Lika Liku Berbuah Ketegaran

          Pada kali ini saya akan menceritakan tentang sebuah kisah yang memberikan pelajaran kepada saya tentang semangat hidup. Kadang saya miris sekali melihat orang bunuh diri karena terhimpit suatu masalah, padahal saya yakin masalah itu pasti dapat terselesaikan apabila orang tersebut mau bersabar dan mau berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut. Karena saya tahu Alloh tidak akan memberikan suatu cobaan diluar batas kemampuan manusia. Alloh memberikan cobaan kepada kita agar kita bisa bersikap lebih dewasa dan bijaksana dalam menghadapi hidup ini.
            Disini saya akan menceritakan tentang lika-liku perjalanan hidup saya yang memang kadang orang tak menyangka bahwa saya mengalami hal tersebut. Karena kebanyakan orang mengenal saya sebagai sosok yang periang dan tegar. Itu adalah pendapat orang-orang disekitar saya.
Saya terlahir sebagai anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Karena dari umur 2 tahun, orang tua saya telah bercerai dikarenakan suatu masalah yang tak dapat diselesaikan dan akhirnya pengadilan memutuskan bahwa saya jatuh pada hak asuh ibu. Sedangkan kakak saya, Dimas, jatuh pada hak asuh bapak. Hari demi hari saya tumbuh menjadi seorang gadis kecil. Pada saat saya kelas 4 SD, ternyata takdir mulai berbicara. Alloh memanggil ibuku untuk kembali kehadapan-Nya. Sedih bercampur bingung ketika saya mengetahui hal tersebut. Tapi entah kenapa air mata ini tak bisa mengalir waktu saya melihat jenazah sang ibu. Mungkin karena dari kecil saya tak dekat dengan ibu, tetapi dekat dengan tante dan eyang saya yang merawat saya dari kecil. Karena memang semasa hidupnya, ibu jarang sekali ada waktu untuk saya dan  terus bekerja keras untuk membiayai sekolah saya. Terkadang juga ibu harus bolak-balik ke pengadilan untuk mengurus tentang hak yang dapat diterima ibu dari bapak setelah bercerai. Jadi, ibu berangkat pagi dan pulang malam sehingga saya cenderung tidak pernah bertemu dengan beliau.
            Pada saat ibu meninggal terlihat bapak dan kakak saya datang untuk melayat. Hati saya sangat senang melihatnya. Karena sejak perceraian, bapak tak pernah sekalipun menjenguk saya apalagi menghubungi saya. Yang paling saya ingat saat itu adalah ketika bapak mencium pipi saya dan berjanji akan membelikan sepeda yang selama ini saya idam-idamkan. Saya pun tak menyia-nyikan kesempatan tersebut. Saya mengajak bermain  kakak saya yang ternyata dia agak keterbelakangan mental karena pernah dioperasi disekitar telinga dan terkena saraf otaknya. Setelah ibu meninggal, akhirnya diputuskan agar saya tinggal bersama tante dan eyang di kampung.
            Tahun telah berganti dan saya menginjak masa remaja. Saya tak sekalipun pernah mendengar kabar bapak dan kakak saya dan saya pun tak tahu dimana keberadaan mereka. Setiap kali saya tanya kepada tante dan eyang tentang hal itu, mereka hanya bilang tak tahu. Saya hanya bisa menangkap ketakutan dan keraguan yang terpancar dari wajah mereka jika saya menanyakan hal itu.

            Hari demi hari telah berlalu, akhirnya saya diterima sebagai mahasiswa UNY. Saya ingat saat itu ada tugas OSPEK untuk membawa foto inspirator MIPA. Teman-teman saya membawa foto mereka bersama keluarga mereka. Sedangkan saya hanya membawa sebuah gambar yang saya buat dengan goresan pensil membentuk sebuah keluarga kecil. Saya sedih sekali mengenang nasib terlahir sebagai anak dari keluarga broken-home. Tapi hati kecil saya berkata, agar saya kuat dan tegar menghadapi cobaan ini. Saya seharusnya bersyukur bisa kuliah dengan bantuan saudara-saudara saya. Tak sepantasnya saya berkecil hati dan saya harus bersemangat untuk menimba ilmu disini walaupun tanpa dukungan dan doa orang tua.
Setelah OSPEK, ternyata ada libur beberapa hari dan tak saya sia-siakan untuk pulang kampung. Tepatnya tanggal 17 September 2011, telefon rumah berbunyi. Ternyata itu telfon dari adik kandung bapak saya di Cilacap. Dia mengabarkan bahwa bapak saya sedang kritis di rumah sakit dan mengatakan bahwa harapan untuk hidup sangat kecil. Bapak saya terkena meningitis. Hati ini terasa perih dan benar-benar terpukul dengan kabar tersebut. saya hanya bisa bertanya dalam hati, “Apakah Alloh juga akan mengambil orang yang begitu saya sayangi kembali?”. Saya hanya bisa berdoa untuk kesembuhan bapak dan agar bapak disana diberi kekuatan. Namun saya juga pasrah bila Alloh akan memanggil bapak saya kembali kehadapan-Nya.
            Tante mengajak saya untuk menjenguk, namun saat itu hari jumat dan suami tante saya harus pergi solat jumat dahulu. Waktu pun terasa berjalan sangat lambat, padahal saya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan bapak saya. Harapan tinggalah harapan, sebelum pergi menjenguk, adik dari bapak saya mengabarkan bahwa bapak telah meninggal dunia 10 menit yang lalu dan meninggal dengan sangat lancar. Saya lega mendengar hal itu, walaupun hati kecil ini menangis melihat kenyataan bahwa saya harus ditinggalkan orang tua dengan sangat cepat. Tapi saya bertekad untuk tegar mengahadapi ini semua.
            Sesampainya di rumah bapak, saya langsung diajak untuk melihat jenazah bapak. Saya mencium kening bapak untuk pertama dan terakhir kalinya. Saat itu, saya meliahat kakak saya yang telah tumbuh dewasa, dia mengenali saya sebagai adiknya namun dia masih takut-takut untuk mengajak berbicara. Saya mendekatinya pelan-pelan, dan entah kenapa air mata ini ini mengalir dengan derasnya. Sedih sekali rasanya ketika saya melihat kakak saya tidak bisa tumbuh normal seperti orang-orang lain seusianya bahkan cenderung kearah autis. Saya peluk kakak saya erat, dan dia hanya bisa bicara ‘ade ajeng’. Saya sangat senang mendengarnya, saya terharu, dan orang-orang disekelilingku menangis.
            Dari peristiwa ini, saya bertekad untuk terus menimba ilmu dan kelak bisa mendapat pekerjaan yang bisa menghasilkan banyak uang. Karena saya harus bisa menghidupi kakak saya juga. Kepada siapa lagi kakak saya akan tinggal kelak bila tidak bersama saya, saudara kandungnya. Karena tak ada lagi tumpuan hidupnya, tinggalah saya dan kakakku saja. Maka dari itu, saya harus tetap bersemangat dalam menjalani hidup, walaupun tanpa adanya orang tua yang mendampingi dan mensuport saya. Saya tahu dibalik ini semua, pasti Alloh punya rencana lain yang sangat indah. SEMANGAT!!!

BY: WULAN

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih