Semangat Sang Permata Hati

       Dikala senja menyapa, seorang gadis kecil dengan penuh semangat menyambut indahnya dunia dengan senyum merekah di bibirnya. Gadis kecil itu adalah aku, anak yang lahir dengan berat hanya 1,3 kg, diremehkan oleh orang-orang, bahkan aku dibilang tidak akan sanggup hidup lebih dari 1 munggu. Namun ibuku yakin, aku akan menjadi permata hatinya bersama dengan saudara laki-lakiku satu-satunya yang selalu bersamaku selama kita masih di dalam kandungan. Dia adalah Anwar saudara kembarku.
Ayahku sangatlah senang dikala ibuku dan kami selamat. Namun di sisi lain, ayahku menangis dan menjerit karena ia bingung akan uang tambahan untuk kebutuhan kami. Itulah yang mengganjal pikirannya. Sedangkan dia baru saja pindah kerja dengan gaji yang lebih kecil, karena ia rasa, itu yang menjadi panggilan hatinya. Apalagi ditambah kedua eyangku  ikut dengan kami. Namun orang tuaku yakin bahwa mereka akan bersama-sama merawat amanah yang dipercayakan kepada mereka. Bermodalkan semangat tinggi dan keyakinan untuk bisa melalui semua lika-liku kehidupan yang kian kejam, kedua orang tuaku menjadikan indahnya fajar sebagai alarm untuk bekerja serta indahnya matahari terbenam untuk berfikir kerja sampingan apa lagi agar bisa membeli susu untuk kami.
Hanya semangatlah modal utama kita untuk menapaki langkah demi langkah dari lembaran kehidupan kita. suatu kata yang luar biasa yang merupakan motavasi untuk mencapai apa yang telah kita cita-citakan, dan menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan selalu bersemangat.
Masa-masa sulit telah berlalu, tak terasa aku sudah berumur 3 tahun. Namun tiba-tiba ujian hidup menghampiri keluargaku. Aku terkena DB dan kritis di Rumah Sakit karena tidak mendapatkan penanganan di Rumah Sakit daerah. Dengan panik keluargaku membawaku ke Rumah Sakit pusat, sedangkan orang tuaku hanya bisa duduk lemas di teras rumah sakit sembari memandangiku dengan berbagai alat medis di sampingku. Di kamar sebelahku, saudarakupun dengan setia menemaniku. Seakan ia tak mau membiarkanku merasakan sakit sendiri. Diapun terbaring tak sadarkan diri bersamaku. Air matapun membasahi pipiku dikala ibu dan ayahku berbisik dengan lirih,” anakku tersayang kalian bukan anak biasa, kalian adalah anak yang hebat. Ayah yakin kalian akan kuat dan mampu menghadapi semua ini”. Mendengar hal itu, ibu hanya lemas dengan mata sembab dan tak berdaya menahan air mata yang kian mengering karena melihat kedua anaknya terbaring tak berdaya. Aku harus tetap semangat untuk manghadapi semua ini. Semangat yang lama tertanam pada jiwa ini dikala mata ini belum bisa menyapa senyum indah sang mentari. Syukurlah Allah masih memberiku kesempatan melihat indahnya dunia, walaupun aku harus mengulang dari awal karena aku tidak bisa berjalan. Tapi aku tak akan pernah menyerah. Dengan penuh semangat dan keikhlasan aku berusaha untuk melanjutkan langkah kaki kecilku. Syukurlah semua kembali lagi. Aku juga tetap tumbuh dengan normal seperti teman-temanku.

Kini sudah satu tahun berlalu. Akupun melanjutkan langkahku. Senang sekali di saat aku masuk TK, meskipun umurku paling muda di antara teman-teman sebayaku. Saat pendaftaran Entah mengapa senyum itu lenyap, saat melihat teman-temanku mendaftar bersama orang tuanya. Sedangkan aku…., aku hanya ikut dengan tetanggaku yang kebetulan juga mendaftarkan anaknya. Sempat timbul rasa iri dan marah yang berkecambuk di hati. Mengapa aku harus selalu melakukan semua ini sendiri, yang seharusnya inilah masa yang ditunggu semua orang. Menyiapkan kebutuhan sekolah, dan mengantar sekolah sang buah hati di hari pertamanya sekolah. Namun akhirnya aku sadar, aku yakin orang tuaku pun juga ingin melakukan hal yang sama, namun kondisinya yang tidak memungkinkan. Mereka berusaha keras agar kami tetap bisa mencapi sita-cita kami. Tampak semangat yang mengalir di tubuhku untuk  membuat mereka tersenyum bangga padaku. Walau aku tak dapat bermanja-manja di hari pertamaku sekolah, aku tetap senang karena bisa mendapat teman baru, karena hari-hariku tidak akan sepi lagi.
 Hampir setiap pulang sekolah kami bermain di rumah-rumahan dekat pekarangan rumahku. Aku sangat berterima kasih pada orang-orang yang telah mengejekku, karena mereka telah memberiku semangat secara tak langsung agar aku dapat membuktikan aku bisa lebih baik dari mereka. Syukurlah aku bisa membuktikan pada orang tuaku bahwa aku bisa menjadi yang terbaik. Dari kecil hingga SMP aku selalu dapat juara dan beasiswa. Itu semua tak lepas dari dorongan para sahabat dan orang tuaku. Mereka selalu memberiku semangat agar aku dan saudaraku tidak menjadi anak yang manja dan suka mengeluh. Aku sangat senang dengan cara ayahku memotivasi kita agar kita tetap semangat untuk menjadi yang lebih baik dalam segala hal. Asalkan kamu berusaha, semua yang tak mukin bisa menjadi mukin, kata itulah yang sering di ucapkan orang tuaku. Aku senang karena mereka tidak pernah menuntut kita untuk selalu mendapat juara, nilai yang bagus, tapi mereka mengharap kita melakukan segala hal dengan sebaik mukin dan sebisa kita. Itu yang membuatku menjadi semangat untuk membuat mereka bangga melihatku mendapatkan juara, dan berdiri di antara ratusan siswa dan orang tuanya karena aku mendapat nilai terbaik saat ujian. Dan yang sangat membuatku senang, aku sudah mendapat sekolah terfaforit RSBI di tempatku sebelum ujian sekolah.
Aku tahu di SMA itu terdapat berbagai macam orang pandai dari berbagai SMP terkemuka di tempatku karena tidak semua anak bisa diterima di situ mereka adalah anak pilihan. Namun aku tetap semangat untuk memberikan yang terbaik. Syukurlah walau tidak menjadi yang pertama, aku tetap masuk 3 besar dan Alhamdulillah dapat meringankan biaya sekolahku. Karena menyekolahkan dua anak sekaligus denga gaji yang pas-pasan tidaklah mudah. Apalagi sekolahku cukup mahal. Syukurlah aku bisa membuat ibuku tersenyum melihatku. Walau mereka tidak pernah mengungkapkannya, namun aku yakin mereka dapat merasakan semangatku.
Seiring berjalannya waktu, kini aku dan kakakku sudah membuka gerbang kehidupan dengan pilihannya masing-masing. Orang tuaku selalu berkata “ aku tidak akan pernah memberikan warisan apapun kepada kalian, hanya ilmu yang akan saya usahakan untuk kalian dan kalian harus lebih baik dari kami. Ayah yakin bahwa anak selalu membawa rizki sendiri-sendiri. Semua pasti ada jalannya bila kita mau berusaha. Kalian hanyalah titipan bagi kami, jadi kami akan berusaha memberikan yang terbaik buat kalian. Harta akan mudah lenyap, namun ilmu tidak akan pernah sirna. Maka kalian harus sekolah dengan benar supaya dapat merasakan hidup yang lebih baik”. Itulah yang membuat orang tuaku sebisa mukin untuk mengantar kita untuk mancapai cita-cita kita tanpa lupa untuk berdo’a. Kini aku lebih memilih menjadi guru walaupun aku juga sudah di terima bidik misi di salah satu perguruan tinggi di Bogor, namun guru merupakan panggilan hatiku. Karena tidak mudah untuk menjadi seorang pengajar. Sedangkan saudaraku dengan berbagai pertimbangan memilih untuk akmil.
Semoga semangat sang gadis kecil tak akan pernah sirna hingga kapanpun. Semoga gadis kecil itu akan selalu semangat untuk membuat orang tuanya tersenyum bangga melihat keberhasilan anak-anak sang permata hatinya.

BY : A.AFIF

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih