“Sepuluh
tahun lagi pasti kita akan bertemu di tempat ini dengan membawa mobil kita
masing- masing dan membanggakan apa yang kita capai saat itu”, ucap salah
seorang temanku. Kata- kata tersebut juga diamini oleh kami semua, benar-benar
indah saat itu. Saat itu kami duduk- duduk di bawah pohon rindang di sekolah
setelah menyelesaikan shalat dhuha, shalat dhuha seperti menjadi bagian wajib
bagi kami yang telah kelas 3 saat itu karena akan menghadapi ujian akhir. Kelas
kami berbeda dari kelas lainnya, karena kami adalah kelas yang di beri label
paling ramai untuk anak laki-laki ketika pelajaran maupun jam kosong. Selain itu terkadang kami juga sangat hobi
membolos, setiap pelajaran kami anak laki-laki sering terlambat masuk dengan
berbagai macam alasan. Karena sikap kami yang seperti itu, tak sedikit hukuman
yang harus kami terima. Di mulai dari harus merasakan panasnya telinga karena
harus dimarahi oleh guru yang galak dan kepala sekolah, tugas yang berlipat
sebagai hukuman, dan bahkan harus lari-lari mengitari lapangan. Namun, adapula
yang memberikan hukuman berupa nyanyi di depan kelas. Semua hukuman tersebut
justru kami lakukan dengan senang hati, bahkan kami semua seperti ingin dihukum
lebih dan ada perasaan bangga di dalam hati setelah itu serta ingin dihukum
lagi dan lagi. Saat-saat itu terasa indah karena kami lalui bersama, tak jarang
kami sering mengganggu adik kelas bahkan untuk adik kelas yang perempuan sering
kami goda.
Hidup
di dunia hanya sementara dan menjadi anak kelas 12 juga hanya satu tahun,
itulah yang ada di pikiran kami. Tak terasa hanya beberapa tahun lagi kami
semua akan lulus dan akan menjadi anak kuliahan. Sejak saat itu kami mulai
berpikir untuk menentukan dimana kami akan kuliah, tentu kami semua berharap
agar masuk di universitas favorit dan di fakultas yang tentunya merupakan
sebuah jalan untuk mencapai masa depan kami. Banyak dari kami ingin masuk ke
UI, ITB, UGM dan UNS, serta kedinasan. Namun, kami harus dapat lulus terlebih
dahulu untuk dapat mencicipi bangku kuliah. Untuk masalah ujian akhir kami
seolah-olah kurang mementingkannya, kami semua langsung fokus untuk
mempersiapkan diri untuk masuk ke ujian universitas, karena nilai UAN juga
tidak akan memiliki pengaruh bagi masuk ke universitas.
Kami
yang semula selalu bermain dan tidak menghargai waktu lalu mulai berusaha
untuk belajar mempersiapkan ujian
universitas yang dilaksanakan setelah ujian nasional. Dari sinilah kami semua
mulai prihatin karena kami mulai merasa takut dibayang-bayangi kegagalan akan
menembus impian. Namun, hal ini bukannya mengurangi kebersamaan kami semua,
justru membuat kami semua semakin dekat dan bahkan menjadi seperti bagian dari keluarga kami. Saat itu
kami berbalik 180 derajat, kami menjadi sekelompok anak yang rajin ke
perpustakaan dan kami saling melengkapi satu sama lain. Ada seorang yang sangat pandai dalam hal eksak tetapi
lemah dalam bahasa, dan ada pula yang pandai dalam bahasa tetapi lemah dalam
hal eksak. Oleh karena itu, kami menjadi sering sharing satu sama lain, bahkan
setiap ada waktu pulang sekolah kami kumpul terlebih dahulu di salah satu rumah
seorang teman dan membahas tentang materi yang disampaikan tadi dan materi
untuk besok. Saat itu memang benar-benar membuatku semangat dalam belajar,
tetapi ada hal yang membuatku sedih karena aku yang ingin sekali mengambil
prodi farmasi harus mendapatkan ketidaksetujuan dari orang tua. Orang tuaku
hanya berharap aku mengambil prodi pendidikan untuk menjadi seorang guru,
padahal aku ingin sekali menjadi seorang yang bekerja dalam lingkup penelitian
depkes. Terkadang seperti inilah muncul peran penting dari seorang sahabat yang
selalu member motivasi satu sama lain, kami sering bertukar pikiran dalam
memutuskan sesuatu hal.
Dalam
setiap ujian untuk masuk universitas kami selalu bersama, bahkan setiap kali
ujian kami pasti menumpang dalam satu kontrakan yang berisi belasan orang.
Tetapi hal inilah yang menjadikan sesuatu yang akan sulit untuk dilupakan.
Beberapa bulan sebelum ujian bahkan kami sering belajar bersama dan menginap di
salah satu rumah teman. Selain itu kami seperti lupa akan waktu, kami pernah
karena terlalu asik dalam mengerjakan soal-soal try out yang kami buat sendiri
sampai-sampai hingga dini hari. Itu semua kami lakukan karena kami sangat ingin
mencapai cita-cita yang sangat kami idamkan, tetapi bagiku karena dalam memilih
prodi hanya mengambil di UNY maka aku sangat uring- uringan sekali, terlebih
lagi prodi yang aku inginkan tidak diharapkan oleh orang tuaku saat itu. Aku
ingin mengekang keinginan orang tua tetapi bagaimanapun yang akan membiayai
kuliahku tentu orang tuaku. Setiap kali aku mencoba untuk berusaha mencapai
impianku selalu saja ingat akan hal tersebut, karena itu aku merasa malas untuk
berusaha, hal ini berbeda dengan temen-temanku yang giat. Namun, semua teman-temanku
seperti saudara sehingga kami saling mendukung satu sama lain, tentunya tidak
ada yang ingin melihat ada salah satu diantara kami patah semangat.
Tes
pertama yang kami lalui adalah SIMAK, dalam tes SIMAK UI ini hanya salah
seorang dari kami yang diterima. Lalu yang terakhir adalah SNMPTN, seperti yang
aku duga memang aku hanya diterima di UNY karena memang tidak ada semangat sama
sekali saat sebelum tes karena tentunya keinginan orang tuaku yang hanya ingin
berkuliah di UNY. Hasil ini tentu sangat berbeda dengan hasil yang diterima
oleh teman-temanku, ada yang di ITB, IPB, UNS, bahkan ada di antara kami yang
mendapat beasiswa ke Jepang untuk berkuliah di Tokyo. Sampai saat ini pun aku
tidak ada semangat untuk benar-benar menjadi anak kuliahan, setiap ada seminar
tentu aku tidak ikut, ketika temanku satu prodi berusaha untuk ikut panitia
atau keorganisasian, malah aku sendiri lebih baik pulang dan tidur. Bahkan
ketika ada ujian pun aku jarang belajar, entah apa yang aku rasakan saat ini,
tidak ada semangat untuk belajar seperti yang aku lakukan saat SMA bersama
temanku dahulu.
Kemungkinan
sifatku ini karena aku tidak memiliki teman-teman yang aku punya saat SMA, saat
SMA mereka benar-benar ada di sampingku dan kami semua memang sudah menjadi
seperti saudara kandung, bahkan sampai saat ini bila ada waktu kami pasti kami
akan sempat untuk berkumpul dan seperti mengulang masa-masa itu. Berbeda dengan
teman-temanku yang ada saat ini, aku seperti tidak klop dan tidak sangat sulit
untuk sharing seperti yang aku lakukan bersama temanku dulu. Saat ini, seperti
keegoan yang muncul dari setiap individu, sehingga aku merasa tidak nyaman
dalam suasana yang seperti ini.
Dalam
hal ini, kebersamaan merupakan salah satu hal yang paling penting, keluargaku
yang kedua saat ini justru merupakan teman SMA ku. Kami memang sudah seperti
terikat kuat dalam sebuah keluarga hingga saat ini, kami benar-benar seperti
saudara kandung karena walaupun sifat kami begitu berbeda tetapi kami bisa
menjadi padu. Hal ini seperti tepung dan
gula yang mempunyai sifat berbeda telur dapat bersatu sehingga dapat membuat
sebuah adonan roti yang menjadi lebih enak dan disukai oleh banyak orang,
begitu pula persahabatan kami walaupun sifat kami berbeda tetapi kami bisa
menjadi sebuah kelompok yang padu dan benar-benar kompak. Persahabatan ini
tentunya akan menjadi sebuah kisah yang indah dan tak memiliki akhir.
BY: HENDRO
0 komentar:
Posting Komentar