Semangat,
kata- kata itulah yang selalu orang tua saya tanamkan kepada anak-
anaknya. Semangat dalam bekerja,
semangat dalam berusaha, semangat dalam belajar, semangat dalam menjalani
hidup, dan semangat- semangat lain yang bersifat positif haruslah terpatri
dalam hati untuk menjalani kehidupan yang selalu berputar bagai roda, yang
tidak kita ketahui dimanakah posisi kita saat roda tersebut berhenti berputar,
apakah berada di atas atau justru di bawah. Meskipun nilai semangat dalam diri
saya kadang menggebu- gebu dan kadang juga mudah meredup atau dengan kata lain
belum stabil, tetapi saya selalu mencoba untuk selalu bersemangat.
Semangat, delapan kata yang sangat
sederhana saya butuhkan ketika akan memasuki bangku SMA. Semangat dalam belajar
ketika akan menghadapi Ujian Nasional sehingga memperoleh nilai yang baik dan
dapat masuk di sekolah favorit itulah impian saya saat itu, sehingga saya dapat
membanggakan ke dua orang tua saya. Ketika memilih sekolah untuk melanjutkan ke
tingkat atas, terdapat dua sekolah alternatif, SMA 1 Wonosobo menjadi pilihan
ke dua orang tua saya dan SMA Telkom Purwokerto menjadi pilihan saya, karena
bersekolah di SMA tersebut telah saya impikan sejak duduk di kelas 1 SMP. Di
dorong dengan rasa semangat dan kemauan yang kuat, saya mencoba mendaftar di
kedua sekolah tersebut. Perjalanan selama 4 jam dari Wonosobo ke Purwokerto dan
tes selama 8 jam saya jalani untuk mewujudkan impian saya melanjutkan
pendidikan di SMA Telkom Purwokerto. Tibalah saat pengumuman dan saya sangat
bersyukur karena dapat diterima di ke dua sekolah tersebut.
Namun saat itu juga, saya harus
menetapkan pilihan akan melanjutkan dimana, SMA Telkom Purwokerto tetap menjadi
pilihan saya, namun orang tua saya tetap bersikeras jika saya harus melanjutkan
di SMA 1 Wonosobo karena berbagai pertimbangan. Dengan berat hati, saya
mengikuti kemauan ke dua orang tua saya. Awalnya, rasa kesal dan kecewa sempat
menghinggapi hati saya. Perasaan tersebut mengakibatkan saya menjadi malas dan
tidak memiliki semangat untuk bersekolah. Namun akhirnya saya sadar jika
pilihan orang tua pasti selalu yang terbaik untuk anaknya dan seharusnya saya
tidak boleh menyia- nyiakan kesempatan yang telah di berikan oleh Allah SWT
karena saya masih dapat bersekolah dan dapat diterima di SMA terbaik di kota
saya. Sejak saat itu, rasa semangat untuk bersekolah dan memberikan yang
terbaik untuk ke dua orang tua saya telah kembali pada diri saya, karena
dimanapun saya belajar, saya dapat menggapai impian saya asalkan saya mau
berusaha.
Semangat kompetisi dan semangat
dalam mengharumkan nama sekolah, saya dan teman- teman butuhkan ketika akan
menghadapi lomba LCC UUD 1945. Rasa minder dan tidak percaya diri sempat kami
rasakan ketika akan menghadapi lomba tersebut, karena bagaimana mungkin dalam
waktu 2 hari, kami dapat menguasai materi dalam enam buku dan materi- materi
dalam buku tersebut jarang kami pelajari. Terlebih lawan kita saat lomba nanti
adalah sekolah- sekolah terbaik dari masing- masing kabupaten yang telah
dipilih oleh Depdiknas Karesidenan Kedu dan ada satu sekolah yang menjadi momok
paling menakutkan bagi kami yaitu SMA Taruna Nusantara. Namun berkat motivasi
dari guru- guru dan teman- teman, kami menjadi bersemangat dan yakin jika kami
dapat menjadi juara meskipun kami berasal dari kabupaten kecil dan kami ingin
menunjukkan jika anak- anak dari kabupaten kecil dapat bersaing dengan sekolah-
sekolah lain di luar kota.
Pukul setengah enam pagi, kami
berangkat menuju Magelang. Sesampainya di sana, kami memasuki ruangan dan kami
berada satu ruangan dengan SMA Taruna Nusantara. Setelah 3 jam, kami
mengerjakan soal- soal yang berkaitan dengan UUD 1945 dan Tap MPR, tibalah saat
kami pulang dan berharap agar kami dapat menjadi juara dan melanjutkan lomba ke
tingkat provinsi. Seminggu telah berlalu dari pelaksanaan lomba dan belum ada
kabar dari Depdiknas Karesidenan Kedu siapa yang menjadi juara lomba LCC UUD
1945. Kami menjadi pesimis dan tidak menggantungkan harapan terlalu tinggi jika
kami dapat menjadi juara dalam lomba tersebut. Keesokan harinya, kami mendapat
kabar jika sekolah kami, SMA Taruna Nusantara, dan SMA 1 Kebumen menjadi juara
di tingkat Karesidenan Kedu dan berhak untuk mengikuti perlombaan di tingkat
provinsi Jawa Tengah. Kami sangat bersyukur dan semakin semangat dalam belajar
agar kami memperoleh hasil terbaik di Provinsi.
Tibalah kami di Semarang untuk
mengikuti lomba pada babak kualifikasi. Lawan kami adalah SMA 1 Brebes dan SMA
1 Pekalongan. Setelah selesai menunjukkan yel- yel dan pentas seni, tibalah
pelaksanaan lomba. Pada babak pertama dan ke dua, kami sempat tertinggal. Pada
babak ke tiga, kami berusaha mencuri point walaupun pada akhirnya kami
tertinggal 10 point dari SMA 1 Pekalongan dan SMA 1 Pekalongan berhak maju ke
babak semifinal. Meskipun kalah, kami bersyukur karena yel- yel dan pentas seni
dari SMA kami memperoleh predikat yel- yel terbaik.
Tibalah babak final dan juara dari
Lomba LCC UUD 1945 tahun 2009. Juaranya adalah SMA Taruna Nusantara dan mereka
berhak maju ke tingkat Nasional. Saya ikut senang atas kemenangan SMA Taruna
Nusantara, karena mereka memang pantas mendapatkan predikat tersebut. Di saat
sekolah- sekolah lain sibuk mencari teman baru, SMA Taruna Nusantara tetap
berada dalam kamar mereka untuk belajar. Kedisiplinan dan rasa tanggung jawab
mereka memang patut mendapat acungan jempol. Saat pelaksanaan lombapun, mereka
selalu bersemangat dalam menjawab pertanyaan dari dewan juri dan tidak pernah
menunjukkan raut wajah keraguan.
Tak terasa waktu berjalan begitu
cepat dan kini saatnya aku memilih perguruan tinggi. UNY menjadi pilihanku dan
aku sangat berharap supaya aku dapat diterima melalui jalur PMDK, sehingga aku
dapat meringankan beban ke dua orang tuaku. Hingga suatu hari, kabar yang bagai
petir di siang bolong itu datang, aku tak lolos PMDK. Tapi kesedihanku kala itu
terobati dengan pengumuman UN. Alkhamdulilah sekolahku dapat lulus 100%.
Setelah pengumuman UN, jantungku
masih berdegup kencang. Aku masih menunggu pengumuman Seleksi Masuk UNY dan aku
sangat berharap supaya dapat diterima supaya aku dapat membuat ke dua orang
tuaku tersenyum bahagia. Malam hari menjelang pengumuman, aku mondar- mandir
dan tak bisa membayangkan jika aku kembali tidak diterima. Pukul 00.00 WIB, aku
mencoba mengecek ke web tetapi belum ada pengumuman di web. Hampir selang 15
menit aku selalu mengecek dan memang belum ada pengumuman. Hingga akhirnya
pukul 03.00 WIB, aku memilih untuk tidur. Burung berkicau dan mentaripun
bersinar, secerah pagi ini, aku mendapat kabar dari teman jika aku diterima.
Alkhamdulilah aku sangat bersyukur. Aku segera menceritakan kabar gembira itu
kepada ke dua orang tuaku yang sejak pukul 00.00 WIB senantiasa menemaniku
menunggu pengumuman. Aku juga sangat senang ketika mengetahui jika sahabatku
yang rumahnya tidak jauh dari rumahku juga diterima.
Namun, aku sadar jika biaya semester yang harus aku bayar
sangatlah mahal dan pabrik tempat ayahku bekerjapun kini sedang pailit. Rp
3.500.000,00 harus ke dua orang tuaku sisihkan setiap 6 bulan untuk dapat
melihat anaknya melanjutkan pendidikan. Tapi melihat semangat orang tuaku yang
selalu memberiku semangat dan meyakinkanku jika rejeki itu selalu ada, aku
menjadi yakin dan bersemangat. Tak ada kata lain yang bisa ku ucap selain
syukur karena Allah telah memberiku ke dua orang tua yang telah ku anggap
malaikat bagiku. Semoga, pancaran semangat itu selalu bersinar dan tak akan
pernah redupkan malaikatku. Selalu terangi aku dan tuntun aku agar dapat
menjadi semangat dalam segala hal dan dapat menjadi penyemangat bagi orang
lain.
BY : DPS
0 komentar:
Posting Komentar