Semangatku


            Semangat, mungkin kata semangat adalah kata yang paling sering diucapkan oleh orang-orang terdekat kita untuk membuat kita terdorong untuk melakukan sesuatu. Apakah dengan hanya satu ungkapan itu, semangat kita akan bangkit? Bagiku tidak sama sekali. Sebelum kejadian ini, aku hanya menjalani hidupku sebagai orang biasa. Orang yang tidak memiliki semangat hidup lebih. Aku hanya menjalankan rutinitas biasa. Makan, tidur, pergi ke sekolah dan lain sebagainya. Semuanya aku lakukan, tapi seperti ada yang hampa. Hampa aku tidak tahu untuk apa aku melakukan ini semua.
Saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, aku adalah seseorang yang hanya mementingkan diriku sendiri. Aku selalu berpikir tentang aku. Bagaimana aku harus bahagia, bagaimana aku harus senang, semuanya tentang aku. Aku tidak perduli dengan orang lain. Apakah mereka membenciku, mencemoohku, aku tidak perduli. Bisa dikatakan aku adalah serang individualisme. Aku tahu, sifat individualisme memang buruk. Tapi tidak satupun yang dapat membuat aku bersemangat kembali setelah ketiga sahabatku meninggalkanku tanpa alasan yang jelas. Mereka meninggalkanku ke luar kota. Bahkan, setelah mereka pindah sekolah, kita sangat jarang berkomunikasi. Aku menjadi malas dan tidak bersemangat untuk memiliki sahabat kembali. Secara tidak langsung, tidak ada lagi yang mengingatkanku untuk tidak berbuat hal-hal yang buruk.
Aku hanya memiliki saudara-saudaraku dan sepupu-sepupuku. Aku lebih suka berjalan-jalan dan berkomunikasi dengan mereka. Dengan alasan, mereka tidak akan pernah meninggalkanku. Suatu alasan yang cukup rasional. Aku sering berkunjung ke rumah saudaraku, biasanya aku memanggil sepupuku dengan kata saudaraku, sebut saja namanya Dika. Orangtuaku sering berkata mas Dika sedang sakit. Sakit apa? Aku sendiri  kurang mengerti, apalagi saat itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Aku mengira semuanya akan baik-baik saja. Mas Dika yang selama ini periang, selalu ramah, pasti akan segera sembuh. Apabila kita melihatnya, kita tidak pernah tahu ia mengidap suatu penyakit. Aku hanya tahu mas Dika sering bolak-balik ke Jakarta untuk melakukan penyuntikan. Penyuntikan apa? Kenapa dilakukan terus-menurus. Mas Dika sendiri tidak pernah bercerita apapun.

Yang aku tahu lagi, orangtuanya begitu menyanyanginya, mereka begitu protektif dengan mas Dika. Mereka selalu menjaga mas Dika agar mas Dika tidak pernah kelelahan. Kita semua sayang dengannya. Begitu humoris dan penuh canda tawa. Bahkan tidak sedikit dia membagi tips-tips untuk menjalani hidup yang lebih baik. Ia seorang yang rajin beribadah,  penyanyang, dan sabar. Mungkin mas Dika adalah salah satu jenis orang yang paling langka atau jarang kita temui dimanapun. Salah satu orang yang memiliki semangat tinggi. Ya, semangat hidup tinggi.
Sampai pada suatu hari aku benar-benar  percaya mas Dika benar-benar sakit. Sebuah memoar yang sampai kapan pun aku takkan pernah bisa lupa. Walaupun sudah bertahun-tahun berlalu. Aku sendiri sudah tidak megerti mengapa ingatanku sangat jelas ketika kejadian itu terjadi. Ketika itu kami pergi berempat. Aku masih ingat, aku duduk di depan, mas Dika menyetir. Kakakku dan adik mas Dika duduk di kursi belakang. Kita berjalan-jalan, dan mencari suatu warung makan. Warung makan Padang. Masih segar ingatanku, dimana warung itu berada. Di seberang Hotel Ambarukmo. Saat itu, hotel Ambarukmo masih berjaya. Dan kalau tidak salah aku duduk di bangku sekolah dasar atau awal sekolah menengah pertama. Saat selesai makan, kita segera menuju mobil. Saat akan membuka pintu, aku mendengar suara mas Dika berteriak. Kemudian aku dengar suara mas Dika jatuh ke tanah. Aku melihat mas  Dika kejang-kejang. Ada busa keluar dari mulutnya. Aku panik. Semua panik. Kaos yang dipakai mas Dika sedikit tersingkap. Aku bisa melihat ada seperti bekas suntikan atau luka atau entahlah. Bekas itu begitu banyak di kulit perutnya. Apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah beberapa saat kemudian, mas Dika sadar. Aku bisa melihat ada bekas darah di kepalanya. Bekas ia terjatuh tadi. Adiknya pun menelpon ayahnya agar mas Dika bisa segera dibawa ke rumah sakit. Kemudian aku baru mengetahui, mas Dika kelelahan karena telah melewati aktivitas padatnya. Mobilnya pun ia yang mencuci sendiri. Setelah kejadian itu, aku dan kakakku pulang ke rumah. Aku masih bertanya, sebenarnya mas Dika sakit apa? Tidak beberapa lama kemudian, aku baru mengetahui, mas Dika mengidap Leukimia. Kanker sel darah putih. Suatu penyakit yang begitu mengerikan. Bahkan aku, orang yang sangat dekat dengannya pun tidak tahu, ia mengidap penyakit mengerikan itu. Saat ia mulai kehilangan rambutnya pun, ia mencukurnya habis, dan berkata, ingin mencoba rambut plontos.

Ia adalah salah satu orang yang memiliki semangat hidup tinggi, teman-teman yang satu kuliah dengannya tidak tahu ia mengidap penyakit tersebut. Bahkan kekasihnya juga. Tidak ada yang tahu. Mas Dika sendiri tidak pernah bercerita. Aku ingat, ketika mas Dika hampir mendekati ajalnya, ia ingin putus dengan kekasihnya. Ia tidak memberikan alasan yang sebenarnya. Dan saking cintanya kekasihnya pada mas Dika, ia tidak mau diputuskan apapun alasannya. Saat ajal menjemputnya, semua baru terkuak, kekasihnya, teman-temannya, dan siapa pun akhirnya tahu. Kepergiannya sangat mendadak. Apalagi 2 hari sebelumnya ia masih tampak sehat. Namun apalah daya, sel kanker telah menjalar ke otaknya. Dokter sendiri mengatakan mas Dika adalah orang yang memiliki semangat hidup tinggi. Jarang ada orang yang sanggup bertahan hingga empat tahun lamanya. Kadang beberapa orang hanya bertahan beberapa bulan,  1 tahun atau 2 tahun.
Mas Dikalah yang selama ini menginspirasi aku. Aku yang masih memiliki kesempatan untuk hidup, haruslah merubah sikapku. Merubahku pandanganku tentang dunia. Mencoba mengisi kehampaan yang sebelumnya terjadi. Menghilangkan sifat individualisme. Lebih menata hidupku, dan lebih menghargai artinya hidup. Banyak hal yang bisa kita petik dari pengalaman-pengalaman kita. Dan aku adalah salah satu orang yang beruntung yang diberikan suatu pengalaman hidup yang sangat berharga. Yang kita semua tidak bisa membayar untuk mendapatkannya. Suatu pengalaman hidup yang tidak akan bisa dilupakan begitu saja. Karena terlalu berharga dan selalu membekas. Kita tidak akan pernah bisa memutar balikkan waktu, ataupun membunuh waktu. Aku dan pengalamanku, sudah seharusnya aku berubah menjadi manusia yang lebih baik. Bukan hanya meratapi yang sudah berlalu. Karena waktu tidak akan terulang. Waktu terlalu keji dan tidak mau menunggu kita untuk sejenak. Kita harus terus berlari dan memungut serpihan-serpihan pengalaman kita untuk mendapatkan nilai tambahan agar hidup kita menjadi lebih berarti.
 Mas Dika membukakan mataku bahwa tidak semua orang memiliki nasib yang baik sepertiku. Masih banyak yang mempunyai nasib lebih miris dari aku. Namun selama ini aku hanya melihat ke atas. Ia adalah orang yang mengajakku melihat ke bawah, melihat apa yang sebenarnnya terjadi di bawah sana. Meereka yang di bawah sana masih bisa tersenyum. Berjuang untuk hidupnya. Mereka semua memiliki semangat hidup yang tinggi, walaupun mereka takkan tahu apa yang harus mereka dapatkan esok harinya. Walaupun esok mereka akan mendapatkan sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi mereka terus tersenyum dan berjuang. Jadi mengapa aku harus menyerah pada dunia? Semangat untuk menjalani setiap aktivitas. Aku pernah mengalami kecelakaan dengan mobil, dan aku masih diberi kesempatan untuk ada di dunia ini. Jadi kenapa aku harus terus menyia-nyiakannya?


BY: TITIS

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog Ini

Blog sederhana yang berisi kisah yang semoga bisa menginspirasi dan memberi manfaat bagi kita semua. Sebagian besar cerita yang telah saya posting merupakan kisah nyata yang sebenarnya juga telah di buat buku.

Bagi para pengunjung, jangan lupa untuk memberi komentar maupun tanggapan dari kisah yang ada di blog ini. Oh ya, pengunjung juga dapat mengirimkan cerita melalui email saya yang dapat diakses di tombol "Kirim Ceritamu di Sini", agar beban maupun kegalauan bisa berkurang. hehe

Terimakasih