Gerimis pagi. Adalah sebuah nuansa romantis yang dikaruniakan secara alami oleh Sang Pencipta, kata sahabatku. Aku masih saja duduk sembari memegangi al-qur’an seraya mengamati tiap titik-titik hujan yang indah sementara saudari-saudariku sibuk berlomba-lomba melantunkan kalimat-kalimat cinta-Nya.
Cukup lama. Ya, cukup lama keadaan ini berlangsung. Tak terasa jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Masih dini, dan hujan masih saja menemani pagi ini. Sebenarnya pagi ini kami berencana bermain ke sebuah bukit hari ini. Ini adalah kegiatan yang kami tunggu dari berbagai kegiatan yang kami rangkai hari ini untuk sekedar menebus rasa rindu kami yang telah lama membuncah. Kegiatan sederhana karena sejak lulus SMA dan menjalani aktivitas di perkuliahan, kami belum pernah lagi bisa saling bertatap muka.
Salah seorang sahabatku tiba-tiba menepuk halus pundakku. Aku mengalihkan pandanganku dari jendela dan ku tatap ia yang malah menyunggingakn senyum. Senyum penuh arti. Aku tau dia punya sebuah rencana. Delisa, namanya.
Namun seperti biasanya dia tidak akan dengan baik hati memberi tahuku secara langsung. Kuamati terlebih dahulu sahabat-sahabatku yang lain yang duduk sambil berbincang-bincang dengan asyiknya. Lalu ku tatap kembali Delisa dengan muka datar tanpa gairah.
“Baik teman-teman semua, dari pada tidak ada kegiatan pada hari ini. Sambil menunggu hujan reda, kami akan memulai acara pada hari ini,” ucapnya masih sambil memegang pundakku. Aku kaget bukan main karena dia dengan tanpa memberi tahuku tiba-tiba mengumpulkan yang lain hingga duduk merapat membentuk lingkaran dengan rapi.
“Assalamualaikum warahmatullah. Langsung saja kita mulai acara pada hari ini dengan basmalah bersama-sama,” pandunya kembali. Karena memang aku masih belum mengerti apa maunya. “Disini kami sebagai MC akan memandu acara pada kali ini,” sambungnya kemudian.
“Ya, sebelumnya kita sapa saudara-saudara kita hari ini, Ukh. Apa kabar ukhti semuanya?”, sambungku sekenanya. Dan aku mendengar jawaban semangat dari semuanya. Akhirnya percakapan kami berdua mulai mengalir, seperti kami telah berkomunikasi lewat telepati. “Oke Ukh, Delisa hari ini kita mulai lagi acara kita di episode yang tak kalah menarik. Kira-kira tema kita hari ini apa ya Ukh? Bisa dibagi dengan ukhti-ukhti sholihah disini?”
“Nah, tema kita hari ini spesial Ukhti. Keunikan Muslimah Indonesia adalah tema kita di acara kita hari ini yang diadakan secara live.”
“MasyaAllah sekali ya, Ukh. Sepertinya kita perlu juga memperkenalkan pembicara super kita kali ini. Ada beberapa pembicara namun kita beri tahu beberapa dulu, Ukh. Biar jadi surprise,” ucapku sambil mencari-cari yang sesuai. Sementara yang lain tertawa pelan karena tahu bahwa aku sedang mencari “mangsa”.
“Oke deh ukh, langsung saja kepada Fatimah dipersilahkan,” ucap Delisa menunjuk salah satu teman kami. Sementara yang lain bertepuk tangan sambil tertawa pelan, terlihat Fatimah kaget namun langsung menyesuaikan dengan “kegilaan” kami.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Senang sekali disini saya bisa bertemu dengan ukhti-ukhti sholihah disini. Kalau tadi MC menyampaikan tema kita pada hari ini, maka saya akan meluaskan lagi dengan pembahasan kita mengenai hijrahnya seorang muslimah,” ucapnya.
“Hijrah muslimah, wah keren sekali. Tentu penasaran sekali ya. Hijrah seperti apakah yang dimaksud Ukh Fatimah ini, yuk kita simak,” timpalku.
“Sebelumnya Ukhti, saya akan memanggil sahabat saya yang juga super. Karena beliau ini contoh secara langsung juga mengenai hijrah muslimah ini”.
“Waaah akhirnya pembicara kedua kita mau dipanggil. Oke deh, Ukh silahkan dipanggil,” timpal Delisa sok tahu.
“Baiklah, kepada Ukh Anisa silahkan masuk dalam lingkaran cinta kami”. Anisa yang dengan terpaksa akhirnya bergabung mendekat bersama kami bertiga. “Jadi hijrah muslimah ini adalah hijrah hijab. Bagaimana perjuangan seorang Anisa hingga memakai hijab hingga saat ini”.
“Sebelumnya beralih kepada Ukh Anisa. Disini saya mewakili penonton di seluruh Indonesia, kami penasaran juga bagaimana kisah berhijab dari seorang Ukh Fatima”.
“Yah, kalau saya karena kebetulan ibu saya sudah memakai hijab dan ayah saya suja mendukung saya untuk bersegera memakai hijab, akhirnya saya mulai memakai hijab sejak saya duduk di bangku SMP. Jadi sebenarnya yang menjadi tantangan bagi saya bukan pada bagaimana untuk mempertahankan hijab ini, namun pada bagaimana saya mempertahankan hati saya dan memperbaiki hati saya agar tidak mengotori hijab yang saya kenakan”.
“Subhanallah, bahkan perjuangan hati itu juga sebenarnya adalah tantang tersendiri, ya Ukh Delisa”
“Benar sekali. Dan mungkin ini bisa menjadi inspirasi juga bagi kita bhawa hijrah hijab ini pada tingkatan selanjutnya adalah berusaha untuk menetapkan dan membersihkan hati , Ukh. Jadi bisa cantik luar dan dalam,”
“Selanjutnya, pasti ada cerita yang tidak kalah perjuangannya adri Ukh Anisa, silahkan Ukh”.
“Ya, karena ternyata durasinya sebentar lagi selesai maka saya akan bercerita pada intinya saja,” ucapnya mulai membuat kecurangan.
“Saya belum mulai menggunakan kerudung hingga saya masuk kuliah. Namun saya mempunyai seorang teman yang mengenakan hijab. Dan saya melihat dia terasa nyaman dengan hijabnya. Saya pernah mengatakan bahwa saya ingin mengenakan hijab. Akhirnya saya diajak olehnya untuk mengaji bersamanya. Awal semester tiga saya mulai memakai kerudung tapi masih memakai celana. Dan teman saya mengajak saya untuk masuk ke SKI di kampus. Semester awal saya tidak pernah ikut agendanya karena memang pada dasarnya saya terpaksa. Namun akhirnya saya mencoba sekali mengikuti kegiatannya, dan akhirnya malah sampai sekarang saya ikut setiap kegiatannya. Saya waktu itu dipandu oleh beberapa teman di SKI, dan akhirnya di semester berikutnya saya mulai memakai rok. Awalnya memang susah karena takut dunia saya dan teman-teman saya akan pergi. Namun, itu hanya ketakutan saya, saya pikir. Lama kemudian semua berjalan seperti biasa. Dan selanjutnya saya mulai menetapkan hati untuk memakai hijab juga ketika di rumah. Itu sebuah tantangan lagi, namun akhirnya saya bisa melaluinya,” ceritanya singkat.
Namun seolah aku tahu dan bisa merasakan bagaimana perjuangannya dengan pendirian yang begitu teguh. Menghasilkan sosok muslimah dengan kekuatan dan keteguhan yang indah. Ah, ini memang benar-benar menginspirasi. Segalanya memang bisa dimulai dengan keterpaksaan. Namun ketika seseorang berhasil memaknainya dengan sebuah keikhlasan, maka inilah hasilnya.
Akhirnya acara kami tutup dengan tepuk tangan sabahat-sahabat ku yang aku yakin tidak kalah hebat dengan perjuangannya yang indah. Ah, aku cinta kalian karena Allah.
0 komentar:
Posting Komentar