Namaku Rizki Nor Amelia, teman-teman biasa memanggilku Kikik. Aku
memiliki lima orang sahabat, dan tiga diantaranya adalah laki-laki, yaitu
Muhammad Freeansyah Ponco Sukmajati ( Momo ), Ahmad Isyiroqi Akbar ( John ),
dan Hafiz Ridha Pramudita ( Hakz ). Namun aku paling dekat dengan John dan
Hakz. Mereka sudah kuanggap seperti kakakku sendiri meskipun diantara kami
bertiga, John adalah yang paling muda. Kami bersahabat sejak kelas 2 SMA. Di
saat kami menginjak kelas 3 SMA, kami sempat takut apabila tidak lulus Ujian
Akhir Nasional ( UAN ). Jujur saja, aku ini paling lemah dalam bidang matematika.
Mata pelajaran kesukaanku justru adalah seni rupa. Sejak kecil aku sangat
menyukai melukis. Hasil lukisanku juga cukup baik, hal ini dibuktikan dengan
lukisanku saat kelas 3 SMA yang di minta oleh sekolah karena akan di pajang di
perpustakaan tetapi aku tidak memperbolehkannya karena aku ingin memajang
lukisan pertamaku itu di kamarku. Sayangnya, aku belum pernah mengikuti lomba
atau event yang berkaitan dengan lukis-melukis tersebut. Namun kedua orang
tuaku tidak memperbolehkan aku untuk mengambil jurusan seni rupa saat aku
kuliah nanti. Mereka menginginkanku menjadi seorang pendidik. Akhirnya tibalah
aku di kelas ini. John yang sangat pandai dalam bidang kimia banyak mengajariku
kimia sehingga aku mulai menyukai bidang ini, sedangkan Hakz yang sangat lihai
dalam hal IT terutama program-program dalam komputer juga mulai menaruh minat
pada kimia karena John.
Tidak terasa UAN hampir tiba, kami bertiga pun menjadi semakin
tegang. John dan Hakz sampai pindah lembaga bimbingan belajar untuk bergabung
denganku. Kami bertiga mengambil jam malam ( 18.30-20.00 WIB ) dan berangkat
les bersama-sama setiap hari. Ketegangan
kami sampai pada puncaknya saat muncul desas-desus ada calo ( lebih dikenal
dengan nama server ) yang menjual jawaban soal UAN seharga Rp 300.000,00 untuk
ke enam bidang studi ( Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Kimia,
Fisika, dan Biologi ). Aku sangat kaget
saat aku bertanya kepada beberapa teman les ku yang tentu saja tidak satu sekolahan denganku, mereka
mengatakan bahwa mereka juga ikut membeli kunci jawaban soal UAN itu namun
dengan harga yang lebih murah karena menurut mereka server tiap sekolah pasti
berbeda sehingga harganya pun berbeda pula. Aku tidak pernah tahu kalau UAN SMA
itu juga menakutkan bagi kebanyakan orang, bahkan mereka sampai berani
melakukan perbuatan ilegal seperti itu. Jujur saja, aku pribadi juga takut,
tetapi aku berusaha untuk meyakinkan diriku agar tidak terjerumus dalam hal-hal
yang pastinya merugikan diriku dan membuat kedua orang tuaku nantinya kecewa padaku.
Berkali-kali aku ditawari untuk ikut membeli kunci jawaban UAN dari server itu tetapi aku bersikeras menolaknya.
Malapetaka pun datang karena bodohnya aku sempat mempertimbangkan
tawaran yang datang dari Bestoro ( Betot ) untuk ikut mengerjakan soal UAN di
rumah Vita ( salah satu sahabat perempuanku ) pada malam hari sebelum UAN.
Betot adalah salah satu siswa yang sangat tajir di kelasku, tidak heran apabila
dia berani menanggung hampir 90% biaya pembelian soal UAN itu, sedangkan
sisanya dibebankan kepada teman-teman yang ingin bergabung dengannya. Vita yang
saat itu sedang dekat dengan Betot banyak bercerita kepadaku. Dia berkata bahwa
server yang akan digunakan Betot berbeda
dengan server yang akan digunakan oleh Astrid ( anak IPS sebagai perantara calo
yang Rp 300.000,00 tadi) dan aku ditawarinya secara gratis. Hanya saja, tidak
semua anak di kelasku diajak bergabung dengan Betot meskipun dia mengatakan
bahwa soal ini khusus untuk anak-anak kelas XII IPA 3. Aku bingung dan
menceritakan hal ini pada John dan Hakz, ternyata John dan Hakz juga ditawari
hal yang sama. Kami bertiga akhirnya sepakat untuk membicarakan hal ini dengan
kedua orang tua kami masing-masing.
Dengan segala pertimbangan yang ada, orang tuaku memperbolehkanku untuk
bergabung dengan Betot dan Vita. Aku kaget mendengar keputusan kedua orang
tuaku itu. Satu hal yang sampai saat ini masih kuingat adalah nasihat ibuku
yang berbunyi sebagai berikut “ Kowe
entuk melu-melu Vita, tapi inget, nek kui ngko mek ngapusi, kowe ra entuk gela.
Lan kanggo jaga-jaga, kowe kudu tetep sinau dhewe “. Vita dan Betot sangat
senang karena aku bergabung dengan mereka. Bahkan John dan Hakz pun juga ikut
serta. Akhirnya selama satu bulan, aku,
John, Hakz, Vita, Momo, Betot, Arif, Aswin, Mahendra ( Mahe ), Dwito, Adi,
Irfan, dan Okik selalu bersama-sama.
Pada malam yang sudah ditentukan, tepat setelah sholat Isya aku
segera melaju ke rumah Vita. Sesampainya disana, tak lama kemudian Mahe, Arif,
Aswin, Adi, Hakz, dan Okik pun datang. Dwito juga datang dengan mobil dan
membawa printer copy sekaligus scanner untuk menggandakan soal UAN. Akan
tetapi, rupanya John dan Momo tidak jadi datang karena kedua orang tuanya
berubah pikiran sedangkan Betot dan Irfan sedang menunggu server di tempat yang
sudah mereka tentukan. Aku pribadi sangat cemas kalau ini hanyalah tipuan dari
oknum yang tidak bertanggung jawab tetapi aku juga merasa geli dengan kejadian
ini. Aku tidak menyangka bahwa aku ikut melakukan hal ini. Untuk menunggu
kedatangan Betot dan Irfan, kami belajar biologi bersama hingga pukul 21.30
WIB. Arif berusaha menghubungi Betot dan Irfan untuk menanyakan apakah soal itu
sudah datang atau belum. Namun Betot menjawab belum. Nah, saat itulah hatiku
merasa janggal. Entah kenapa Aku yakin bahwa server itu telah berbohong. Aku
juga sudah di telepon berkali-kali oleh kedua orangtuaku. Aku pun berinisiatif
untuk segera pulang tetapi teman-teman tidak memperbolehkanku. Akhirnya Arif
menelpon kedua orang tuaku untuk meminta izin bahwa aku akan pulang jika sudah
selesai dan dia yang akan mengantarkanku pulang. Sekarang sudah pukul 22.30
WIB, kami pun segera berpamitan untuk pulang karena sudah merasa tidak enak
dengan kedua orang tua Vita. Vita berpesan kepadaku untuk selalu mengabarinya.
Akan tetapi, kenyataannya kami tidak benar-benar pulang. Aku berboncengan
dengan Arif, Mahe, Aswin, dan Okik dengan motor mereka sendiri-sendiri,
sedangkan Adi dan Hakz, menebeng di mobil Dwito segera bergegas menyusul Betot
dan Irfan untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi karena tiba-tiba ponsel
Betot sulit sekali dihubungi.
Namun, sebelum menemui Betot, kami mampir ke rumah Diah terlebih
dahulu. Kata Mahe, di rumah Diah sudah ada tentor biologi GO mereka yang
bersedia membantu untuk menyelesaikan soal UAN. Sesampainya di rumah Diah, aku
kaget karena ternyata apa yang Mahe katakan tersebut benar. Aku tidak menyangka
bahwa teman-temanku ini sudah mempersiapkan dengan matang agar UAN esok dapat
berlangsung dengan sukses, ya meskipun dengan cara yang salah seperti ini. Aku
pun memperkenalkan diri kepadanya karena aku bukan siswa GO tetapi Beliau malah
membalas dengan menyapaku ramah, sayangnya aku lupa siapa namanya. Obrolan kami
terhenti karena Arif mengajakku pergi untuk menyusul Betot. Aku berpamitan
dengan Bapak tentor itu dan ternyata Beliau juga sekalian mau pulang saja.
Beliau menyampaikan tidak perlu sungkan untuk datang ke rumahnya apabila kami
membutuhkan bantuan. Kami pun segera berangkat kecuali Aswin dan Mahe karena
mereka berdua akan menunggu saja di rumah Diah. Rencananya rumah Diah akan
dijadikan markas untuk menggandakan soal. Nah, ketika sampai di daerah Jalan
Mangkubumi, kami berhenti sebentar karena Okik akan berpamitan karena sudah
ditelepon orang tua mereka masing-masing untuk pulang. Ada beberapa orang yang
lewat dan terus menatap kami seolah kami adalah kumpulan remaja jalanan yang
sering kelayapan di malam hari. Mungkin mereka juga berpikir bahwa aku bukan
perempuan baik-baik karena aku yang notabene berjilbab berada di tengah-tengah
sekumpulan lelaki ini. Aku tidak mau ambil pusing karena aku sendiri sudah
mulai mengantuk. Setelah Okik pulang, tinggallah kami berlima melanjutkan
perjalanan menyusul Betot dan Irfan. Saat itu sudah hampir pukul 00.00 WIB. Aku tidak tahu apa
yang terjadi selanjutnya karena aku tertidur dalam perjalanan.
Sesampainya di tempat yang dituju, aku pun dibangunkan oleh Arif.
Sebenarnya aku tidak tahu persis lokasi tersebut di daerah mana, yang aku tahu
daerahnya agak terpencil dan banyak pohon-pohon besar yang mengerikan tetapi
memang ada beberapa remaja yang bersliweran seperti orang kebingungan. Arif
berkata kepadaku bahwa mereka itu juga sedang menjemput soal UAN seperti kami.
Aku hanya bisa ber-oh-oh ria mendengar beberapa penjelasannya. Maklum saja,
waktu itu sudah hampir pukul satu dini hari dan aku benar-benar sudah mengantuk
ditambah lagi ponselku lowbat, otomatis aku tidak dapat mengabari orang tuaku
dan juga Vita. Karena aku terus-menerus menguap, Hakz menyuruhku tidur saja di
dalam mobil, dia juga berkata bahwa urusan ini biar menjadi urusan antara
mereka ( Hakz, Adi, Dwito, Arif, Betot, dan Irfan) saja. Meskipun aku tertidur
tetapi aku merasa mendengar apa yang mereka bicarakan. Sepengetahuanku, tak
lama kemudian Betot dan Irfan datang. Mereka menyampaikan kabar bahwa server
yang mereka tunggu dari sehabis Isya hingga pukul satu dini hari ini belum juga
datang. Akhirnya diputuskan bahwa Hakz akan menemani Betot dan Irfan dengan
membawa printer copy sekaligus scanner milik Dwito untuk menggandakan soal UAN
jika servernya sudah datang. Karena Arif sudah berkali-kali ditelepon ayahnya,
maka Arif pun harus pulang. Sebelum pulang, dia membangunkanku untuk berpamitan
dan berkali-kali meminta maaf serta memintaku menelponnya ketika aku sudah
sampai di rumah nanti. Aku hanya menjawab “ya” sambil menganggukkan kepala.
Hakz juga sekalian berpamitan dan berkata kepadaku akan segera kerumahku jika
soal sudah digandakan. Sekali lagi aku hanya menjawab “ya” sambil menganggukkan
kepala. Karena perkataan Hakz itu entah mengapa rasanya rasa kantukku menghilang.
Kami pun berpisah disini dan aku segera diantarkan pulang oleh Dwito dan Adi.
Sesampainya dirumah, tepatnya pukul dua dini hari, ternyata kedua
orang tua dan adikku belum tidur. Mereka rupanya menghawatirkanku dan aku pun
menceritakan semua hal yang baru saja terjadi pada mereka. Mereka semua
tersenyum sekaligus prihatin. Aku tahu seharusnya aku tidak ikut melakukan hal
ini. Aku lantas disuruh Ibu untuk minum antalgin ( sejenis obat sakit kepala )
dan langsung tidur saja. Aku menurut dan mencoba memejamkan mata tetapi aku
tidak bisa. Aku ingat bahwa ponselku tadi lowbat jadi aku memutuskan untuk
mengechargenya, kalau-kalau Hakz menghubungiku. Aku bahkan tidak menelpon
ataupun mengabari Vita dan Arif karena kepalaku sudah cukup pusing. Aku pun
memutuskan untuk sholat tahajud. Selesainya mencurahkan semua isi hatiku
kepada-Nya, hatiku terasa ringan seolah-olah semua beban beratku sudah
terangkat. Aku segera berpikir positif dan beranjak tidur. Sebenarnya aku
pribadi merasa malu, sepertinya aku dekat dengan Allah SWT saat aku membutuhkan
keajaiban dari-Nya.
Pagi harinya, setelah aku bangun dari tidur aku langsung mengecek
ponselku. Ada banyak sekali sms yang masuk. Salah satunya adalah sms dari Hakz
yang dikirmnya pada pukul empat dini hari yang hanya berisi tanda L. Aku segera tahu maksud sms ini. Aku pun membalasnya dengan J dan sekalian mengirimkannya kepada John. Sejak itulah aku tidak
berharap apapun dari teman-temanku. Aku yakin bahwa aku dapat melakukannya
sendiri. Aku juga mendapat sms dari Vita untuk berkumpul di rumahnya terlebih
dahulu sebelum berangkat ke sekolah. Aku tidak membalasnya karena aku sudah
berjanji tidak mau lagi terlibat dalam hal ini. Aku segera mandi dan bergegas
ke sekolah. Sesampainya di sekolah, aku bertemu dengan John, rupanya dia juga
tidak mau berkumpul dahulu dengan tean-teman yang lain. Sedari awal kami memang
sudah tidak yakin dengan ide gila ini. Tak lama kemudian mereka pun datang (
Vita, Betot, Arif, Hakz, Okik, Momo, Aswin, Irfan, Dwito, dan Adi). Mereka
menanyakanku mengapa aku tidak ikut berkumpul degan mereka, aku hanya menjawab
sambil cengengesan “ Sori, aku ra reti
nek kalian sms”. Momo lalu menghampiriku dan John lalu menyodorkan kertas
kecil berisi huruf-huruf abjad A hingga E sebanyak lima puluh buah. Ya, kertas
itu adalah kunci jawaban UAN Bahasa Indonesia pada pagi hari ini. Kebetulan
kode soalku, Hakz, John, dan Momo adalah sama. Aku dan John iseng menghafalkan
lima kunci soal nomor satu hingga nomor lima. Hingga kini pun aku masih hafal :
B-C-D-A-B. Bel berbunyi, kami segera masuk kelas, karena posisi duduk diurutkan
sesuai dengan abjad dan nomor peserta, maka aku hanya sekelas dengan Dwito dan
Adi saja. Pengawas pun datang dan membagikan soalnya kepada kami. Selesai
berdoa, aku segera mengerjakan soal tersebut satu persatu. Aku tersenyum karena
kunci jawabannya meleset, nomor satu bukan B, nomor dua juga bukan C, dan
seterusnya hingga nomor lima. Ternyata dari kelima jawaban itu tidak ada yang
tepat. Aku semakin geli. Aku hanya bisa berharap semoga teman-temanku tidak
terjerumus oleh kunci jawaban yang menyesatkan itu.
Tak terasa UAN hari pertama telah selesai. Aku tidak bisa mengelak
ketika aku diajak mereka untuk berkumpul lagi di warung makan belakang sekolah.
Lagipula aku penasaran terhadap apa yang telah terjadi pada Hakz, Betot, dan
Irfan tadi malam. Sebelumnya, Betot meminta maaf kepada kami semua atas
kejadian malam itu. Dia berjanji akan
menggadaikan surat tanah yang diberikan si server kepadanya sebagai jaminan
karena sudah berani menipunya. Aku pribadi juga tidak menyalahkan Betot
sepenuhnya karena dalam kasus ini aku juga ikut bersalah. Kemudian Hakz
bercerita kepadaku bahwa tadi malam dia sudah melakukan hal yang bodoh.
Sebenarnya dia merasa kapok dan tidak mau lagi terlibat masalah ini. Dia juga
bercerita bahwa tadi malam Irfan dan Betot menginap di rumahnya jadi dia tidak
bisa mengelak ketika di ajak berkumpul di rumah Vita sebelum berangkat sekolah.
Karena sudah pukul setengah satu siang, Aku pun berpamitan dan segera pulang
untuk persiapan UAN hari berikutnya.
Hari Senin, 26 April 2010. Semua kerja keras kami terbayar lunas
saat kami bertiga dinyatakan lulus UAN. Kami sangat senang hingga kami
menangis. Mungkin memang terlihat sedikit berlebihan, namun kami benar-benar
sangat berbahagia dan bersyukur saat itu. Kami bisa membuktikan bahwa kami
mampu lulus dengan jerih payah kami sendiri. Akan tetapi, di tengah kebahagiaan
kami, ada tiga orang dikelas kami yang belum dinyatakan lulus. Anehnya, dari
ketiga orang itu, dua orang di antaranya ikut membeli kunci jawaban UAN dari
server yang direkomendasikan Astrid. Bahkan aku baru saja tahu jika Aswin,
Momo, Dwito, Vita, Betot, Mahe, Adi, dan Okik ikut membelinya, kecuali Arif.
Selain itu, aku juga baru saja tahu jika surat tanah yang diberikan si server
kepada Betot sebagai jaminan ternyata palsu tetapi toh Betot tidak bisa
melakukan apa-apa. Aku tahu jika Betot sangat marah dan kecewa. Namun semua itu
sudah terlanjur terjadi, ibarat kata nasi telah menjadi bubur. Setelah bertukar
informasi tentang nilai UAN teman-teman, kami bertanya-tanya mengapa nilai
teman-teman yang membeli kunci jawaban UAN tersebut bisa berbeda-beda, bahkan
jarak nilai mereka lumayan jauh? Kami
pun mencoba menarik sebuah kesimpulan
bahwa menurut kami, kunci jawaban soal UAN yang dikirimkan oleh server
tersebut berbeda antara siswa satu
dengan siswa lainnya. Sehingga mengakibatkan nilai UAN yang dihasilkan
bervariasi dan tidak menimbulkan kecurigaan. Tentu saja hal ini merugikan bagi
mereka yang mendapatkan nilai jelek pada salah satu mata pelajaran tertentu
meskipun mereka dinyatakan telah lulus. Akan tetapi toh mereka tidak peduli,
yang penting mereka telah lulus. Satu hari setelah UAS, kami bertigabelas
(tambah Neva dan Nisa) melakukan touring ke Pantai Sundak, Gunung Kidul dengan
motor. Kami sengaja berangkat pagi agar tidak membayar tiket masuk saat
memasuki kawasan objek wisata. Namun karena hari itu adalah Hari Jumat (hari
pendek), maka kami hanya bisa mengunjungi satu pantai saja. Suasana disana
sangat menyenangkan karena pantainya masih alami dan tidak banyak sampah. Akan
tetapi sayangnya banyak sesajen sehingga
bau menyannya sangat kental.
Hal yang tidak kalah
pentingnya yang harus segera di pikirkan adalah tes masuk perguruan tinggi.
Bisa dibilang kini aku telah benar-benar kembali ke jalan yang benar. Dari kami
bertiga, John yang pertama di terima di perguruan tinggi. Dia diterima di
jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada ( UGM ) melalui jalur Penelusuran
Bibit Swadana ( PBS ). Sebelumnya dia
sempat bingung memilih antara Teknik Sipil atau Teknik Kimia, namun karena dia
lebih menguasai bidang kimia, Guru BK kami dan teman-teman yang lain
menganjurkannya memilih Teknik Kimia saja. Walaupun dia telah diterima, tetapi
dia tetap membantu dan mensupport agar kami juga segera mendapatkan kursi di
peguruan tinggi. Sedih rasanya, saat aku tidak mendapati namaku tercantum di
koran saat pengumuman penerimaan mahasiswa baru UGM jalur ujian tertulis ( utul
), tetapi paling tidak aku telah mencobanya sehingga rasa kekecewaanku sedikit
terbendung. Sama halnya dengan Hakz, rupanya dia juga tidak diterima di jurusan
yang dia inginkan, yaitu Ilmu Komputer. Akhirnya Hakz memutuskan untuk
mendaftar di Amikom dan kemudian diterima disana, dia mendapatkan diskon uang
masuk karena nilai-nilainya yang cukup baik. Aku dan John senang sekali dan
mendukung Hakz karena kami tahu dia sangat menyukai IT. Jadi, tinggallah aku
sendirian yang belum tahu akan melanjutkan studi ku ke perguruan tinggi mana.
Aku kembali mengikuti
bimbingan belajar persiapan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (
SNMPTN ). Kali ini aku belajar dan berangkat les sendirian, karena John dan
Hakz tidak lagi menemaniku. Aku tidak merasa
sedih ataupun merasa kesal dengan keadaan ini, aku justru merasa bahagia
karena kedua sahabatku sudah mendapatkan tempat seperti yang mereka inginkan.
Semoga mereka dapat meraih apa yang mereka cita-citakan. Amien. Dimulailah
petualanganku mencari perguruan tinggi negeri berbekal kemauan bekerja keras
dan semangat yang baru. Aku memilih perguruan tinggi negeri karena menurutku
kualitas pendidikannya lebih baik dan yang jelas biayanya tidak terlalu mahal.
Maklum, ayahku hanya bekerja sebagai seorang penjahit dan ibuku adalah seorang
ibu rumah tangga. Aku juga mempunyai seorang adik yang selisih usianya 3 tahun
lebih muda dariku yang pastinya juga masih membutuhkan biaya pendidikan yang
tidaklah sedikit. Saat ada pengumuman pendaftaran D3 UGM aku pun segera
mendaftar, setelah menunggu pengumuman yang cukup lama aku pun dinyatakan diterima
di jurusan Agroindustri. Namun aku tidak mengambilnya karena tidak sesuai
dengan minatku. Aku tidak ingin terpaksa kuliah dengan mengambil bidang yang
tidak sesuai dengan minatku karena hal itu hanya akan menghabis-habiskan biaya
saja. Aku juga mendaftar di UIN Sunan Kalijaga, tetapi aku tidak diterima.
Kurasa wajar apabila aku tidak diterima disana karena aku tidak bisa
mengerjakan tes Dirasah Islamiyahnya. Tes Dirasah Islamiyah itu kebanyakan
berisi tentang sufi-sufi yang hidup semasa kejayaan Islam di Jazirah Arab dan
sekitarnya, perang-perang besar, masa-masa kenabian dan kekhalifahan, dan
lain-lain. Aku bersekolah di Negeri sejak aku SMP hingga SMA, jadi wajar
apabila pengetahuan tentang agamaku tidak cukup banyak.
Aku benar-benar belajar dan berusaha keras agar segera mendapatkan
kursi di perguruan tinggi negeri. Bagiku, SNMPTN adalah satu-satunya jalan yang
masih tersisa. Aku tidak tahu dan tidak bisa membayangkan seandainya aku tidak
diterima di jalur ini. Tes SNMPTN dilaksanakan selama dua hari, hari pertama
adalah Tes Potensi Akademik dan Tes Bidang Studi Kemampuan Dasar sedangkan hari
kedua adalah Tes Kemampuan IPA. Anehnya, aku tidak merasa tegang karena
sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan suasana tes seleksi. Satu bulan
berlalu dan Alhamdulillah aku diterima disini. Menurutku klimaks sudah berlalu
dan kini telah berakhir happy ending. Namun sayangnya, teman-temanku yang lain
ada yang belum beruntung sepertiku. Aku hanya bisa berharap semoga mereka akan
segera mendapatkan yang terbaik. Aku juga bersyukur memiliki teman-teman
seperti mereka. Bagiku, mereka adalah teman-teman terbaik yang aku punyai. Aku
menerima segala kelebihan serta kekurangan mereka masing-masing. Nah, dari
sekian banyak kejadian yang telah aku alami tersebut menyebabkanku belajar
banyak hal dan pelajaran tentang kejujuranlah yang paling penting. Kata Ibuku
mungkin saat aku tidak berhasil mendapatkan soal UAN itu karena Allah memang
tidak menghendaki aku berbuat demikian. Aku pun menyadari bahwa aku bukan
makhluk yang sempurna. Akan tetapi aku juga tidak mau munafik, aku harus
berusaha untuk tidak melakukan ataupun mengulangi setiap kesalahan yang pernah
aku lakukan.
0 komentar:
Posting Komentar