Menghargai
seseorang. Mungkin kata itu sering kali kita dengar , bahkan kita sudah
mengenal kata itu sejak kita kecil, dalam pelajaran di sekolah dasar pun kita
mengenal kata tersebut, seperti dalam pelajaran PPKN tentang menghargai orang
lain. Tapi sebenarnya apa makna menghargai seseorang itu? Bagi saya itu hanya
kata-kata yang dipakai untuk memberikan suatu penghargaan kepada orang lain
agar orang lain itu merasa senang dan juga hanya sebagai suatu yang harus saya
pelajari agar saya dapat hidup bermasyarakat.
Ya!
Mungkin itu lah yang dapat saya pikirkan pada saat itu, disaat saya belum bisa
memaknai dan menghargai kehidupan ini. Pemikiran seorang bocah yang belum
mengerti gejolak kehidupan yang ada, yang ia pikirkan hanyalah kesenangan dan
berbagai hal menyenangkan lainnya, tetapi tidak dengan sekarang. Ketika kita
beranjak dewasa kita akan mendapatkan pengalaman yang tidak akan pernah diduga
sebelumnya dan pengalaman tersebut sedikit demi sedikit akan memperlihatkan
pada kita mengenai dunia ini atau bahkan akan mengubah persepsi kita mengenai
kehidupan ini. Ya seperti pepatah yang sering kita dengar, pengalaman adalah
guru yang paling berharga.
Sekarang
saya tau apa itu menghargai seseorang dan untuk apa kita menghargai seseorang
tersebut. Namun untuk memperoleh pengalaman tersebut terkadang kita harus
merasakan kehilangan terlebih dahulu baru kita akan merasakan sesuatu itu
berharga bagi kita dan itu terjadi kepada saya. Saya memang dilahirkan sebagai
anak tunggal, tapi saya tumbuh dengan sangat baik. Kasih sayang orang tua
kepada saya amat sangat besar untuk saya, dalam bergaul pun saya termasuk orang
yang mudah bergaul. Tapi satu sifat buruk saya yang sejak dahulu hinggap di
diri saya, saya terlalu cuek. Sifat ini ada entah karena keegoisanku sebagai anak
tunggal yang terlalu dimanja atau karena aku terbiasa sendiri sehingga
menjadikanku seorang yang kurang peduli dengan orang lain. Hal ini
tentunya mengganggu sekali dalam
aktivitas sehari-hariku. Sering sekali aku berusaha menghilangkan sifat ini,
tapi sering sekali pula aku tidak dapat mengalahkan sifatku ini. Dan ini terasa
sangat tidak nyaman. Apalagi jika ada seseorang yang memberikan kasih sayang
kepadaku tetapi sering kali saya mengacuhkannya, karena saya selalu beranggapan
hal tersebut hanyalah hal sepele dan tidak terlalu penting.
Sebenarnya
saat kita disayang atau pun diperhatikan oleh orang lain terkadang kita tidak
menyadari bahwa itu dapat menimbulkan suatu kedamaian di dalam hati. Namun kita
sering terlambat menyadarinya, kita sadar ketika kita sudah berada jauh dari
orang-orang yang menyayangi kita. Saya merasakannya saat dimana saya harus
pergi jauh dari mereka, dimana saya untuk sementara tidak dapat bertemu dengan
mereka karena untuk mengejar cita-cita saya.
Dulu
saya memiliki teman-teman dekat yang selalu bermain, belajar dan berkumpul
bersama. Mereka teman yang sangat baik, amat sangat baik. Tapi terkadang saya
suka menyepelekan apa yang mereka lakukan kepada saya dan malah tidak
menghiraukannya. Disekolah pun saya aktif mengikuti beberapa kegiatan
ekstakulikuler yang ada disekolah, seharusnya dengan saya mengikuti kegiatan
ekstra tersebut saya bisa menghilangkan sedikit demi sedikit sifat cuek saya
tersebut. Namun ternyata hal tersebut tidak terjadi bagi saya, sifat itu masih
saja terus melekat pada diri saya.
Saya masih terjebak dalam keegoisan saya
sendiri, aku suka marah-marah jika ada sesuatu yang tidak saya senangi tanpa
memikirkan waktu dan tempatnya. Sahabat-sahabatku pun kerap sekali kubuat
pusing dengan sifat egoisku ini. Pernah suatu ketika saat ada sebuah acara
disekolahku dan aku masuk dalam kepanitiaan di dalamnya. Ada sesuatu yang
membuatku tidak nyaman dengan sikap salah seorang temanku sebut saja dia Susi,
aku melihatnya terlalu kecentilan dan sifatnya terlihat begitu menyebalkan
bagiku, sehingga aku memutuskan untuk tidak lagi berteman lagi dengannya karena
aku paling tidak suka dengan orang yang kecentilan, aneh dan menyebalkan
seperti temanku yang satu itu. Pada saat itu mudah sekali bagiku untuk mencari
teman baru dan “membuang” teman yang sudah tidak aku senangi lagi. Toh aku
masih punya segudang teman lainnya, yang lebih baik dan juga bisa lebih
mengayomiku dan juga lebih menyenangkan dibandingkan dengan Susi. Seperti kata
pepatah “mati satu tumbuh seribu” itulah yang selalu aku pikirkan, jadi untuk
apa aku bersusah-susah berteman jika aku merasa tidak nyaman.
Namun
tidak begitu dengan sahabat-sahabatku yang lain. Jadi sebenarnya aku dan Susi
memiliki 8 teman lainnya yang bergabung dalam suatu keluarga yang kami sebut
watashiri1.
1Watashiri
adalah singkatan dari wanita perkasa sepuluh bidadari, kami dipertemukan dalam
sebuah organisasi keagamaan dan menjadikan kami menjadi sahabat yang satu, dan
kami sudah seperti keluarga.
Mereka
yang melihat gelagat aneh dari diriku, mulai bertanya dan mengkhawatirkan
keadaanku yang menjadi berbeda kepada mereka. Tapi saat itu, jangankan
mengobrol bersama mereka melihat wajah mereka saja aku sudah malas, namun
mereka terus saja berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Melihat
mereka begitu kebingungan memikirkanku bukannya merasa kasihan dan menjelaskan
apa yang terjadi pada mereka, tapi aku malah sibuk mencari pengalihan lain agar
aku tidak terus bertemu dan memikirkan mereka. Aku hanya memikirkan kepentingan
diriku sendiri, aku hanya memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa terlepas
dari mereka dan tetap dapat menikmati masa sekolah yang menyenangkan.
Aku pun selalu mencari teman baru
untuk mengalihkan perhatianku pada anak-anak watashiri dan aku pun mendapatkan
banyak teman yang baik, seru dan dapat mengerti aku, mereka adalah teman
sekelasku. Dulu memang aku tidak begitu dekat dengan teman-teman sekelasku,
karena aku terlalu sibuk mengurusi kegiatan ekstrakulikuler yang aku ikuti
sehingga hubunganku dengan teman sekelas tidak begitu baik. Namun dengan adanya
kejadian itu aku dapat mengakrabkan diri dengan teman sekelasku yang sudah dari
kelas XI bersama. Aku pun mulai nyaman berada diantara mereka, yang tadinya aku
anggap mereka adalah anak-anak nakal yang taunya hanya bermain ternyata aku
melihat sisi lain dari mereka. Mereka memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi,
sebenarnya mereka tahu aku memiliki masalah dengan anak watashiri tapi tidak
pernah sekali pun mereka memojokanku namun mereka selalu memberikan nasehat mengenai
masalahku dan memberikan saran mengenai apa yang seharusnya aku lakukan. Tapi
bagiku itu semua tidaklah penting selama aku memiliki mereka, apalagi yang aku
butuhkan? Aku rasa tidak ada! Itu sugesti yang selalu aku berikan pada diriku
sendiri mengenai masalah yang aku hadapi. Bisa dibilang aku lari dari masalah
dan menyelesaikannya dengan cara yang salah, namun aku tetap menikmatinya
karena aku memiliki teman yang lain yang selalu mendukungku.
Disisi lain dari hatiku, aku sangat
sedih dengan perlakuanku terhadap teman-temanku namun apa daya, aku termakan
oleh keegoisanku yang sangat tinggi. Aku pun harus merasakan kehampaan yang
begitu dalam seorang diri, meskipun aku dapat menikmati masa-masa SMA ku dengan
lancar tetapi sebenarnya tergores luka yang begitu dalam pada hati ini. Sering
sekali sahabat baikku, Pure2 mengingatkanku bahwa tindakanku salah
dan menasehatiku agar aku menjelaskan pada mereka apa yang aku rasakan.
Bukannya aku tidak mau mengikuti nasehat dari temanku itu tapi sungguh, aku
sangat enggan melakukannya. Karena bagiku mereka sudah tidak ada, mereka
menyebalkan karena sudah membuat hatiku sesakit ini. Lebih baik begini, toh aku
masih bisa bahagia.
2Pure
adalah nama panggilan sayangku untuk sahabat terbaikku. Hanya dengannya aku
bisa menceritakan segalanya.
Jika aku berada pada posisi
watashiri aku tentu akan sangat jengkel dengan perlakuanku terhadap watashiri
dan mungkin aku akan mengikuti kemauanku agar watashiri jauh-jauh dari
kehidupanku. Namun yang aku kagumi dari mereka tidak ada sedikitpun pikiran
seperti itu dalam benak mereka malah mereka selalu menunjukkan senyuman mereka
kepadaku. Mereka tetap saja perhatian kepadaku dan menganggapku seperti
keluarga mereka.
Saat aku terkena penyakit tifus dan
harus bedrest dirumah, mereka menyempatkan
diri untuk menjengukku dan terlihat begitu perhatian sekali padaku. Tidak ada
rasa benci diwajah mereka, mereka tulus menjenggukku. Padahal perlakuanku
selama ini pada mereka sangatlah tidak dapat dimaafkan. Ketulusan dan kebaikan
mereka menyadarkanku bahwa bagi mereka aku ini sangat berharga. Yap,
persahabatan yang sudah terjalin lama tidak mungkin dapat putus begitu saja
dengan mudahnya. Dan bagi mereka, tidak ada kata memutuskan tali persaudaraan.
Kami dapat kenal dekat satu sama lain bukanlah dengan proses yang mudah, kami
merasakan kesal, sedih, pusing, tertawa, bahagia, lelah bersama, dan waktu 2.5
tahun yang sudah kami jalani bersama bukanlah waktu yang sebentar untuk sebuah
arti persahabatan, bahkan kami sudah seperti saudara. Hal inilah yang
membukakan hatiku, bahwa sebenarnya aku sayaaaang sekali pada mereka. Selama
ini aku hanya membohongi diri aku sendiri, aku mendustai hati ini.
Aku pun semakin merasa bahwa mereka
berharga, saat aku harus pergi menuntut ilmu di kota Yogyakarta ini. Saat
pertama kali aku berada di Jogja aku benar-benar merasa sendirian dan sebatang
kara. Tidak ada lagi teman yang dapat membantuku dalam keadaan suka maupun
duka, tidak ada lagi tawa canda bersama mereka. Aku benar-benar sangat
kehilangan mereka. Aku sadar, bahwa aku tidak boleh menyepelekan perhatiaan
seseorang kepada kita walaupun sekecil apapun bentuk perhatiaan itu,
karena kita tidak akan pernah mengetahui
apa yang akan terjadi di depannya dan agar kita tidak menyesal dengan apa yang
pernah kita lakukan.
Dari pengalaman inilah saya sadar
bahwa persahabatan yang kokoh tidak akan pernah bisa hancur dengan sifat egois
ataupun sifat lainnya apabila di dalam diri kita masih terdapat rasa simpati.
Dan dengan kasih sayang sekeras apapun hati itu dapat hancur juga dengan rasa
kasih sayang tersebut. Dan yang terpenting adalah kita harus menghargai apa
yang telah kita miliki, misalkan saja sahabat. Sahabat adalah teman yang paling
dekat dengan kehidupan kita, dan tidak mudah menemukan seorang sahabat, apalagi
sahabat yang sangat cocok dengan kita. Jika kita sudah menemukan sahabat yang
pas bagi kita, jagalah sahabat itu jika perlu pertahankanlah persahabatan itu
meskipun itu terasa berat. Karena sesungguhnya, sahabat juga memiliki hati dan
pasti ia pun tidak akan mudah untuk memutuskan persahabatan begitu saja.
Jadi
temukan sahabatmu, pegang erat sahabatmu dan pupuklah persahabatanmu itu agar
tumbuh menjadi suatu persahabatan yang kokoh sehingga apabila terdapat godaan
dari sifat keegoisan manusia tidak akan menggoyahkan persahabatan karena sudah
tertanam rasa kekeluargaan di dalamnya jadikanlah masalah yang ditemui sebagai
sebuah pupuk yang akan memperkokoh persahabat. Hal inilah yang sedang aku coba
lakukan untuk hidupku. Keep fighting!!! ^.^
BY: Monica
0 komentar:
Posting Komentar