Pernah
suatu masa dalam periode hidupku, aku kehilangan semangat, arah tujuan, dan harapan.
Serasa dunia sedang mengejek dan menimpali atas kegagalan yang menimpaku.
Rencana-rancana besar yang telah kurancang sebelumnya, impian indah itu
dibangunkan oleh kenyataan pahit.
Ketika
orang-orang terdekat banyak berharap padaku,
ketika
mereka semua sangat yakin kepadaku,
ketika
mereka mendukungku dengan segenap kemampuan yang dimilkinya,
ketika
tak lupa doa senantiasa di kala pagi dan petang hari,
ketika
semuanya telah kupersiapkan jauh-jauh waktu sebelumnya,
ketika
bekal sudah siap, ketika aku merasa lebih siap dibanding orang lain, namun
semuanya nihil.
Ratusan
pertanyaan memburu, meminta jawaban dan mencari-cari pertanggungjawabanku atas
kenyataan ini. Namun sesak dada tak mampu menjawabnya. Apa yang harus kulakukan
selanjutnya?
Entahlah.
Tak ada rencana lagi, tak ada harapan, tak ada asa, hanya gelap, dan seakan
terhalang tembok besar.
Setiap
waktu tetes air mata ini masih terus mengalir. Semuanya yang kulakukan terasa
kosong, tak berarti, tak ada harapan lagi.
Hingga
pada suatu malam, pertanyaan itu muncul, apa yang telah kulakukan setiap hari
ini? Tidak bosankah aku dengan rutinitas menyesali kenyataan? “Menyedihkan.
Sungguh kesengsaraan yang kubuat sendiri”. Pikirku.
Melintas
jauh pikiranku, ketika aku telah melakukan semua persiapan, ternyata satu
persiapan yang belum aku punya adalah persiapan mental untuk mengolah hati agar
ridho dengan kenyataan yang ada. Kita punya rencana, Allah pun punya rencana
dan yang pasti terjadi adalah apa yang menjadi rencana Allah, Karena itulah
yang terbaik untuk kita.
“Astagfirullahal’adzim…
Allah, ampunilah segala dosa yang telah aku perbuat selama ini”
Benar
perkataan seorang alim, ketika nasi telah menjadi bubur, kita tak perlu
menyesalinya karena tetap saja bubur tidak akan kembali menjadi nasi. Daripada sibuk
menyesalnya lebih baik sibuk mencari bawang goreng, ayam cakweh, sledri,
keripik, dan kecap supaya bubur tersebut tetap special. Dengan begitu nasi yang
gagal pun tetap bisa dinikmati dengan lezat.
Untuk
itu aku harus kembali bersemangat, kembali menjadi orang yang mempunyai
harapan. Karena hidupku bukan hanya milikku, hidupku juga mili orang lain,
orang-orang yang menyayangiku dan slalu mendukungku. Alangkah egoisnya, jika
aku menjalani hidup dengan seenaknya atau bahkan mengecewakan mereka.
Yang harus
kulakukan saat ini adalah kembali merakit perahu impian, membangun
rencana-rencana baru. Kembali membangun pondasi-pondasi terkuat dengan harapan
dan semangat tak terkalahkan. Karena keadaan yang paling buruk adalah ketika
kita tidak mempunyai harapan. Dan harapan-harapan itulah yang membuat kita
mempunyai energi yang tidak dapat habis dan dapat diperbaharui bernama
semangat.
Ya,
walaupun semangat itu sering pasang surut seiring perjalanan waktu, tetapi
semangat itu akan tetap ada karena ada suatu harapan, harapan untuk menjadi
lebih baik.
Aku tak
mau putus asa seperti matahari yang terbenam.
Dan tak
akan menyerah seperti pasir yang tergulung ombak.
Jadi
ingatkanlah selalu aku tentang hal ini kawan…
BY : D-YUL
0 komentar:
Posting Komentar