Kado Kecil untuk Orang-Orang Tersayang “Maka Tersenyumlah”



                                                  Bunga-bunga kecil tumbuh dalam hati
                                                  Ia mekar dengan indahnya
                                                  Tatkala bening air menuruni kelopak-kelopaknya
                                                  Lalu jatuh ke tanah
                                                  Meresap, menghidupinya....
Ada beberapa titik dalam suatu kurva, ketika ia mencapai maksimum, minimum, atau titik belok. Seperti halnya kehidupan, ada saat ketika kita tertawa serasa berada di atas awan, mendapat segala sesuatu yang kita inginkan. Namun terkadang kita mengeluh di saat kita di bawah dan merasa dunia kejam pada kita. Begitu juga saya sebagai manusia biasa. Kehilangan suatu kesempatan baik atau ketika merasa ini adalah hari yang buruk, tak lagi bersemangat atau malah nglokro kalau kata orang Jawa, itulah yang kadang saya rasakan.
Manusia mempunyai jalan hidupnya masing-masing dan saya percaya itu. Setiap orang juga memiliki pandangan who am I yang berbeda-beda. Bahkan momentum-momentum tertentu, bagi tiap orang mempunyai kesan yang berbeda satu sama lain. Ada satu momentum pengingat bagi saya untuk bangkit ketika terjatuh dalam kesedihan. Mungkin ini hanya sebuah cerita masa kecil bagi Anda, tapi tidak bagi saya. Maka tersenyumlah teman, tersenyumlah....

Waktu itu saya masih kecil, usia TK. Kejadian itu sebelum reformasi, 1997 atau 1998 saya tidak begitu ingat. Seperti anak-anak yang lain saya suka bermain. Dan hari itu, libur sekolah, bersama kakak dan tetangga saya bermain di rumah tetangga. Karena dipanggil makan, kakak dan saya pulang ke rumah. Dekat saja, hanya butuh menyeberang jalan, sampai. Selesai makan, kakak mendahului saya kembali ke rumah tetangga. Sementara itu, ibu saya memegangi saya yang sudah tak sabar kembali bermain. Waktu itu konvoi ramai memenuhi jalan di depan rumah. Menunggu konvoi selesai saya tak lagi sabar untuk menyeberang. Cepat, setelah kendaraan terakhir lewat saya berlari, tapi naas sebuah motor melaju dengan kencang tanpa diduga. Yang saya ingat saat itu seperti bermimpi naik komedi putar. Semuanya berputar-putar, sebelum akhirnya gelap.
Malam hari saya terus menyalahkan kakak dan menangis karena sakit. Mungkin Ibu saya sudah lelah sehingga akhirnya beliau membawa saya keluar kamar dan berjalan-jalan di sekitar rumah sakit. Saya setuju karena mungkin saat itu saya bosan sendirian di rumah sakit itu. Tak seorang pun teman saya datang berkunjung. Rumah sakit tempat saya menginap memang jauh dari tempat tinggal saya, jadi wajarlah.
“Lihat itu, ada Simbah. Batuk nggak berhenti-berhenti. Tahu kenapa?” tanya Ibu itu pada saya. Saya hanya menggeleng. Kami melangkah memasuki ruang, menyapa Kakek yang terbaring lemah dikelilingi keluarganya. Dari sedikit ngobrol kami tahu Kakek itu memiliki sakit yang parah dan mungkin umurnya tak lama lagi.
Ruang kedua, ketiga, keempat hingga entah berapa ruang kami lewati. Semuanya terisi orang-orang sakit. Malam semakin larut, kami berhenti, memandang bintang. Tiba-tiba dari pintu yang terbuka di belakang kami, terlihat seorang anak kecil menangis. Kakinya dibalut perban dan digantung di sebuah tiang. Anak itu terus menangis seperti kesakitan. Sepertinya sakit sekali, pikir saya waktu itu. Saya meminta Ibu untuk kembali ke kamar dan tidur. Malam itu saya tidur dengan nyenyak. Tapi dalam bayangan saya hari-hari berikutnya, anak itu masih saja menangis, menangis, dan menangis, hingga hari ini....
Hingga hari ini, sepotong cerita masa kecil saya menjadi kisah pengingat untuk belajar ikhlas. Ketika teman menjadi musuh atau ketika teman akrab menjadi orang yang tak lagi dekat dengan saya. Ketika hari-hari melelahkan kompetisi debat tak berakhir sesuai keinginan atau saat berpikir saya tak berhasil mendapat yang saya inginkan. Semua itu pikiran-pikiran buruk yang melelahkan tak hanya jiwa tapi juga fisik. Waktu itu, seorang teman yang bijak berkata, “Ikhlas, ikhlas.” Kata sederhana yang tak pernah saya duga akan membangkitkan memori masa kecil, kisah yang saya ceritakan sekarang.
Terkadang ketika kita penat dan putus asa, kita menodai hati dengan berburuk sangka, mengeluh bahkan meyalahkan orang lain. Kita lupa untuk tersenyum dan mengobati hati kita dengan kedamaian bernama ikhlas. Cobalah sejenak kita tekan tombol pause dan merenung, ada banyak orang yang lebih tidak beruntung dari kita. Kita lupa bersyukur, bahkan terkadang menyalahkan Tuhan atas ketetapan-Nya yang kita anggap merugikan. Kita sombong untuk sekedar berterima kasih atas ujian-ujian, teguran, dan kasih sayang-Nya. Padahal kuncinya hanya satu, ikhlas. Ikhlas tak dimaknai sampai itu saja. Ikhlas adalah bentuk dari semangat yang terjaga nafsunya bukan sekedar narimo. Ada semangat untuk memperbaiki diri. Karena yakinlah, semua akan indah pada waktunya.
Seperti itulah ikhlas, yang diibaratkan air penyejuk bagi hati-hati yang gersang. Ikhlas menumbuhkan semangat baru. Ikhlas menumbuhkan perasaan gembira. Itulah ikhlas dan analoginya dalam sebait  syair di awal kisah ini, tak cukup untuk kita terima begitu saja tanpa pemaknaan dari diri kita masing-masing. Maka tersenyumlah dan carilah makna ikhlas di dalam diri Anda.
Senyum (Raihan)
Senyum di waktu susah tanda ketabahan
Senyuman itu tanda keimanan
Senyumlah... senyumlah... senyumlah....
Senyumlah....
Hati yang gundah terasa senang
Jika melihat senyum hati kan tenang
Tapi senyumlah seikhlas hati
Senyuman dari hati
Jatuh ke hati
(Jogja, 22.04.11~aR)

Thanks to , my Mom, my Friends, and all who I can’t mention here. For the rahmah, love, care,andlessons


BY:AMALIA

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih