Bukan Saya, Kamu, atau Dia tetapi Kita



Cerita ini saya alami sewaktu saya masih bersekolah di jenjang SMP. SMP tersebut bernama SMP Negeri 8 Purworejo. Alasan saya memilih bersekolah di SMP tersebut adalah karena akreditasinya yang sudah baik dan yang lebih penting adalah jaraknya yang cukup dekat dari rumah saya, kira-kira hanya 2,5 Km.
Setelah saya diterima menjadi siswa di SMP tersebut, tidak sedikitpun saya pernah berpikir untuk mengikuti kegiatan baik ekstrakulikuler maupun organisasi intra sekolah (OSIS). Pada akhirnya sayapun terpaksa mengikuti salah satu kegiatan ekstrakulikuler yaitu PMR, itupun karena dipilih oleh salah satu guru saya. Namun bukan mengenai kegitan PMR  yang akan saya ceritakan pada cerita ini.
Cerita ini tidak akan lengkap apabila saya tidak menyertakan alasan  mengapa saya tidak berminat untuk mengikuti kegiatan organisasi di SMP. Alasan saya adalah karena salah satu sifat saya, yaitu sulit untuk bergaul atau bersosialisasi, sehingga saya cenderung malas untuk mengikuti kegiatan-kegiatan berorganisasi.
Ada sebuah kegiatan di SMP saya yang memang sudah berjalan saat saya duduk di kelas satu SMP,  yaitu bernama LT ( Lomba Tingkat). Jika penulis tidak salah, kegiatan LT tersebut dilaksanakan setiap 4 tahun sekali. Kegiatan LT merupakan sebuah kegiatan yang digunakan untuk mempersiapkan peserta untuk mengikuti lomba pramuka. Sekedar informasi, SMP saya merupakan SMP yang dari tahun ke tahun unggul karena kegiatan pramukanya juga, sehingga tidak berlebihan jika para guru pembina pramuka benar-benar mempersiapkan segalanya sesempurna mungkin. Dimulai dari cara open recruitmen bagi para calon pesertanya, selain memiliki penampilan yang menarik dan pintar, kriteria lainnya yaitu tahan banting. Setelah dua tahun berjalan, para peserta kegiatan tersebut satu persatu mulai mundur teratur, bagaiman tidak, para peserta mungkin merasa malas dan bosan dengan agenda yang dilaksakan pada kegiatan tersebut, salah satunya adalah latihan rutin setiap hari minggu. Tentu saja dapat dengan mudah kita duga, kebanyakan dari mereka yang keluar adalah peserta putra.
            Banyaknya peserta putra yang keluar dari LT  menyebabkan para guru pembina pramuka menjadi kebingungan, karena LT II ( tingkat ranting) akan dimulai kira-kira 6 bulan lagi. Hal tersebut menjadi salah satu alasan dibukanya kembali open recruitmen bagi peserta  putra. Tentu saja, akibatnya saya menjadi peserta LT karena hal tersebut. Masih teringat bagaimana awal mula saat pertama kali saya dipilih oleh pembina saya, Bapak Hendri Diantoro. Pengumuman open recruitmen tersebut dilakukan menurut saya tanpa sepengetahuan dari siswa putra, karena dilakukan secara mendadak dan tanpa sepengetahuan siswa bahwa itu merupakan open recruitmen LT.
“ Siapa yang dulu waktu SD pernah menjadi ketua saat pesta siaga? Laki-laki !?“, kata pembina saya menambahkan pertanyaanya. Pengumuman tersebut dilakukan di perpustakaan, saat kelas saya kosong jam pelajaran dan hanya diberi tugas untuk mencari materi di perpustakaan.
Jika diingat kembali, hal ini sering membuat saya tersenyum kembali, tiga anak putra yaitu Widiaji, Nur Hanif dan saya, bisa dikatakan serempak dengan semangat mengangkat tangan.
“ Saya pak !!!”, jawab kami bertiga. Kami bertiga tidak mengira bahwa pertanyaan yang diajukan oleh pembina pramuka tersebut sebenarnya merupakan open recruitmen LT. Pada waktu itu kami bertiga sama-sama mengira bahwa pertanyaan itu dimaksudkan hanya untuk memberikan kami semacam penghargaan atau beasiswa misalnya. :)

“ Ok, nanti sepulang sekolah, temui saya di kantor !”, jawab pembina saya singkat.
Kami bertiga menjadi semakin bingung, mengapa sampai kami harus menemui pembina tersebut. Tapi kami tidak mempedulikanya, sepulang sekolah kami segera menemui beliau di ruang guru. Singkatnya akhirnya pembina saya itu mencertikan maksud dari pertanyaan yang diucapkan saat di perpustakaan, yaitu open recruitmen untuk peserta LT. Sontak kami bertiga kaget dan sudah terbayangkan bagaimana nantinya setiap hari minggu harus mengikuti latihan rutin.
Pada akhirnya dari kedua teman saya tersebut dan juga saya, hanya saya yang bertahan untuk tetap mengikuti LT.
bbb
Cerita saya ini pada dasarnya merupakan cerita tentang kerjasama antara saya, teman-teman saya, dan juga pembina saya dalam mempersiapkan menghadapi Lomba Tingkat. Cerita ini mungkin akan menjadi membingungkan apabila saya tidak memberi gambaran apa itu Lomba Tingkat.
Pada dasarnya Lomba Tingkat merupakan lomba pramuka tahunan. Lomba ini dilaksanakan kira-kira 4 tahun sekali, dimulai dari LT I ,yaitu tingkat gugus yang dilaksanakan di masing-masing SMP yang berupa seleksi bagi para peserta yang akan mewakili SMP atau gugusnya, hingga LT VI yang dilaksanakan di tingkat antar negara. Dan target berlomba antar negara tersebutlah yang menjadi motivasi saya untuk tetap bertahan mengikuti setiap agenda LT ini.
Kerja keras berupa latihan rutin setiap hari minggu sudah menjadi santapan rutin bagi kelompok putra maupun putri untuk mempersiapkan LT II dan seterusnya apabila nantinya kami lolos. Di sinilah awal mula saya mengerti betul arti kerjasama dalam kelompok.
Hingga pada saatnya LT tingkat ranting tiba yaitu LT II, wakil dari SMP saya sudah benar-benar siap fisik maupun mental untuk menhadapinya. Singkatnya, kami tidak mengalami kesulitan yang berarti pada LT II, yang ditandai dengan keluarnya kami sebagai pemenang, baik wakil dari putra maupun putri.
Namun kemenangan tersebut tidak menjadi akhir dari kerjakeras kami, karena setiap hari minggu kami tetap harus ikut latihan rutin, bahkan apabila ada hari libur kami terpaksa harus melaksanakan latihan untuk menghadapi LT tingkat Kabupaten. Bahkan 2 minggu sebelum pelaksanaan LT Kabupaten, latihan dilaksanakan setiap hari mengambil waktu jam KBM. Lelah? Tentu saja kami semua merasa lelah dan juga bosan dengan agenda rutin tersebut. Namun seperti yang telah dikatakan oleh pembina saya, bahwa kami ini berkelompok, kerjasama dan kekompakan merupakan yang utama untuk meraih keberhasilan. Hal tersebutlah yang memotivasi kami untuk tetap ikut latihan, dan sangat jarang yang tidak mengikuti latihan rutin apabila tidak ada urusan penting.
Saya mau bercerita, meskipun kami bisa dikatakan menjadi pahlawan bagi sekolah kami, dan cukup banyak teman yang bersimpati terutama adik kelas kami, namun banyak sekali guru yang memandang kami sebelah mata. Mungkin menurut mereka lomba pramuka kurang bergengsi dan tidak dapat digunakan untuk mengangkat prestise sekolah. Namun hal tersebut tidak menjadi batu sandungan bagi kami, seluruh anggota malah menjadi semakin bersemangat untuk menunjukan bahwa kami ada, dan kami bisa.
Tiba saatnya pada LT III, yaitu LT tingkat kabupaten dilaksanakan kami merasa cukup was-was, betapa tidak, salah satu peserta yaitu dari SMP Negeri 2 merupakn rival terberat bagi SMP saya dari tahun ke tahun. Mungkin dapat dikatakan LT III lah yang cukup berkesan bagi saya. Di sini kami benar-benar diuji kemampuan, kerjasama dan kekompakannya. LT III ini dilaksanakan selama 3 hari 2 malam, hari pertama dimulai dengan pendirian tenda oleh masing-masing kelompok dan dilanjutkan dengan upacara pembukaan. Setiap harinya kami diharuskan mengikuti agenda perlombaan, untuk bertahan hidup yaitu makan pun kami harus memasak sendiri. Masih teringat di memori saya, salah satu teman kami sampai muntah karena masakan yang kami masak untuk makan siang. Di sinilah kami semua menyadari akan pentingnya kerjasama.
Hari kedua, kami diberitahu oleh pembina bahwa nilai dari kelompok putra masih jauh diatas dari kelompok putra lainnya, namun tidak pada kelompok putri dari SMP kami, nilai mereka masih dibawah dari rival utama kami yaitu SMP negeri 2 Purworejo. Hal itu meskipun tidak menimpa kelompok putra, namun hal menjadikan kami semua menjadi merasa bersedih. Betapa tidak, hampir seluruh kegiatan saat SMP, kami laksanakan dan jalani bersama, atau dapat dikatakan kalau kami ini sudah sangat akrab dan saling menganggap sebagai saudara. Kamipun mulai memutar otak bagaimana caranya agar kelompok putri dari SMP kami dapat menang dan memperoleh poin. Pada malam hari kedua, kelompok putri dari SMP kami mengalami halangan yaitu salah satu teman kami kesurupan, dan mengalami hal-hal gaib lainnya. Hingga pembina kami harus melakukan ritual doa untuk mencegah hal tersebut terulang lagi di tenda putri. Di sisi lain, kami juga mendapatkan sebuah keberuntungan pada malam tersebut, saat saya dan salah satu teman saya akan keluar untuk pergi ke WC, kami menemukan kelompok putra dan putri dari SMP yang merupakan rival utama kami saling mengadakan pertemuan. Padahal pada peraturan perlombaan telah dibacakan bahwa antara kelompok putra dan putri tidak boleh saling bertemu untuk berbicara. Akhirnya kami berpikir, mungkin ini salah satu jalan untuk memenangkan kelompok putri SMP kami. Saya dan teman saya akhirnya menuju bagian kepanitiaan lomba untuk melaporkan hal tersebut. Hasilnya? Tentu saja seluruh anggota baik putra dan putri dari SMP mereka dikumpulkan pada malam itu juga untuk diberi hukuman. Pada pagi harinya kami diberi informasi oleh pembina kami bahwa kelompok putri dari SMP negeri 2 nilainya telah dikurangi, sehingga kelompok putri dari SMP kami unggul di atasnya. Dapat dikatakan selama jalannya perlombaan, kami banyak melakukan kerjasama antara kelompok putra dan putri, baik dalam makanan maupun saling menyemangati. Jika diingat kembali, tidak hanya kerjasama dalam kebaikan yang kami lakukan, kami juaga melakukan kerjasama yang curang saat  jalannya perlombaan, seperti diam-diam keluar saat jam malam, hingga keluar untuk membeli makanan dan mandi di luar wilayah perlombaan yang tentu saja itu semua melanggar peraturan.
Singkat cerita kami dapat memenangkan LT III ini baik wakil putra maupun putri dan berhak untuk maju ke tingkat provinsi.
Pelaksanaan LT tingkat provinsi sendiri dilaksanaka 1 bulan setelah LT III ini, hal tersebutlah yang menyebabkan kami harus benar-benar mempersiapkannya hingga harus meninggalkan KBM setiap harinya. Para pembina pun juga mempersiapkan persiapan sebaik mungkin mulai dari materi hingga memberikan kami suplemen makanan setiap harinya. Lomba tingkat provinsi ini di laksanakan di salah satu Bumper (Bumi perkemahan) Semarang, sehingga kami harus berangkat pagi jam 5 dari daerah kami sebelum pelaksanaan Lomba di mulai. Perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan menyebabkan kami semua kelelahan. Di tambah lagi pada malam pertama hujan sangat deras mengakibatkan tenda kami kebanjiran. Sekedar informasi kami kelompok pria berada di daerah bawah, sehingga air mengalir ke seluruh tenda putra. Akibatnya kami harus diefakuasi dan tidur di masjid atau aula. Belum lagi mati lampu juga mengakibatkan wilayah Bumper menjadi gelap gulita. Di sinilah ego masing-masing kami mulai terlihat, masing-masing dari kami saling mementingkan diri sendiri dan melupakan arti kerjasama kelompok. Pagi harinya, setelah melihat keadaan tenda kami, semangat yang semula menyala-nyala menjadi drop dengan drastis setelah melihat keadaan tenda kami yang tergenang air dan pakaian kami serta perlengkapan kami yang basah kuyup. Akhirnya kami tidak bersemangat untuk mengikuti jalannya perlombaaan. Akibatnya pada akhirnya kami kelompok putra hanya memperoleh juara harapan pertama, sedangkan kelompok putri dari SMP saya memperoleh juara dua.
Sepulangnya dari lomba, kami kelompok putra menyadari bahwa kerjasama dan kekompakan kami hilang karena ego dari masing-masing kami.
Pada akhir cerita ini, penulis hanya ingin menuliskan bahwa kerjasama dalam tim memang sangat perlu, bahkan merupakan tiang utama dari keberhasilan tim tersebut. Tidak hanya itu, kekompakan merupakan salah satu penunjang dari kerjasama itu sendiri. Lalu apa yang kita dapatkan hanya keberhasilan saja? Tidak!!!, saya sebagai penulis cerita ini hingga pada saat ini masih merasakan kekompakan dari teman-teman LT saya, bahkan salah satu dari teman wanita saya kini sudah saya anggap sebagai kakak saya sendiri. Tidak hanya itu saja, kami bahkan masih sering berkomunikasi melalui grup yang dibuat oleh salah satu teman saya di Facebook yaitu bernama “ Lomba Tingkat Pramuka (SMP N 8 Purworejo)”. Sehingga penulis menyimpulkan, bahwa dengan kerjasama kita dapat memperoleh sahabat bahkan saudara baru, pacar juga termasuk didalamnya...hehe. Penulis juga menyadari, bahwa ego sering menghalangi jalannya kerjasama sehingga saling pengertian dan memahami merupakan jalan untuk melawannya.

b¬c
Penulis sangat berterima kasih kepada para  pembina, yaitu bapak Hendri, Ibu Budi dan Ibu Lastri yang selalu memotivasi saya dan teman-teman LT. Untuk kakak  angkat  saya, mbak Marina di Jakarta, semoga sehat selalu. Juga untuk semua teman-teman LT, semoga sehat dan selalu di bawah perlindungan-Nya. Amin 
Spesial Thanks to Lis, u r always in my heart

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih