Semangatku Kembali Karena Kakakku



Aku berasal dari salah satu kota kecil di Jawa Tengah bernama Banjarnegara. Sebuah kota dimana kedua orang tuaku tinggal. Keluargaku bukanlah orang kaya, namun bukan juga orang miskin yang serba kekurangan, mungkin lebih tepatnya keluarga yang biasa saja. Ayahku bekerja sebagai guru SD, sedangkan ibuku sekarang sedang mengembangkan usaha dagangnya. Aku mempunyai dua orang kakak, keduanya laki-laki, jadi aku merupakan satu-satunya anak perempuan dari ayah dan ibuku. Mereka semua adalah keluarga yang sangat aku sayangi.
Sewaktu masih kecil, aku terbiasa bermain bersama kedua kakakku, walaupun begitu aku lebih dekat dengan kakak keduaku, mungkin karena jarak kelahiran kami yang tidak terlalu jauh. Kakakku yang pertama bernama Mas Hedi, jaraknya denganku delapan tahun. Kakak keduaku bernama Mas Yoga, dan jaraknya hanya tiga tahun. Aku seringkali mengikuti kedua kakakku, dari satu tempat ke tempat lain, bermain ini itu. Masa kecilku adalah masa-masa yang menyenangkan, berbeda cerita saat aku mulai masuk SMA sampai sekarang.
Dulu aku bersekolah di salah satu SMA favorit di Banjarnegara, SMA Negeri 1 Banjarnegara. Aku menjalani hari-hariku di sekolah dengan biasa saja, namun Alhamdulilah aku selalu bisa masuk lima besar di kelas.  Aku masih ingat saat pembagian raport kelas X semester 1, aku gelisah, di dalam pikiranku satu, aku takut nilai-nilaiku mengecewakan orang tuaku. Aku berusaha menenangkan diri dengan bersenda gurau bersama teman-temanku. Akhirnya aku dapat tersenyum lega, karena aku mendapat peringkat pertama di kelas. Aku sangat bersyukur, karena semenjak aku masuk SMA, aku merasa teman-teman sekelasku banyak yang pintar. Siswa yang masuk SMA-ku adalah siswa yang disaring melalui tes masuk, jadi tidak hanya melalui seleksi nilai ujian SMP. Aku merasa sangat senang bisa membuat kedua orang tuaku sedikit berbangga dengan prestasiku saat itu.

Aku bisa menjalani sekolahku dengan tenang sampai kelas X berakhir. Semenjak masuk kelas XI, aku mulai dihadapkan dengan berbagai ujian hidup yang tentunya sangat berpengaruh dalam hidupku dan keluargaku. Sekolahku merupakan sekolah RSBI saat itu, jadi biaya sekolah disini terhitung cukup mahal, apalagi dengan berbagai fasilitas yang aku dapatkan. Ujian ini benar-benar mengubah keadaan di keluargaku.
Sebelum aku mengalami ujian ini, keluarga masih sangat berkecukupan, namun semua itu berubah ketika seseorang datang pada keluargaku dan menawarkan kerjasama bisnis. Singkat cerita keluargaku dibohongi habis-habisan. Keluargaku bangkrut, dan kami terpaksa harus hidup dalam kesederhanaan. Padahal saat itu orang tuaku masih harus menanggung biaya pendidikanku di SMA, Mas Yoga di UGM, dan Mas Hedi yang mulai mencari pekerjaan. Bisa dilihat dengan keadaan ekonomi yang masih terombang-ambing, orang tuaku harus membiayai ketiga anaknya yang bisa dibilang membutuhkan biaya yang besar. Tapi ibu pernah berkata bahwa apapun yang terjadi aku dan kedua kakakku harus tetap melanjutkan sekolah, tak usah memikirkan berapa biayanya, karena pasti selalu ada jalan untuk semua masalah.
Untuk saat itu aku masih bisa bertahan dan menjalani kehidupanku seperti biasa, hanya saja lebih sederhana. Ujian hidupku belum berakhir sampai disitu. Tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa Mas Yoga divonis menderita kanker. Aku sangat menyayangi kakakku dan dalam pikiranku saat itu, aku samasekali tidak mau kehilangan kakakku. Semenjak kecil, Mas Yoga memang sudah mempunyai masalah dengan pencernaannya, dari mulai tali pusarnya pernah lepas saat bayi, terkena penyakit tipus, magh, ususnya kuning, usus buntu, ususnya melilit, dan terakhir kanker usus.
Mas Yoga sudah menjalani berbagai perawatan, sampai operasi pengangkatan sel kanker dan khemoterapi. Keluargaku sangat bersyukur karena saat itu dokter mengatakan bahwa Mas Yoga telah melewati masa kritisnya dan tinggal menjalani tahap penyembuhan. Namun Allah ternyata berkehendak lain, Mas Yoga meninggal pada Jumat, 31 Oktober 2008 saat adzan Maghrib. Innalillahi wa inna ilayhiroji’un. Aku sangat sedih karena ketika kakakku meninggal aku tidak ada disampingnya, aku di Banjarnegara dan kakakku masih dirawat di salah satu rumah sakit di Yogyakarta. Aku tidak percaya saat ayahku memberi kabar bahwa kakakku meninggal. Kakakku adalah orang yang mempunyai semangat hidup yang tinggi, saat dia sakit, jarang sekali dia mengeluh, kecuali saat dia merasakan sakit yang teramat sangat. Aku mengetahui bahwa kakakku adalah orang yang kuat. Karena itulah, aku tidak langsung percaya bahwa kakakku telah meninggal. Saat itu aku hanya bisa menangis, tidak peduli dengan sekitarku. Aku sangat terpukul dan aku merasa sangat kehilangan, bahkan aku merasa semangat hidupku turun drastis, aku down.
Aku sadar aku tidak boleh selamanya terpuruk dalam kesedihan dan menangisi kepergian kakakku, tapi kalau boleh jujur, sampai sekarang pun, hampir tiga tahun berlalu, aku sendiri masih merasa kehilangan. Terkadang aku masih menangis saat aku teringat dan aku merindukannya.
Kembali ke cerita sebelumnya, setelah Mas Yoga meninggal, kehidupanku berubah drastis, dari seorang Ratna yang dulu lebih ceria dan semangat di pelajaran, menjadi seorang Ratna yang hanya menjalani hidupnya asal-asalan, dalam artian masih melakukan kegiatan sehari-hari namun hanya sekedar melakukan saja, semangat yang kurang. Selama sebulan setelah kakakku meninggal, kulalui dengan murung dan tanpa semangat, meskipun banyak temanku yang menghibur dan memotivasiku, namun semua tetap terasa berbeda bagiku. Aku kehilangan salah satu motivator dalam hidupku.
Aku masih ingat, saat itu aku mengikuti ujian semester gasal kelas XI. Aku belajar, tapi hanya asal membaca, aku belum bisa fokus dengan pelajaran, aku masih merasa down. Saat pembagian raport, hampir semua nilaiku turun, otomatis peringkatku di kelas juga turun, dari peringkat satu menjadi peringkat tiga. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan nilaiku saat itu, tapi terlihat kedua orang tua sepertinya agak kecewa, walaupun mereka berkata tidak apa-apa. Aku bisa melihat dari ekspresi dan mata mereka bahwa mereka kecewa.
Sejak saat itu aku mengetahui bahwa aku telah merepotkan banyak orang. Keluargaku juga terpukul atas meninggalnya Mas Yoga, tapi mereka tetap berusaha tegar dan kuat. Aku sadar, setiap orang mempunyai cara sendiri untuk menunjukkan pada orang lain bahwa dirinya kuat dan tidak apa-apa. Tapi yang aku lakukan selama itu hanya membuat keluarga dan teman-temanku khawatir, aku berubah.
Saat liburan semester, entah kenapa aku ingin sekali masuk ke kamar Mas Yoga. Awalnya aku ragu, karena setiap kali aku masuk kamar itu, aku hampir selalu menangis. Kupaksakan kakiku melangkah mendekati pintu kamar Mas Yoga. Aku berdiri di depan pintu dan sejenak kupandangi. Jantungku berdetak cukup keras. Kutarik nafas dalam-dalam dan kuhembuskan pelan-pelan, sekedar menenangkan diri. Kupegang gagang pintu dan kubuka pintu itu. Gelap. Kunyalakan lampu kamarnya.
Aku masih berdiri termenung mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kamar. Jantungku berpacu semakin cepat. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, tidak, aku tidak boleh menangis. Kutarik nafasku dalam-dalam lagi dan kulepaskan pelan-pelan. Aku tersenyum. Sampai saat iu aku berhasil mengatur emosiku. Aku duduk di kursi belajar Mas Yoga, kubuka lemari bukunya. Aku melihat sebuah lipatan kertas, kuambil dan kubuka. Aku sangat yakin bahwa itu tulisan Mas Yoga, bulat-bulat kecil dan rapi.
Pelan-pelan kubaca tulisan itu dalam hati. Pipiku basah, tetes demi tetes air mataku meluncur dan semakin deras. Aku kembali menangis.
…Aku ingin hidup ya allah.. Yoga masih ingin tinggal bersama keluarga, masih banyak yang harus yoga lakuin. Yoga belum bisa membahagiakan orang tua, membuat bangga keluarga. Yoga belum ingin mati. Aku masih ingin hidup, kuatkan hamba untuk menahan rasa sakit ini ya allah. Yoga ingin sembuh, yoga ingin hidup…
Kuusap air mataku dan kembali aku membacanya.
…Yoga masih punya Ratna dan Hedi. Ibu yang selalu sayang padaku. Bapak.. yoga belum ngasih banyak buat mereka. Yoga sayang mereka. Aku harus sembuh. Aku masih ingin hidup…
Mas Yoga adalah orang yang memiliki semangat hidup tinggi, pantang menyerah, ambisius, pintar bersosialisasi, penyayang, dan suka menghargai orang lain walaupun dia memiliki sifat keras. Aku tetap menyayanginya.
Aku merasa lelah, kubaringkan tubuhku di tempat tidur mamasku. Di otakku terbayang-bayang memori masa laluku bersama Mas Yoga, dari yang menyenangkan ataupun menyedihkan, seperti sedang menonton film masa lalu, dengan peran utamanya adalah Mas Yoga. Aku masih ingat terkadang dia memanggilku “Ndul”. Saat itu aku baru naik kelas XI SMA, tepatnya saat liburan kenaikan kelas.
“Ndul, Mas Yoga mau ngomong sesuatu,”, Mas Yoga memanggilku saat itu.
Aku pun menjawab,”Apa mas?”.
“Kamu kan yaah bisa dibilang cukup pinter, dan mas yakin kamu masih bisa berkembang jauh lebih baik lagi dari sekarang. Besok mau kuliah dimana?”, tanya Mas Yoga.
“Ratna pengin kaya mamas di UGM, mungkin, hehehe…”
“Lho kenapa di UGM? Kan masih banyak universitas yang bagus, kemungkinan kamu bisa, ya itu si menurut mas. Aku pengine kamu nyoba di ITB Naa.. Biar besok kamu bisa jadi asetnya mamas, hahaha…”, kata Mas Yoga.
“Lha UGM ja susah mas, menurut Ratna juga udah bagus, ya liat besok deh, Ratna nglanjutin dimana,”
“Ya, tak apa. Kalau kamu mau di UGM atau dimana pun, intinya besok kamu harus sukses, bikin bangga mas sama keluarga Naa,”kata Mas Yoga sambil tersenyum.
Kemudian aku juga teringat saat Mas Hedi marah-marah padaku, Mas yoga membelaku. Dia mengelus-ngelus kepalaku dan memelukku. Saat itu aku hanya bisa menagis, tapi aku merasa lebih tenang. Aku lelah dan aku tertidur di kamar Mas Yoga.
Keesokan harinya saat aku terbangun, aku tersenyum. Aku sadar selama ini aku melakukan tindakan yang keliru. Padahal aku tahu bahwa ibuku adalah orang yang paling merasa kehilangan Mas Yoga, tapi beliau tetap berusaha kuat dan membantu ekonomi keluarga yang saat itu masih carut-marut. Ibu bekerja keras untuk mengembangkan usaha dagangnya. Saat itu ibu mulai usaha jamur tiram, ibu menanamnya di rumah dan menjualnya ke pasar setiap pagi. Tapi apa yang aku lakukan selama itu? Aku hanya terpuruk dan menyiksa diriku sendiri. Aku juga membuat repot orang lain. Hari itu aku memutuskan untuk bangkit. Aku yakin Mas Yoga juga mungkin kecewa dengan sikapku saat itu yang terpuruk dalam kesedihan.
Aku kembali tersenyum dan kuawali hari itu dengan penuh semangat. Aku sekolah dan melakukan kegiatan sehari-hariku. Ibuku senang melihat perubahanku, begitu juga keluarga dan teman-temanku. Aku sangat berterimakasih kepada mereka semua yang selama ini telah menyemangatiku. Aku sadar, sekuat apapun orang di sekitarku menyemangatiku jika akunya sendiri tidak mau bangkit, itu akan susah, berbeda bila aku mau bangkit dan dibantu dengan semangat dari mereka semua.
Sejak saat itu aku menjalani hari-hariku dengan normal. Aku sekolah, belajar, dan membantu ibuku bekerja. Aku harus ikut bekerja membantu ibuku, walaupun tidak seberapa. Sepulang sekolah aku istirahat, dan malam harinya aku membantu ibuku membungkus jamur tiram. Kenapa harus dibungkus dan kenapa harus malam hari? Itu pertanyaan yang simpel. Jamur dibungkus agar nilai jualnya lebih tinggi. Sementara jamur dipetik dan dibungkus pada malam hari agar besok paginya saat dijual, jamur masih terlihat segar.
Setiap pagi jam tiga ibu berangkat ke pasar dan menjualnya pada para pedagang di sana. Ini berarti aku harus bersiap-siap ke sekolah sendiri setiap paginya. Biasanya aku juga ikut bangun pagi, sekedar untuk belajar, menyapu rumah, menanak nasi dan menyiapkan sarapan untukku sendiri. Saat aku akan berangkat sekolah, ibuku baru pulang ke rumah. Tahukah kalian mengapa aku lebih memilih belajar di pagi hari? Jawabannya simple, aku meniru kakakku. Dulu ibu juga pernah mengatakan bahwa lebih enak belajar di pagi hari, pikiran masih fresh, lebih tenang, jadi materi yang dibaca lebih cepat masuk.
Sedikit demi sedikit aku bisa mengikhlaskan kepergian Mas yoga. Kalian tahu apa yang membuatku kuat? Ibuku, beliau lah yang memotivasiku untuk bangkit, dan satu lagi, walaupun secara fisik Mas Yoga sudah meninggal, tapi dia masih hidup di hatiku. Aku selalu menyayanginya. Aku berdoa semoga Mas Yoga tenang di alam sana, diampuni dosa-dosanya, dan selalu dalam pelindungan-Nya. Karena yang sekarang bisa aku lakukan hanyalah mendoakannya.
Hari-hari berlalu, terkadang aku masih menangis saat merindukan Mas Yoga, tapi itu wajar. Aku hanya meluapkan emosiku dengan menangis. Keluargaku semakin baik. Ekonomi keluarga juga semakin baik, meskipun belum seperti dulu, tapi kami bisa bernapas lebih lega. Aku teringat dulu Mas Yoga pernah menyarankan aku untuk kuliah di universitas yang bagus di Indonesia, seperti ITB, UI atau UGM. Tapi dengan keadaan keluarga saat itu, aku harus berpikir ulang. Alhamdulillah dengan usahaku selama itu serta doa dan semangat dari banyak orang, prestasiku naik kembali, aku bisa meraih peringkat satu di kelas. Aku bisa membuktikan pada diriku sendiri kalau aku bisa mengalahkan keterpurukan. Alhamdulillah… Aku senang, walaupun aku belum bisa memberi apa-apa untuk keluarga, paling tidak aku masih bisa melihat senyum ibuku saat melihat nilaiku.
Manusia memang hanya bisa merencanakan, semua yang menentukan adalah Allah. Sekarang aku tidak melanjutkan kuliah di ITB, ataupun UGM, seperti yang diinginkan kakakku, namun aku ada di UNY dan mengambil program studi Pendidikan Kimia. Aku calon guru. Inilah yang diharapkan keluargaku, aku hanya diberi pilihan mengambil prodi pendidikan di UNY atau masuk kedinasan. Itu pilihan yang cukup sulit bagiku, karena sebenarnya aku tidak berkeinginan menjadi guru. Tapi aku harus tahu keadaan, aku harus menerima keputusan itu. Aku berusaha menghargai keputusan keluargaku, walaupun itu tidak sesuai dengan keinginan hati. Aku hanya berpikir, kalaupun aku belum bisa mewujudkan keinginan Mas Yoga sekarang, mungkin suatu saat aku bisa, akan kuusahakan. Semangat!
Mas Yoga, dia adalah motivasiku, selain ibuku tentunya. Mereka yang membuatku semangat dalam belajar dan bekerja. Mereka yang banyak mengajariku semangat, sabar, kuat, dan saling menghargai. Aku sayang mereka. Sekarang aku jauh dari mereka, tapi aku tahu dan aku yakin mereka juga menyayangiku. 

BY: RATNA

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih