Mungkin
kita pernah melihat orang cacat, orang yang tidak normal secara fisik maupun
psikis, mungkin mereka cacat tapi mereka semua punya kelebihan. Tapi aku yakin
bukan berarti kalian mengharapkan diri kalian cacat untuk memperoleh kelebihan,
karena sebenarnya semua manusia itu punya kelebihan.
Aku sendiri anak normal yang berasal
dari keluarga normal (atau paling tidak begitulah aku menganggapnya), secara
fisik maksudku, karena aku sendiri agak ragu mengenai keadaan psikisku. Dan aku
sangat bersyukur akan hal itu. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara, ayah
dan ibuku adalah guru SD, kakak perempuanku adalah seorang guru SMP, dan aku sendiri
calon guru SMA. Menurutku, keluargaku bisa saja mendirikan sebuah lembaga
pendidikan bagi siswa SD, SMP, dan SMA. Bukankah itu keren?
Aku berasal dari Cilacap, saat SD,
SMP, dan SMA aku sekolah disana, namun berhubung di Cilacap tidak ada
universitas dengan kualitas yang lumayan, aku memutuskan untuk kuliah di Jogja.
Aku mencintai Jogja, ayah dan ibuku berasal dari Jogja, jadi setiap lebaran aku
pasti ke Jogja untuk merayakan lebaran bersama keluargaku di rumah kakek
nenekku, dan berhubung jarak Cilacap-Jogja lumayan jauh dan tidak memungkinkan
untuk dilaju, tentu saja aku harus kost karena tempat tinggal kakek nenekku
juga cukup jauh, dan aku hanya mengunjungi mereka sesekali seminggu.
Awalnya aku tidak betah berada di
kost-ku, aku menganggap itu seperti penjara karena peraturannya sangat ketat,
ada jam tamu, jam malam, teman tidak boleh menginap jika alasannya hanya untuk
bermain, bahkan teman saja tidak boleh masuk ke kamarku. Menurutku itu
benar-benar konyol, asrama, aku menyebutnya. Namun aku mencoba untuk berbaur,
mungkin aku akan mendapatkan teman-teman baru yang menyenangkan sehingga aku
betah berada disana. Karena sangat tidak mungkin kan kita tidak betah di tempat
tinggal kita sendiri?
Jadi setelah berkenalan dan kami
mulai agak saling mengenal, aku menjadi lumayan betah berada disana padahal
sebelumnya aku ingin sekali pindah, tapi sekarang aku malah belum memutuskan
untuk pindah. Sebenarnya mereka anak-anak yang baik dan menyenangkan, padahal
awalnya kukira mereka orang-orang yang sangat pendiam dan alim. Namun ada satu
dari mereka yang berbeda. Matanya, cara dia memandang berbeda dengan yang lain.
Seolah-olah dia kesulitan dan tidak bisa membuka matanya. Awalnya aku mengira
dia memang selalu memejamkan matanya, tapi sebenarnya dia sedang membuka
matanya. Baiklah, bagaimana aku menyebutnya? Dia agak tidak seperti orang
kebanyakan? Entahlah, tapi kurasa begitulah yang akan orang-orang katakan saat
pertama kali melihatnya.
Berhubung
aku berasal dari keluarga yang aku anggap normal, dan orang-orang di sekitarku
pun aku anggap normal, secara fisik maksudku, awalnya aku tidak tahu bagaimana
cara memperlakukan teman baruku itu. Aku selalu canggung saat bersamanya, aku
tidak tahu bagaimana cara bercanda dengannya padahal dia selalu memancingku
untuk bercanda. Aku takut candaanku menyakiti hatinya sehingga dia tidak suka
padaku dan menganggapku wanita jahat. Tapi lama-lama aku menjadi terbiasa
bercanda dengannya. Sebenarnya dia anak yang baik dan menyenangkan dan penuh
semangat menurutku, hanya saja aku menganggap matanya agak berbeda dengan orang
kebanyakan. Dia berasal dari Flores, mahasiswa
semester tujuh PLB UNY.
Baiklah,
sebelumnya aku menyebutnya matanya agak berbeda dengan orang kebanyakan kan?
Yeah, matanya memang agak berbeda dengan orang kebanyakan. Jika kau melihatnya,
aku yakin kau mengenggapnya baru bangun tidur karena memang dia terlihat
seperti memejamkan matanya dan kesusahan untuk membukanya, seperti yang aku
katakan tadi.
Sebenarnya
dia berasal dari keluarga normal tapi dia terlahir tidak normal. Dia terlahir
sebagai seorang tuna netra dan itu artinya dia tidak bisa melihat. Saat berumur
dua tahun dia mulai menjalani operasi, tiga kali dia operasi matanya. Dan
hasilnya sekarang dia mulai bisa melihat tapi dengan jarak yang sangat dekat.
Dia tidak terlalu bisa melihat wajahku dengan jelas namun dia tahu aku, dia
tahu aku sedang berada dimana dan
melakukan apa. Dan saat membaca, dia akan mendekatkan bukunya sampai
hampir menyentuh wajahnya. Itu sebabnya dia tidak terlalu suka membaca karena
itu akan menyakiti matanya. Dia tidak tahan terlalu lama membaca karena matanya
akan sakit dan lelah. Dia lebih suka mendengarkan. Cara belajarnya benar-benar
menarik, dia tidak membaca, tapi mendengarkan. Pendengaran dan daya ingatnya
memang sangat tajam. Kadang-kadang saat malam hari, teman kostku membacakannya
buku lalu dia akan merekamnya dan memutarnya berkali-kali, begitulah cara
belajarnya. Dan saat ujian, dia akan membawa seorang reader. Aku tidak terlalu dekat dengannya, jadi dua temanku yang
lainnya lah yang sering menjadi reader-nya,
aku belum pernah menjadi reader-nya
padahal sebenarnya aku ingin.
Tapi
dia selalu bersyukur atas apa yang Tuhan berikan padanya. Dia menganggap tuna
netra itu tidaklah sulit, masih untung dia bisa kuliah, mendapatkan teman-teman
yang baik dan keluarga yang mencintainya, masih untung dia bisa menjalani
operasi, masih untung dia hanya menderita tuna netra, masih untung dia memiliki
mental dan fisik yang sehat, masih untung dia tidak sakit-sakitan. Dia memang
anak yang penuh rasa syukur. Aku harus menirunya. Maksudku, aku memang
bersyukur atas apa yang Tuhan berikan padaku, tapi terkadang aku melupakan itu
semua dan aku tahu itu buruk.
Dia
anak yang pandai bergaul, dengan keterbatasannya itu dia tetap punya banyak
teman dan mereka semua menyayanginya. Dia tetap percaya diri dan menjalani
hidupnya dengan semangat. Sedangkan aku anak yang sebenarnya tidak terlalu
pintar bergaul, aku lebih suka sesuatu yang sepi, aku tidak suka pesta, aku
tidak suka bergabung dengan orang-orang yang belum pernah aku kenal, aku malas
belajar, tapi aku orang yang cuek, jadi kalau ada masalah aku sering
mengabaikannya kecuali masalah itu menyangkut suatu hubungan, maksudku seperti
saat hubunganku agak kurang baik dengan temanku, aku tidak bisa mengabaikannya.
Aku benar-benar terinspirasi olehnya. Seolah-olah dia itu pemeran utama dalam
sinetron, orang yang cacat namun tetap semangat dan ceria dan baik hati jadi
dia tetap mempunyai banyak teman, disayangi banyak orang, dan hidup bahagia.
Waktu
SD aku mempunyai teman sekelas yang agak terbelakang mentalnya. Beberapa
temanku sering menghinanya, bahkan guruku pun kadang-kadang menjadikannya
hiburan karena saking tidak bisanya dalam pelajaran. Jadi dia akan disuruh maju
ke depan untuk mengerjakan soal tapi dia tidak bisa, lalu guruku akan
mengatakan: “Apakah kau belajar? Pasti tidak ya? Harusnya kau belajar.”;
“Kenapa kau tidak bisa mengerjakan soal seperti itu padahal kan sangat mudah?”;
“Anak-anak yang lain saja bisa kenapa kau tidak bisa?”; dan lain-lain.
Anak-anak menganggap itu sebagai hiburan, mereka akan menertawakannya
seolah-olah mereka sangat senang jika ada teman yang sedang menderita.
Sebenarnya aku kadang-kadang merasa kasihan padanya, aku tahu dia terbelakang
mentalnya jadi bukan salahnya jika dia tidak bisa dalam beberapa mata
pelajaran. Jujur saja awalnya aku merasa terhibur jika dia dijadikan “hiburan”
oleh guruku, tapi jika itu sudah kelewatan dan terlalu lama berdiri di depan seperti
penjaga papan tulis, tentu saja aku merasa kasihan. Temanku bilang tidak
apa-apa mereka dijadikan bahan tertawaan karena dia terbelakang mentalnya, jadi
tidak akan mengerti. Bukankah itu jahat? Tapi aku hanya diam saja.
Aku
memang tidak berteman dengan anak yang agak terbelakang mentalnya itu, tapi aku
tidak memusuhinya, walaupun jujur saja dulu aku tidak menyukainya. Aku
menganggap dia menjijikkan. Aku tahu aku jahat. Baiklah, bagaimana mungkin
tidak menjijikkan? Dia punya semacam lendir atau cairan yang keluar dari hidung
dan telinganya, sebenarnya itu yang membuatku tidak menyukainya, dan dia juga
sering menggangguku. Entah mengapa dia suka sekali duduk di belakangku lalu dia
akan menarik-nerik rambutku sampai rambutku tercabut beberapa helai. Itu sangat
menyebalkan, ketika aku memarahinya dan mengancamnya agar tidak mencabuti
rambutku lagi, dia malah tertawa dan meringis. Bukankah itu menjengkelkan?
Berhubung
dia punya cairan yang keluar dari telinganya, saat siang hari udara panas,
telinganya itu akan jadi sangat bau, semua anak dapat mencium baunya tentu
saja, mereka tidak suka, dan guruku pun begitu, lalu guruku akan bilang “Aduh X
telingamu itu coba diobati dong biar nggak bau.”. Itu agak kasar memang. Aku
sering menceritakan kejadian yang berhubungan dengan X kepada ibuku. Jika
kejadian itu lucu ibuku akan tertawa, namun jika aku ceritakan tentang kejadian
yang agak kelewatan ibuku akan bilang kalau dia itu sebenarnya kasihan dan aku
dinasihati agar tidak menyakitinya. Ibuku bilang kita harus menghargai orang
lain, menghormatinya, tidak menyakitinya karena mereka juga makhluk hidup.
Ibuku tidak menyebutkan “manusia” karena menurutnya jika menyebut “manusia” itu
berarti egois, itu berarti kita boleh menyakiti binatang dan tumbuhan.
Awalnya
aku menganggap anak-anak normal yang dandanannya kurang enak dipandang itu
menjijikkan, aku menganggap mereka tidak bisa menjaga penampilan dan tidak
memikirkan tentang penampilan mereka, aku menganggap seharusnya mereka lebih
memperhatikan penampilan mereka, karena menurutku apa salahnya, apa susahnya
berusaha untuk tampil menarik. Tapi ibuku bilang kita tidak boleh begitu, kita
harus tetap berteman dengan mereka. Aku lupa apa yang ibuku katakan tapi yang
jelas ibuku melarangku menganggap mereka menjijikkan. Aku sungguh sangat
menyesal mengatakan mereka menjijikkan. Aku mulai berpikir mungkin memang
keadaan mereka begitu, nyatanya disekitar kita memang banyak yang begitu. Jadi
sekarang aku mulai menganggap mereka biasa saja dan menyalahkan mereka atau
siapapun.
Sejak
saat itu aku mulai tahu apa yang harus aku lakukan jika bersama orang yang
berbeda denganku, maksudku keadaan mereka berbeda denganku, keadaan apapun itu,
seperti teman-temanku tadi: keadaan fisik yang berbeda, keadaan mental yang
berbeda, keadaan lingkungan keluarga yang berbeda. Menurutku perbedaan itu
sangat indah. Itu membuat kita saling melengkapi dan dapat saling menghargai
adanya perbedaan. Banyak orang bilang kita harus saling menghargai, menghargai
perbedaan orang lain, seperti menghargai pendapat orang lain yang berbeda dalam
rapat. Aku heran kenapa ada sekelompok orang yang tidak menyukai perbedaan padahal
perbedaan itu sangat keren.
BY: SHINTA
0 komentar:
Posting Komentar