Pada
hakekatnya akhlaq (budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat) adalah
suatu sifat yang melekat dalam jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah
memunculkan perilaku/perbuatan yang spontan, tanpa dibuat-buat dan tanpa
memerlukan pemikiran. Apabila perilaku yang muncul dan tanpa dibuat-buat itu
baik maka seseorang itu berakhlaq baik, akan tetapi jika perilaku yang muncul
dengan mudah dan tanpa dibuat-buat itu perilaku yang jelek/buruk, maka
seseorang itu berakhlaq buruk, atau budi yang tercela. Menghargai adalah akhlaq yang baik dan nilai yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Orang yang tidak mau menghargai orang lain
jangan mengharap dirinya akan dihargai oleh orang lain. Dari nilai inilah saya
mendapat pengalaman yang sangat berharga dalam hidup saya.
SD
saya tinggal bersama orang tua, setelah lulus saya melanjutkan ke SMP dan
mengikuti kemauan orang tua untuk bersekolah di kota dan tinggal bersama
saudara. Awalnya tinggal disana merasa senang, merasa bisa tinggal di seputaran
kota meskipun kota kecil, tetapi seiring waktu berjalan keadaan itu berubah.
Tinggal bersama saudara bukanlah hal yang baik untuk saya, karena saya mendapat yang tidak seharusnya saya dapatkan. Seperti
keharusan bagi saya sebagai anak dan murid untuk membantu menyelesaikan semua
pekerjaan rumah tangganya, ditambah pergi ke pasar untuk menjaga sebuah toko,
dan itu semua akhirnya menjadi kewajiban, sehingga saya sulit untuk mengikuti
kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan diri atau extrakurikuler di
sekolah, tetapi dari sini juga mendapatkan pengalaman berharga dan tetap
sembari belajar. Ketika apa yang saya lakukan kurang berkenan di hatinya saya
selalu disalahkan.
Karena hal itu, saya merasa tidak betah, tetapi apa daya
demi menghargai persaudaraan saya tetap berusaha untuk tetap tinggal di sana.
Apabila keadaan mulai membaik, selalu saja ada alasan untuk memperburuk keadaan
kembali. Ketika ada masalah saya hanya bisa menangis dan mencoba untuk
memecahkannya sendiri, saat itu saya tidak mungkin bercerita dengan siapapun
termasuk orang tua apalagi orang lain. Saya pikir jika saya bercerita dengan
orang lain mungkin sulit untuk dipercaya, pikirnya apa mungkin ada saudara yang
seperti itu, karena di luar hal ini saya tergolong anak yang ceria. Di suatu
sisi saya ingin membahagiakan orang tua tetapi apa daya, saya tidak bisa
maksimal dalam menuruti nasehatnya. Suatu contoh misalnya, orang tua mengingatkan
untuk selalu belajar dan saya tidak melaksanakan itu karena setiap kali akan
belajar pasti disuruh untuk melakukan kegiatan seperti yang saya sebutkan di
atas. Di sisi lain saya merasa tertekan,
bingung dan terbebani untuk
melakukan yang mana, karena setiap saya menolak dengan mengatakan apa yang akan
saya lakukan, mereka pasti membicarakan saya di belakang dengan orang lain, hal
ini menjadikan saya lebih sakit karena menurut saya apabila saya salah, tolang
di tegur untuk saya sendiri tanpa harus dibicarakan dengan orang lain.
Setelah
saya lulus SMP lalu melanjutkan ke SMA, dengan alasan letak sekolah di
seputaran kota juga dan tidak jauh dari rumah saudara saya itu, sehingga saya
tetap tinggal bersama saudara saya itu. Kegiatan setiap hari tetap sama, namun
di SMA saya mulai berani untuk melakukan apa yang akan saya lakukan, karena
saya berpikir apabila saya tetap seperti ini kapan majunya, bukankah disini
tujuannya untuk mengembangkan pengetahuan. Lalu saya mengikuti beberapa extra
kurikuler yang ada di sekolah. Dari beberapa kegiatan yang saya ikuti di
sekolah membuat waktu saya berada di sekolah menjadi lebih banyak dan
mengurangi kegiatan yang di rumah. Setiap kali ada pembicaraan yang lewat di
telinga saya abaikan tetapi tetap saja terasa sakit di hati, namun hanya saya
keluarkan dengan air mata saja.
Ketika
kesabaran saya mulai berkurang, saya membicarakan masalah ini dengan orang tua, kakek, nenek. Orang tua menasehati
untuk tetap sabar, bagaimanapun mereka saudara dekat kita, dan sampai kapanpun
tetap saudara, karena di balik semua itu pasti ada hikmah yang dapat diambil.
Mungkin saat ini saya seperti ini. Namun di kemudian hari siapa yang mengetahui
apa yang akan terjadi, tetapi apa salahnya berharap kelak hidup saya baik, jadi
tetap di jalani saja apa yang ada dan juga saat sudah mulai bekerja keras
nantinya dalam menjalani hidup ke depan tidak kaget lagi jika mendapat masalah
yang serupa. Tetapi juga tidak berharap mendapat masalah lagi, karena berkaca
pada pengalaman. Dukungan dari orang tua itulah yang membuat saya kuat dan tetap
bertahan hingga lulus SMA, karena orang tua juga selalu berharap jika kelak
nanti kehidupan anak itu harus lebih baik dari orang tuanya. Akhirnya saya
bertahan hingga 6 tahun. Setelah itu saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah
di luar daerah, yaitu di UNY. Ini merupakan salah satu alasan untuk saya
meninggalkan rumah saudara saya itu.
Di
Yogyakarta ini saya tinggal di sebuah kontrakan bersama salah satu anak yang
berasal dari daerah yang sama juga, saya selalu menghargainya. Setiap apa yang
ingin saya lakukan dia selalu ingin tahu, awalnya mengarahkan tetapi
selanjutnya apa yang saya lakukan harus seperti apa yang dia inginkan. Di sini
juga saya merasa tertekan. Saya menghargai apa yang dia inginkan, saya turuti
apa yang dia inginkan. Saya masih tetap sabar, agar tidak terjadi hal yang
tidak di inginkan, karena bagaimanapun juga dengan teman jangan sampai ada
salah paham apalagi dalam satu atap, hal ini apabila sampai terjadi akan
membuat keadaan lebih buruk. Maka dari itu diperlukan kesabaran yang ekstra.
Pelajaran
yang dapat saya ambil dari pengalaman ini adalah menghargai orang lain memang
penting dan perlu, agar hidup kita lebih aman, tentram, dan nyaman. Tetapi
jangan terlalu mengalah. Karena dengan kita selalu mengalah hidup kita akan
terasa tertekan. Hargailah orang lain dengan suatu batasan sewajarnya saja,
agar hidup kita tetap nyaman dan ingat bahwa mengalah bukan berarti kalah.
BY:SENJA
0 komentar:
Posting Komentar