Dulu,
saya hanyalah seorang remaja yang hanya menjalani hidup biasa saja. Namun,
sekarang semua telah berubah. Saya menjadi sosok seorang wanita yang
bersemangat dan percaya diri.
Rutinitas
di SMA membentuk pribadi saya yang terkesan cuek, ambisi, egois dan tidak
percaya diri. Hal tersebut dikarenakan padatnya kegiatan yang ada di SMA saya.
Saya harus belajar di sekolah dari pukul 06.30 WIB hingga 16.00 WIB. Setelah
itu, saya harus kembali ke sekolah untuk bimbingan belajar malam dari pukul
17.30 hingga 21.30 WIB. Rutinitas yang terkadang membuat saya jenuh.
Secara
akademis, SMA saya terakreditasi A. Hal tersebut tentunya sangat baik untuk
menunjang pembentukan pribadi pesaing yang tangguh dan berkualitas dalam hal
penguasaan pelajaran materi SMA. Selain itu, sekolah saya juga merupakan
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Saya
sangat menyukai sekolah saya. Lingkungannya yang asri membuat saya suka untuk
belajar disana. Namun sangat disayangkan, ada beberapa hal yang membuat saya
kurang nyaman. Seperti, beberapa cara pengajaran guru yang terkesan cepat dan
kurang bersahabat. Serta, teman-teman yang kerap kali merendahkan kemampuan
orang lain. Sejujurnya, saya tidak menyukai sikap mereka.
Setelah
hampir tiga tahun menuntut ilmu di sana, Sumatera Selatan, saya memutuskan
untuk menuntut ilmu di luar Sumatera tepatnya di Yogyakarta. Keinginan saya
untuk kuliah di Yogyakarta telah sejak dulu saya tanamkan, kalau tidak salah
sewaktu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Meskipun banyak yang
berpendapat bahwa Yogyakarta sekarag bukan merupakan kota pelajar lagi namun
keyakinan saya tetap bulat untuk tetap berkuliah disana. Segudang persepsi
buruk orang terhadap Yogyakarta dimusnahkan oleh sejuta tekad bulat saya untuk
berhasil.
Awalnya,
saya tidak pernah berpikiran untuk kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta,
apalagi untuk menjadi seorang guru. Sangat sulit membayangkannya ketika saya
harus menjadi seorang pendidik. Hal ini dikarenakan sifat saya yang kurang bisa
bersahabat dengan anak-anak. Sebenarnya, dulu saya ingin bekerja di dunia
kesehatan. Namun, sepertinya nasib enggan berkata demikian.
Dula
saya juga sempat ingin menjadi Menteri Pertanian. Saya mencoba ikut tes kemitraan
IPB. Namun, sekarang hal tersebut hanyalah sebuah angan-angan semu belaka. Hal
ini disebabkan oleh adanya diskriminasi dinas pendidikan. Sehingga, saya tidak
lulus seleksi tersebut, padahal saya yakin bahwa saya dapat menyelesaikan soal
tes yang diberikan dengan baik. Oleh karena adanya diskriminasi tersebut,
ketidaksukaan saya terhadap dinas pendidikan semakin bertambah. Lalu saya
mencoba ikut UM UGM dan SNMPTN dengan Universitas Gadjah Mada sebagai tujuan
utama saya. Namun, nasib pun lagi-lagi belum bersahabat. Hal tersebut membuat
saya tidak percaya diri dan terlihat kecil atau bodoh di hadapan teman sekelas
di SMA.
Salah
satu orang yang membuat saya tetap
bertahan hingga saat ini adalah IBU.
Beliau yang menyemangati saya ketika dunia seakan-akan menertawakan.
Beliau yang rela mengorbankan semua yang ia punya demi melihat saya berhasil
dan sukses kelak. Beliau bernasihat bahwa jika kamu menangis ketika kamu gagal
maka dunia akan semakin puas menertawakan kamu. Awalnya, saya masih bingung
dengan nasihat ibu dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memaknai
kata-kata tersebut apalagi jika dihubungan dengan realita yang saya hadapi.
Berkat
doa ibu, akhirnya saya masuk perguruan tinggi negeri yaitu Universitas Negeri
Yogyakarta Jurusan Pendidikan Kimia Internasional !!!
Awalnya,
saya malu mengakui pada dunia bahwa saya adalah mahasiswa UNY karena bagi saya
profesi guru bukanlah profesi yang menjanjikan. Namun, sekarang saya sedang
berusaha memperbaiki persepsi saya terhadap guru, dinas pendidikan, ataupun
segala sesuatu yang berhubungan dengan ketidaksukaan saya terhadap pendidikan
di Indonesia. Selain itu, teman-teman di sini juga telah membuat saya bertahan
dan percaya diri. Mereka sungguh berbeda dengan “teman sekolah” saya dulu.
Salah satu hal yang sangat saya sukai adalah sikap mereka yang cenderung
demokratis dan menghargai orang lain. Namun, hal terpenting adalah sikap
percaya saya bahwa Allah selalu ada di saat saya senang dan sedih.
Sekarang,
saya hanya meyakini suatu kalimat bahwa “menjadi apapun kamu, penting atau
kurang penting, berharga atau kurang
berharga, suka atau kurang suka, mau atau kurang mau, maka tetaplah
professional dengan itu semua karna itu adalah sifat seorang petarung dan
pemenang sejati.”
Terima
kasih Allah, Ibu, Bapak, Mas Reza, teman-teman dan orang-orang yang telah
memberi semangat hingga saat ini. Sehingga, saya masih dapat bertahan. Ini
berkat dukungan dan sugesti semangat yang kalian berikan. Saya berjanji pada
kalian semua bahwa kelak saya akan balas kebaikan kalian semua dengan
kesuksesan yang akan saya dapatkan kelak. Amin
GANBATTE KUDASAI !!!
EVERYTHING IS GONNA BE ALRIGHT!!!
BY: HESTY
0 komentar:
Posting Komentar