemudian, pengumuman UNNES akhirnya tiba juga, tapi nasib baik
belum memihak padaku, aku tidak diterima di UNNES. Mendengar hal itu, Bapakku
juga ikut – ikutan kecewa, aku kadang – kadang bingung padahal selama ini
beliau melarang aku untuk kuliah diluar kota, seharusnya beliau senang karena
aku gagal kuliah di luar kota. Setelah kegagalan itu, aku juga mencoba mendaftar
di PTN lainnya, akhirnya aku memutuskan untuk mendaftar di UNY,pada hari –
hari sebelum pengumuman pikiranku masih
belum tenang karena aku belum mendapatkan PTN yang aku inginkan. Di otakku
muncul begitu banyak pertanyaan diantaranya: Bagaimana jika aku tidak diterima
di UNY? apakah aku akan kuliah di Tegal? Memikirkan pertanyaan itu tidak akan
ada habisnya. Aku setiap hari berdoa, ya Tuhan berikanlah masa depan yang
terbaik untuk aku, mudahkanlah jalan untuk meraih itu semua, amin.
Jika aku diterima di UNY, mungkin itu semua
adalah hadiah dari Tuhan atas semua kerja kerasku yang aku lakukan selama ini,
tapi jika aku tidak terima di UNY, mungkin itu adalah hukuman bagi aku yang
terlalu memaksakan diri untuk kuliah diluar kota. Tapi akhirnya semua keraguan
dan kegeliasahnku terjawab sudah, akhirnya aku diterima di UNY. Setelah
mendengar hal itu aku merasa sangat senang , karena aku diterima dengan jurusan
memang aku suka dan melalui jalur bidikmisi. Setelah mendenga hal itu, kedua
orang tua aku juga senang mendengarnya. Aku sangat bersyukur, Allah telah
mengabulkan doaku. Aku menganggap hal ini adalah hadiah untuk ku dari hasil
kerja keras belajarku.
Beberapa
hari kemudian adalah registrasi di UNY, pada saat itu juga adalah hari
pertamaku menginjakkan kaki di kota Yogyakarta, kota yang tidak pernah aku
bayangkan sebelumnya sebagai kota yang nantinya akan aku pilih pada saat
kuliah, karena aku awalnya memlih kota semarang sebagai kota impian aku untuk
kuliah. Di Jogja , aku tidak memiliki sanak saudara, aku juga tidak tahu
satupun kakak kelasku yang kuliah di UNY. Tapi semua itu tidak akan menjadi
penghalang aku untuk kuliah di UNY. Teman SMP ku, Widi tidak diduga dia juga
diterima di FT UNY, sehingga aku menumpang di kos temannya Widi yang kuliah di
UNY. Dari hal ini aku menjadi tahu dan harus bersyukur Karen Allah telah
memberikan jalan yang begitu luas dan terbuka yang memudahkan aku untuk
berjalan diatasnya Allah akan selalu memberikan kemudahan pada hambanya yang
selalu berusaha dan tawakal. Aku percaya pertolongan Allah pasti akan selalu
datang.
2
Agustus 2010, hari pertama aku ospek, pada saat itu keuanganku sangat tidak
karuan , pengeluaran begiu banyak sehingga aku bingung untuk mengatur
keuanganku, tapi akhirnya aku menemukan cara jitu supaya masalah keuanganku
tertata dengan baik. Aku mencatat segala pengeluaranku mulai aku bangun tidur
sampai menjelang tidur lagi. Cara ini memang agak konyol, tapi amenurutku cara
ini efektif untuk mengontrol masalah keuanganku supaya aku tidak boros. Sampai
saat ini aku juga masih tetap mencatat pengeluaranku.
Pada
suatu hari, dikampus diadakan sebuah pertemuan mahasiswa – mahasiswa yang
mendapatkan beasiswa bidikmisi. Setiap bulannya aku mendapat jatah lima ratus
ribu dari pemerintah. Kemudian, aku memberitahukan hal ini pada ibuku, dan
beliau mengatakan aku tidak boleh memberi tahu bapak tentang beasiswaku yang
aku terima tiap bulan dengan alasan jika aku mengatakannya dikhawatirkan
bapakku tidak akan memberi biaya hidup tiap bulan untuk aku. Ibu bilang, uang beasiswaku
ditabung saja untuk investasi masa depan. Akhirnya ku menurut kata – kata ibu.
Sampai sekarang aku belum mengatakan hal ini dengan bapakku. Suatu saat nanti
aku berjanji akan mengatakan hal ini kepadanya. Aku tahu apa yang aku lakukan
adalah salah, karena aku tidak jujur. Tapi aku takut jika hal yang ibuku
katakan adalah benar.
Bulan
September adalah bulan pertama aku masuk
kuliah. Seiring berjalannya waktu, aku memiiki teman dekat, sebut saja namanya
Tera. Aku merasa cocok dengannya karena dia memiliki selera humor yang tinggi,
dia selalu berbagi tentang semua hal – hal lucu yang membuat aku tertawa, dia
juga baik, dia selalu bersedia jika aku meminta bantuan. Tapi, sikap yang aku
tidak suka dari dia adalah dia terlalu cuek terhadap masalahnya sendiri, dia
jarang berbagi tentang masalahnya. Kadang – kadang aku sempat berpikir, dia
memandang aku seperti apa? Apakah dia tidak percaya kepadaku, sehingga dia
tidak berbagi tentang masalah kehidupannya?. Misalkan iya, harus dengan apa aku
menebus kebaikannya dia selama ini? Aku merasa berhutang budi dengannya.
Beberapa
hari kemudian teman sekelasku ada yang sakit, sebut saja namanya Fili. Dia
berasal dari kota yang sama dengan aku. Dia menderita cacar sehingga dia pulang
kerumahnya supaya mendapat perawatan dari orang tuanya. Dia meminta tolong aku
untuk menyerahkan tugas – tugas kuliahnya. Berawal dari hal itu, aku dan dia
menjadi semakin akrab dan akhirnya aku menjadi sahabatnya. Aku dan Fili saling
menghargai satu sama lain, meskipun kami memiliki begitu banyak perbedaan. Fili
menurutku orang yang sudah berpikir dewasa, dia mengajariku dalam berbagai hal,
dia meminta aku untuk menjadi sosok wanita yang anggun, dia mengajari aku
tentang masalah cinta dan dia selalu sabar menghadapi sikap aku yang masih kekanak
– kanakan.
Fili
memang sebelumnya sudah mengetahui kalau aku sudah berteman baik dengan Tera,
sehingga dia merasa tidak enak dengan Tera ketika dia sedang bersama aku.
Sejujurnya aku juga bingung mengahadapi semua ini, aku sebenanya ingin membuat
kita bertiga menjadi sahabat karena disalah satu sisi Tera adalah teman yang
selalu membantuku jika aku dalam kesulitan dan Fili juga sosok yang selalu
berbagi tentang semua masalahnya kepadaku. Tapi sepertinya itu semua hanya
mimpi, karena Tera selalu menghindar jika Fili sedang bersama aku, sepertinya
dia enggan untuk bergabung dengan aku. Tapi anehnya jika ku tidak bersama Fili,
dia mau bergabung dengan aku, aku tidak tahu mengapa dia seperti itu, apakah
ada yang salah dengan Fili? Aku ingin bisa membalas kebaikan Tera yang telah
dia lakukan untuk aku, tapi dengan apa aku bisa membalasnya, aku ingin menjadi
sahabat yang baik untuk dia, tapi rasanya itu sangat sulit, mungkinkah dia
tidak suka dngan Fili? Mudah – mudahan dugaan aku salah. Tetapi jika dia memang
tidak suka dengan Fili , aku ingin tahu alasannya.
Tidak
hanya Tera dan Fili,ada seorang teman yang akrab lagi dengan aku, sebut saja
namanya Nana. Diantara Tera , Fili dan Nana, Nana lah yang sangat mengerti aku.
Mungkin karena persamaan prinsip dan dia lebih dewasa sehingga aku merasa
nyaman denganya. Dengan adanya ketiga teman baik atau juga bisa disebut
sahabat, aku harus bisa menyesuaikan dan menghargai mereka. tapi, ada kalanya
aku harus belajar untuk mengambil keputusan sendiri, aku tidak ingin bergantung
dengan mereka, aku harus tetap mencoba untuk berusaha mandiri, supaya aku tidak
menyusahkan orang lain. Selain itu, aku harus belajar untuk tidak egois, aku
harus belajar lagi untuk menjadi sahabat yang baik, sahabat yang saling
mengerti, memahami dan menghargai satu sama lain. Dengan kejadian ini juga, aku
termotivasi untuk menjadi seseorang yang bersifat jujur.
Kejujuran mengingatkanku pada bapakku karena
sampai sekarang ini saya belum mengatakan tentang uang beasiswa itu, aku masih
menunggu saat yang tepat. Aku juga sadar, ternyata aku telah salah sanga kepada
bapakku selama ini, dibalik sikapnya yang keras, dia sosok seorang bapak yang
baik. Dia selalu menanyakan kabar aku setiap saat dan tak pernah terlambat
memberi aku uang untuk membiayai hidupku.
Jadi aku ingin menghargai dan membalas kebaikan dan ketulusan
bapakku cara aku ingin menjadi anak yan selalu taat
beragama dan tentunya aku ingin membahagiakannya. Jadi aku harus selalu bekerja
keras, tidak boleh malas – malasan supaya aku bisa memperoleh prestasi yang
bagus.
Persahabatan
dan keluarga telah membuat hidupku menjadi berwarna, aku tidak mempunyai kisah
cinta yang begiu berarti, karena dengan aku memikirkan masalah cinta, itu hanya
membuatku sakit, karena orang yang aku citai tidak pernah menghargai dan
mencintai aku sedikitpun. Aku yakin jika waktunya telh tiba, aku pasti akan
mendapatkan yang terbaik. Aku bersyukur karena aku masih dipertemukan dengan
sahabat – sahabat yang begitu baik, kelurga yang sangat sayang padaku. Berkat
mereka aku menjadi termotivasi untuk lebih baik. Aku juga ingin menjadi
sesorang yang dapat membantu menyelasaikan masalah mereka, aku ingin menjadi
bunga lotus yang selalu dapat membersihkan air keruh. Selain itu, aku juga
ingin menjadi orang bisa menjadi inspirator untuk teman – temanku.
Pada
saat aku belajar kelompok dengan teman sekelasku, aku membawa sebuah buku yang
baru saja aku beli. Temanku, Lisa menanyakan tentang buku itu, itu buku milik
siapa dan aku menjawab dengan lantang, buku ini adalah bukunya aku yang baru
saja aku beli. Ketika mendengar hal itu dia kaget, karena harga buku yang aku
beli cukup mahal, sedangkan aku adalah anak kos yang hidupnya harus selalu
hemat. Kemudian aku menambahkan lagi alasan kepadanya, aku ikhlas membeli buku
ini meskipun mahal, karena selama ini aku mampu membeli banyak baju baru yang
sesungguhnya buka kebutuhan primer. Rasanya tidak adil, jika hanya untuk
membeli buku saja aku tidak mau. Kemudian lisa hanya tersenyum dan tidak lama
kemudian dia membeli buku yang sama dengan aku. Dia merasa iri karena dia bukan
anak kos ang kebutuhan hidupnya masih diatur oleh orang tuanya dan dia juga
mendapatkan beasiswa seperti aku, seharusnya dia lebih mampu membeli buku itu
dari pada aku. Mendengar hal itu aku aku ikut senang, karena secara tidak
lansung aku telah memberi inspirasi untuk Lisa, meskipun sesuatu itu sangat
kecil. Aku ingin menjadi seberkas cahaya yang hidup dan dapat berguna bagi
kegelapan. Seperti cahaya yang selalu berusaha menerobos jendela kamarku. Aku
ingin hidupku lebih berarti dan aku akan terus berjuang seperti seberkas
cahaya.
Di
semester dua ini, aku mencoba untuk mengajar les kimia SMA kelas 1, diantara
beberapa siswa yang aku ajari les, rata – rata
merekamemiliki semangat belajar yang kurang, aku mencoba untuk sabar dan
terus memberi semangat untuk belajar, supaya mereka bisa menguasai materi
dengan baik dan mendapat nilai yang bagus saat ujian nanti. Aku juga tidak tahu
kenapa, sat aku mengajari mereka, aku merasa senang bisa berbagi ilmu dengan
mereka. senyum mereka membuat aku merasa senang. Banyak orang – orang di
dekatku yang bilng, kalau aku adalah orang yang bisa membuat orang yang dulunya
murung menjadi tersenyum dan tertawa. Mungkin semua itu bisa terjadi karena aku
memang orang yang unik dan mudah sekali bergaul, jadi tidak heran jika aku
punya begitu banyak teman baik.
Dari
hal itu lah yang membuat aku termotivasi untuk selalu semangat untuk hidup
menjadi lebih baik, hal yang ingin aku perbaiki adalah aku akan lebih
menghargai sesuatu dari orang lain meskipun itu hanya hal yang sangat kecil,
semua itu akan aku coba lakukan karena didalam hidup ini aku ingin menjadi
orang yang di hargai.
BY: FITRI
BY: FITRI
0 komentar:
Posting Komentar