REASON

       Gadis kecil itu terkekeh di pangkuan seorang wanita paruh baya, yang sikap keibuannya, lembut membelai dalam dekapannya. Sesekali diiringi canda. Terdengar alunan merdu yang menghentikan tawa gadis kecil itu.  Mata cemerlangnya semakin lama semakin sayu, hingga akhirnya ia terlelap dalam gendongan wanita itu. Wajahnya tenang dihiasi semburat merah jambu di pipi putihnya. Tangannya yang gemuk dan kecil menggenggam erat telunjuk wanita itu. Bibir mungilnya menyunggingkan senyum tipis dalam lelap mimpinya. Gadis dua tahun yang menggemaskan dan sehat. Hangat dan begitu tenang. Bahkan ia tersenyum dalam tidurnya. Tak ada beban yang menggelayuti pundaknya.
Sejujurnya aku benci bertambah tua. Semakin banyak yang harus ku pikirkan, semakin banyak beban yang harus ku pikul. Aku ingin tetap aku yang dulu, aku tujuh belas tahun yang lalu, bebas dan lepas.
Aku gadis biasa dengan kehidupan normal yang serba biasa saja. Bukan gadis super jenius dengan seonggok prestasi dan tropi yang setiap minggu ia sumbangkan untuk sekolah. Bukan pula gadis jelita bak artis yang selalu jadi idola dan dimintai tanda tangan serta foto bersama. Apalagi gadis tajir yang suka hura-hura. Semua terasa biasa, dan normal tentunya. Aku senang menjadi diriku sendiri. Aku suka dengan pikiran-pikiran konyol yang mengembara dalam otakku. Aku ya aku, aku bukan dia, atau mereka. Aku tak perlu menjadi siapa pun. Aku tak suka dipaksa, apalagi dikekang dan dikungkum dalam deretan aturan yang membosankan.

Selama aku nyaman dengan segala sikapku, buat apa memikirkan apa kata orang? Toh, tetap saja aku yang melakoni. Ini hidupku. Drama tanpa skenario yang Tuhan hadiahkan untukku, aku yang jadi pemeran utama sekaligus sutradarnya.
 Aku tak pernah terobsesi untuk menjadi “si nomor satu”. Mengukir namaku di tahta tertinggi. Tak ada gaya London yang mengikatku dan membuatku haus akan prestasi. Aku cukup puas dengan apa yang ku punya. Kata-kata itu seperti heroin dengan merk khusus yang dirancang untukku. Aku kecanduan. Enggan berusaha maksimal, umm dan menjelma menjadi pemalas. Yeah, mungkin kata-kata itu yang patut melukiskan muatan yang terkandung dalam orbital otakku.

Sederhana, ketika teman-temanku mulai bertutur tentang hal-hal yang akan ia persembahkan untuk orang tua mereka. Impian mereka untuk meringankan beban orang tua mereka. Memburu jutaan prestasi. Mimpi-mimpi mereka itu benar-benar menyiksa kupingku. Menohok jantungku. Membetot otot-ototku. Aku benci semua ini, aku benci mendengarnya. Yeah, harus ku akui, sejujurnya aku iri dengan angan mereka. Aku tak pernah punya hal seperti itu, anganku itu telah lenyap tepatnya. Selama ini aku tak ingin bersusah payah memikirkan biaya pendidikanku, toh Mom ku pasti tak kan menelantarkan pendidikanku. Apa selama ini aku kurang bersyukur?
Kenangan itu kembali berkecamuk dalam benakku.
Mom sayang padaku...” bisikku
Aku tercekat. Kata-kata itu begitu panas membakar kerongkonganku. Seperti baru saja menjejalkan bara api  ke kerongkonganku. Bibirku terkatup rapat. Aku tak mampu berucap. Kakiku terasa gemetar. Inikah yang ku cari? Inikah yang ku impikan?. Terbersit dalam benakku.
Apa yang akan ku persembahkan untuk Momku? Berapa banyak hal yang telah Mom korbankan untukku?
Tragis. Selama ini aku hanya memikirkan diriku. Aku sibuk dengan semua angan dan obsesiku, enggan memikirkan sesuatu yang membuat otakku alergi.

Sampai suatu malam ku temukan Mom bersimbah air mata dalam sujudnya. Dingin dan begitu larut. Matanya yang sembab seperti hendak menuturkan pada ku kesedihan yang selama ini dipendamnya.
Apa gerangan yang membuat Mom begitu sakit? Apa karena aku tak menjadi anak seperti yang ia harapkan? Apa yang Mom minta padaMu dalam pekatnya malam seperti ini?
Aku menyayangi Mom-sangat, walaupun selama ini rasa itu berusaha aku tutupi. Semuanya berawal dari kekecewaanku ketika aku kecil. Mungkin Mom terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Mom tidak pernah datang untuk menghadiri even-even sekolah, atau bahkan sekadar untuk mengambil rapor, sekalipun aku menduduki peringkat pertama dan mendapat reward.  Tak ada yang datang ketika namaku dipanggil, beruntung saat ada orang tua teman yang berbaik hati menjadi waliku. Tapi aku ingin Mom.  Bahkan ketika aku mendapat  juara pada beberapa perlombaan, sepertinya hal itu tak berarti untuk Mom. Semua terulang lagi dan lagi. Aku cemburu melihat teman-temanku begitu bahagia dengan sanjungan dan hadiah-hadiah yang ayah dan bunda mereka berikan. Aku tak menginginkan reward-buat aku apa yang Mom berikan untukku sudah cukup- aku hanya ingin sedikit perhatian Mom-hal yang jarang aku dapat. Rasa itu terus merong-rong dalam hatiku. Aku kecil tak bisa mentolerir sikap Mom saat itu. Aku hanya ingin membuat Mom bangga. Aku ingin mencuri perhatian Mom, tapi dengan cara apa lagi? Sia-sia.
Mom tak sayang padaku. Kata-kata itu seakan aku patenkan dalam hatiku. Menjelma menjadi benzene yang menyusup dalam aliran darahku. Membuatku kecanduan sekaligus keracunan. Aku tumbuh menjadi gadis egois yang persetan dengan anggapan orang, malas juga aku susah payah mengejar prestasi. Buat apa? Semua yang ku lakukan toh untuk ku sendiri, aku merasa cukup menjadi biasa. 
Apa yang selama ini aku pikirkan? Substansi apa yang selama ini begitu kuat meracuni otakku? Selama ini aku enggan berkorban untuk Mom ku, enggan berusaha menjadi sempurna dan membuatnya bangga, hanya karena kenangan masa lalu yang tak cukup indah untuk dikenang. Selama ini aku kurang menaruh rasa hormat terhadap Mom ku, enggan mengakui pengorbanan yang Mom berikan untukku, tak ada motivasi yang memompa semangat dalam diriku untuk menjadi tak biasa. Bodoh. Kau pikir selama ini untuk siapa Mom susah payah bekerja? Selfish. Semuanya begitu terasa konyol. Childish. Benar-benar kekanak-kanakan.

Mungkin esok pagi, tak akan ada lagi aku,
Esok pagi dan ribuan hari selanjutnya tak akan ada lagi aku yang kemarin atau aku 19 belas tahun yang lalu,
Tak kan ada lagi aku yang selalu tak acuh, aku yang hanya peduli dengan mimpi-mimpiku sendiri,
Jujur, aku suka dengan diriku yang egois, sedikit pemalas,
Terima kasih karena telah menjadi bagian hidupku,
Tapi maaf, maaf karena sekarang aku sudah terlalu lelah,
Aku sudah menunggu terlalu lama dan aku terlalu pengecut untuk menunggu lebih lama lagi
Aku tidak takut kalau harus menunggumu sampai mati selakalipun,
Hanya saja aku takut menunggu mimpi yang tak sadar telah aku tunggu begitu lama,
Aku takut bertambah tua tanpa disayangi,,

Aku janji pada diriku sendiri. Mulai saat ini aku adalah aku yang baru. Aku lelah menjadi biasa. Aku memang bukan orang yang sempurna-no body is perfect-tapi setidaknya aku bisa berusaha mendekati sempurna. Menjadi seperti anak manis seperti yang Mom inginkan tanpa meninggalkan siapa aku.
Saat ini aku ada di UNY, meniti langkah menjadi pengajar. Bukan inginku. Aku calon pendidik. Kata-kata itu terdengar  lucu bagiku. Benar-benar jauh dari mimpiku. Tapi Mom begitu menginginkan aku menjadi seorang guru. Untuk menebus semua salahku, dan demi Mom-selama ini aku hanya punya Mom, orang yang dekat denganku-ku lakukan dengan sepenuh hati. Apalah salahnya aku sedikit berkorban dan mulai sedikit memikirkan orang lain, terlebih orang itu orang yang aku sayangi. Toh, jadi guru bukan pilihan yang buruk.
Aku tak ingin sisa waktu yang Tuhan berikan padaku untuk bersama Mom dihiasi dengan hal-hal tak berguna, setiap detik yang ku punya sangat berarti untukku. Aku tak mau jauh lagi, tak ingin kehilangan. Aku tak ingin menyesali semua yang telah terjadi, karena bagiku yang terpenting adalah memperbaiki kesalahan yang ada. Bukan hal mudah. Tetapi aku akan terus mencoba.
Mungkin saat ini, aku belum bisa mempersembahkan hasil yang ku impikan untuk Momku. Tetapi aku yakin tak ada hal yang sia-sia. Tak kan ku biarkan kegagalan menggerogoti semangat dalam diriku. Aku yakin, selama ini bukunnya aku tak mampu, aku hanya enggan mencoba. Aku tak kan lelah mencoba. Everything is possible, aku meyakini itu. Aku pun percaya aku bisa menjadi gadis yang berprestasi. Aku punya alasan untuk tetap meyalakan api semangat dalam diriku, aku punya Mom J.
***
I'm not a perfect person
There's many things I wish I didn't do
But I continue learning
I never meant to do those things to you
And so I have to say before I go
That I just want you to know

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
and the reason is you



BY: NURUL

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih