Menghargai Orang Lain

        Aku adalah seorang gadis yang belum genap berusia 19 tahun , aku sungguh periang, cerewet, tidak mudah tersinggung, orangnya malas, suka ketiduran dan kalau sudah tidur lama banget ngga bangun-bangun, latahnya parah, nada suaraku juga keras banget, termasuk kalau lagi ngomong biasapun keras plus cepet banget,  ditambah aku orangnya ceplas-ceplos, tapi bukan bearti ngomong tanpa aturan maksudnya kalau sama temen-temen deket suka bercanda dengan ceplas-ceplos gitu. Ya, itu gambaran diriku menurut yang empunya sendiri. Tidak menutup kemungkinan akan jauh sangat berbeda jika yang menilai adalah orang lain. Aku tidak bisa menyebutkan kelebihan-kelebihan yang ada pada diriku, karena memang sampai sekarang aku masih belum mengerti tentang bakat dan minatku. Bisa dibilang aku masih menggunakan metode mengikuti arus yang berjalan atau masih suka ikut-ikutan orang lain. Jadi kalau ditanya orang mengenai kelebihan atau prestasi yang diraih, aku bisa langsung mengatakan “maaf ngga tau”.
Sejujurnya aku punya beberapa kebiasaan atau sifat buruk yang belum bisa disembuhkan. Aku adalah orang yang sangat tidak peka terhadap orang lain dan sangat pelupa. Jika ada level atau tingkatan untuk mengukur ketidakpekaanku dan sifat pelupaku, mungkin aku dengan sangat bangga menduduki peringkat teratas. Ya, lagi-lagi itu menurut aku sendiri. Tapi ketidakpekaanku bukan bearti aku tidak peduli, melainkan ketidakmampuanku untuk mengerti keadaan orang lain yang tidak terlihat jelas di depan mata, dalam artian aku kesusahan menangkap maksud orang lain juka hanya melalui gestur tubuh atau sikap-sikapnya terhadapku jika tidak langsung to the point ke inti masalah dengan bicara langsung. Satu hal lagi yang menemani sifat ketidakpekaanku adalah ”lola” atau loading lambat ya bahasa dulunya telmi. Itu merupakan masalah yang cukup serius di hidupku karena bisa membuat orang lain merasa tidak dihargai karena ketidakpekaanku terhadap sikap dan tindakan mereka, selain itu juga bisa membuat jengkel orang lain karena tidak mudeng-mudeng jika dijelaskan suatu hal.

Itulah segelintir sifat-sifatku yang belum bisa aku manage dengan baik. Dan karena sifat burukku itu aku pernah mengalami suatu kisah yang bisa dibilang sangat sepele tapi hasilnya sungguh sangat luar biasa. Masalah yang lahir karena ketidakpekaanku dan omonganku yang ceplas-ceplos terhadap orang lain yang menyebabkan kemarahan karena merasa aku tidak menghargai dia. Ceritaku bermula ketika aku sudah duduk di bangku kuliah seperti sekarang ini. Aku punya teman SMA yang kuliah bareng di Jogja. Aku, dia dan teman-teman yang lainnya layaknya sebagai mahasiswa baru di kota yang jauh dari daerah asalku melakukan segala sesuatunya bersama-sama, seperti timbul rasa persaudaraan yang begitu dekat dan erat. Aku senang mempunyai teman-teman yang bisa diajak berjuang bersama untuk menuntut ilmu disini, setidaknya aku tidak merasa sendiri di awal-awal kuliah.
Sudah hampir satu semester terlewati dan disitulah awal kisah yang memberikanku pelajaran berharga untuk menghargai orang lain, sekalipun orang itu temanku sendiri. Saat itu mungkin aku terbawa suasana SMA yang suka bercanda dan ejek sana-sini, sehingga sifatku dan kebiasaanku masih kadangkali aku lakukan. Awalnya biasa saja, semua berjalan dengan baik, karena mungkin teman-temanku mengerti sifatku yang suka bercanda dan ceplas-ceplos tidak karuan. Hari-hariku dipenuhi dengan canda dan tawa yang kadang aku buat sendiri dengan cerita-cerita konyolku. Hingga suatu saat candaku itu membawa petaka bagi persahabatan antara aku dan salah satu temanku.
Temanku yang baik ini memang notabene jarang bercanda dan agak tertutup. Meskipun kami satu SMA tapi kedekatan kami dimulai saat sudah kuliah disini. Hari itu, aku masih ingat nama hari tersebut saat aku melakukan kesalahan yang berdampak sangat besar nantinya. Seperti biasa, aku bangun pagi dan bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Temanku itu memang satu kos denganku, dan kebetulan sekali jadwal kuliah kami sama pada hari itu, jadi kami bisa berangkat bareng dengan motorku. Tibalah saat sarapan bersama dengan temanku yang lainnya, posisinya kita sudah berganti pakaian untuk kuliah. Dengan polosnya aku bilang sama temanku “ih pake baju pink..”, dia hanya menjawab “ngga usah komen” titik. Ya, aku masih biasa aja, aku belum sadar ada suatu yang aneh, inilah saat si sifat burukku yang bernama ketidakpekaan sedang menguasai dalam diriku. Karena aku merasa tidak ada apa-apa, hampir di penghujung makan, aku nyeplos lagi, ”ih..kok makannya ngga bersih...”, respon yang aku dengarpun sama dengan dengan yang sebelumnya, “ngga usah komen”, dan dengan lenggangnya aku masih merasa biasa saja, aku belum berpikir bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sungguh jika teringat hal itu, aku berpikir betapa ketidakpekaanku merajai diriku sendiri, padahal  masalah sudah di depan mata.
Setelah selesai sarapan, aku turun dari lantai dua di kosku untuk mengeluarkan motor bersiap berangkat ke kampus. Saat aku memanaskan motor, ada mba kosku juga yang mau berangkat ke kampus, temanku keluar dan berdiri menunggu di depan pintu, tiba-tiba dari mulutku keluar kata-kata lagi untuknya, “ih kok pake pin el-info seh?”, komentarku untuk yang terakhir kalinya. Dan untuk ketiga kalinya, aku mendengar jawaban yang sama dengan yang pertama dan kedua. Deg, disini mungkin si ketidakpekaanku agak tersingkir, aku mulai merasa ada suatu hal aneh yang terjadi dengan temanku itu. Dan aku mulai merasa benar-benar ada yang tidak beres ketika temanku itu diminta tolong untuk menutup pintu kos oleh mba kosku yang di luar itu, tapi dia menjawab dengan nada seperti orang marah “ngga mau!”, ya hanya itu yang terucap. Karena penasaran, aku bertanya,“hei...kamu kenapa e?”. Temanku diam saja dan tak menjawab, sampai pada akhirnya kami berangkat ke kampus. Sepanjang jalan aku dan dia membisu, pikiranku melayang kemana-mana tentang apa yang sudah aku lakukan terhadapnya atau ada kejadian apa kok tiba-tiba dia seperti sedang marah seperti itu. Jujur, aku sangat takut juka dia benar-benar marah denganku, karena aku belum pernah sampai marahan dengan teman dekatku sendiri.
Sampai di kampus, kami masih berjalan agak berjauhan, karena aku makin penasaran aku beranikan diri untuk bertanya lagi ada apa sebenarnya. Temanku itu sama sekali tidak menjawab, hanya terlontar kata “ngga papa”, hingga aku minta maaf jika memang dia marah sama aku, tapi dia tetap berjalan dan bergeming tidak menjawab permintaan maafku juga.
Sungguh, aku sangat bingung, ingin rasanya aku berteriak dan menangis sekencang-kencangnya. Apa yang sudah terjadi dengan temanku itu? Apa dia marah denganku? Aku salah apa? Apa kata-kataku menyinggungnya? Apa dia sedang ada masalah dengan orang lain? Atau dia sedang sakit? Berjuta pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan berkecamuk di otakku. Aku bingung.
Seharian sudah berlalu, sampai malam menyambut dia masih saja diam padaku. Padahal dia sempat bercanda dan bercerita yang mengundang tawa dengan temanku yang lain di kos. Aku benar-benar sadar dan paham betul bahwa dia marah denganku, tapi aku belum tahu salahku apa kok sampai membuatnya dia marah begitu denganku? Bleng, aku sama sekali tidak mempunyai alasan kenapa dia seperti itu. Karena aku belum pernah mengalaminya, akupun menangis. Aku merasa sangat sedih, temanku sendiri tidak mau bicara denganku, sedangkan dengan temanku yang lain bersenda garau dan bercanda. Sungguh suatu ironi yang benar-benar membuatku sedih dan nelangsa dikamarku. Sendiri.
Tak lama, temanku yang lain masuk dan menceritakan keadaaan yang sebenarnya tentang apa yang sudah terjadi. Ternyata temanku ini menanyakan langsung, dan dengan pelannya temanku bilang gara-gara omongan. Omongan? Omongan yang mana? Kapan? Aku berucap ke temanku itu sepertinya aku tidak ngomong yang aneh-aneh sama dia bahkan sampai menyinggung. Sungguh ketidakpekaanku kembali bekerja. Dan singkat cerita, dengan dorongan teman-temanku yang lain, aku beranikan diri untuk masuk ke kamarnya dan meminta maaf karena sekarang memang sudah jelas dia marah sama aku dan gara-gara omonganku, meskipun aku belum tahu omonganku yang mana.
Tragedi yang sangat luar biasa terjadi di hidupku, ternyata dia sangat tersinggung dengan ucapan-ucapanku tadi pagi sesaat sebelum berangkat kuliah, tentang warna bajunya, tentang sisa makanan di piringnya, dan tentang pin yang dia sematkan di jilbabnya. Ucapan yang bahkan hampir aku lupakan, ucapan yang aku pikir tidak akan berbuah apa-apa, ucapan yang aku pikir sungguh sangat sepele, dan jujur aku sama sekali tidak ada maksud untuk menyinggungnya. Tapi itulah bodohnya aku, aku tahu dia sangat sensitif akan segala hal, tapi aku tidak sampai berpikir bahwa dia akan marah dan merasa tidak dihargai olehku. Ya allah, sungguh pelajaran yang sangat luar biasa, pelajaran bagiku untuk lebih menjaga ucapanku dengan siapapun termasuk dengan temanku sendiri, itu adalah pesannya padaku ketika proses meminta maaf di kamarnya. Ada luka namun ada bahagia, alhamdulillah dia memaafkanku dengan pesan aku harus menjaga ucapanku, karena tidak semua orang tipenya sama denganku yang suka bercandaan, ada kalanya orang tidak terlalu suka bercanda dan sensitif. Itulah pelajaran yang teramat berharga untukku hari itu. Ya, cukup tiga kata “menghargai orang lain”. Kedengarannya sangat simpel, namun realitanya tidaklah begitu.
Alhamdulillah juga, kini hubunganku dengan temanku yang sempat tersakiti olehku berjalan dengan baik. Persaudaraan kami makin erat, aku mulai berkaca pada diriku sendiri untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata dan bertindak, karena tanpa kita sadari ternyata ucapan kita bisa menyakiuti orang lain yang sebelumnya kita menganggap perkataan kita hanya bercanda. Dan aku juga belajar untuk lebih menghargai orang lain. Itulah pelajaran berharga yang kudapat. Satu hal lagi yang ingin sekali aku raih adalah melawan si ketidakpekaanku yang hingga kini masih menghinggapiku. Semoga aku bisa lebih peka terhadap orang lain dan menghargai mereka. Amin. Terimakasih Ya Allah.

BY : SARAH

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih